iklan

Artikel Unsur Unsur Yang Membangun Sebuah Karya Sastra

Unsur Unsur yang Membangun Karya Sastra.
Pada dasarnya karya sastra dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Yang termasuk dalam unsur intrinsik ialah tema, alur, tokoh, penokohan, latar/setting, sudut pandang dan amanah.

1. Tema

Setiap fiksi haruslah mempunyai dasar atau tema yang merupakan target tujuan. Penulis menuliskan tabiat para tokoh dalam karyanya dengan dasar tersebut. Dengan demikian tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa tema merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita. Tema ialah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan mengenai kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu karya sastra . Scharbach (dalam Nurasiah, 2006: 11), menyampaikan bahwa istilah tema berasal dari bahasa latin yaitu tempat untuk meletakkan suatu perangkat. Makara tema ialah wangsit sebuah dongeng atau sesuatu yang menjadi pengarang yang dibeberkan melalui tindakan-tindakan tokoh dongeng itu terutama tokoh utama. Tema yang baik harus bersama di dalam unsur cerita.

2. Alur

Alur ialah rangkaian dongeng yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu dongeng (Aminuddin 2002: 83). Menurut Sukade ( 1987: 3), alur mula-mula dikaitkan dengan unsure dongeng atau pencerita, kemudian berkembang sebagai tanggapan logis dari banyak sekali unsur secara kompleks. Menurut Hayati dan Winarno (1990: 10), alur ialah rangkaian insiden atau insiden yang sambung menyambung dalam suatu cerita. Dengan demukian alur merupakan suatu jalur lintasan atau urutan suat insiden yang berangkai sehingga menghasilkan suatu cerita.

Pengarang mengkomunikasikan novelnya melalui tokoh-tokohnya. Tokoh ini melaksanakan tugas masing-masing sehingga timbul situasi konflik berdasarkan Ginarsa (1989: 11), adanya alur disebabkan oleh terbentuknya kekuatan-kekuatan yang terjadi lantaran adanya problema yang perlu diselesaikan.

3. Tokoh

Peristiwa dalam karya fiksi menyerupai halnya dalam insiden dalam kehidupan sehari-hari selalu diembang oleh tokoh-tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengembang insiden dalam dongeng fiksi sehingga insiden itu menjalin suatu dongeng disebut tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau disebut penokohan.

Menurut Santoso (1995:106-107), tokoh ialah pelaku yang memainkan tugas dalam dongeng rekaan. Pada umumnya tokoh dalam dongeng rekaan ialah manusia, tetapi sanggup pula tokoh yang berwujud binatang, benda-benda, tumbuhan, dewa, jin, dan roh yang diinsankan.

Tokoh dalam dongeng fiksi sanggup dibedakan beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut nama penamaan itu dilakukan. Tokoh utama atau tokoh protagonis ialah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku insiden maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh kedua atau tokoh antagonis ialah tokoh atau pelaku yang menyambungi atau membayang-bayangi bahkan menjadi musuh tokoh utama.

Tokoh penyebab terjadi konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh protagonis secara pribadi ataupun tidak pribadi bersifat fisik atau batin.

4. Penokohan

Penokohan yang ditemukan dalam dongeng fiksi ialah pelaku imajinatif, pelaku yang ada dalam benak pengarang. Pelaku imajinatif itu tidak akan dijumpai sekalipun dicari di seluruh dunia. Pelaku imajinatif tidak sanggup ditangkap oleh alat indera. Ia hanya sanggup ditangkap oleh daya imajinasi seseorang melalui raut muka, bentuk tubuh dan perilakunya. Karakter tokoh atau pelaku sanggup dikenal lewat penggambaran baik yang dilakukan pengarang pencerita maupun oleh pelaku.

Hayati dan Winarno (1990: 1), mengungkapkan bahwa dalam penggambaran, seorang pengarang sanggup melakukannya dengan dua cara yaitu secara eksposisi dan dramatik. Cara eksposisi, yaitu penggambaran tokoh dikatakan mempunyai sifat-sifat yang sama kalau sifat-sifat yang sama itu mempunyai bersifat lahiriah maupun batinia. Misalnya pengarang menggambarkan kondisi badannya, umumnya kesukaannya, kesopanannya dan sebaliknya. Sebaliknya cara dramatik, yaitu pengarang secara tidak pribadi menjelaskan sifat-sifat atau tabiat tokoh tatapi hanya menawarkan citra berupa tindakan atau gerak-gerik seorang tokoh.

Jadi, penokohan atau huruf ialah pengembangan tabiat yang meliputi pandangan, perilaku, keyakinan dan kebiasaan yang dimiliki para tokoh yang mempunyai tempat tersendiri dalam suatu karya sastra.

5. Latar/setting

Latar ialah keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya suatu kejadian. Menurut Suroto (1989: 94), latar ialah penggambaran situasi, tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa.

Hudson (dalam Nurasiah 2006: 14), membedakan latar sosial dan latar fisik. Latar sosial meliputi penggambaran keadaan mastarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikap-sikapnya, adat, kebiasaan, cara hidup, bahasa dan sebagainya yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud latar fisik ialah tempat wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat di atas maka sanggup disimpulkan bahwa latar ialah segala mengenai waktu dan ruang (tempat), dan suasana terjadinya insiden serta mempunyai fungsi fisikal dan fungsi psikologis yang dilukiskan dalam suatu karya sastra. Sebuah karya sastra yang berlatar lengkap mempunyai aspek-aspek tersebut sehingga terang kepada pembaca wacana kapan, di mana, dam bagaimana insiden itu diceritakan terjadi.

6. Sudut Pandang (Point of view)

Sudut pandang ialah cara pengarang menampilkan pelaku dalam dongeng termasuk diri pengarang itu sendiri. Sudut pandang dongeng itu menyatakan bagaiman fungsi pengisah (pengarang) dalam sebuah cerita, apakah ia mengambil seluruh cuilan pribadi dalam seluruh insiden atau sebagai pengamat terhadap objek dari seluruh tindakan-tindakan dalam dongeng itu. Pengarang sanggup bertindak sebagai tokoh utama yaitu mengisahkan adegan dengan memakai kata ganti orang pertama (aku, kami). Pengarang sanggup juga sebagai pengamat dengan memakai kata ganti orang kedua (kau, kamu).

7. Amanah

Amanah ialah gagasan yang mendasari karya sastra atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Menurut Sudjiman (1992: 57), amanah ialah suatu aliran susila atau pesan yang ingin disampaikan pengarang yang diangkat dari sebuah karya sasrta.

Rujukan:

Aminuddin, 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Ginarsa, Ketut. 1989. Struktur Novel dan Cerpen Sastra Bali Modern. Jakarta: Pusat Perkembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hayati dan Winarno. 1990. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Malang: YA3.
Nurasiah,St. 2006. Deskripsi Psikologis Tokoh Utama Pada Novel Kutahu Matiku Karya Nwi Palupi. Skripsi. Makassar: FKIP Unismuh.
Santoso, Puji. 1995. Pengetahuan dan Apresiasi Kesusastraan.
Sudjiman, 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sukade, Made. 1987. Beberapa Landasan Tentang Sastra. Denpasar: Kayu Mas dan Yayasan Ilmu Seni Lasiba.
Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMA. Jakarta: Erlangga.

Sumber http://pendidikansrg.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Artikel Unsur Unsur Yang Membangun Sebuah Karya Sastra"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel