iklan

Mudul Ham 5 (Perkembangan Aliran Ham)


BAB V

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM

Pemikiran HAM telah berkembang lama, tetapi kesadaran akan HAM gres muncul pada era modern. Pemikiran HAM tersebut sudah berkembang semenjak era kuno di Yunani kemudian menyebar ke aneka macam negara di Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika. Pemikiran HAM di aneka macam negara tersebut seiring dengan kesadaran nasional untuk merdeka atau bebas dari imbas kolonialisme dan imperialisme. Indonesia semenjak merdeka sudah mendeklarasikan HAM dan secara eksplisit dituangkan ke dalam pasal 28 A-J semenjak reformasi 1998 melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Uraian pemikiran HAM ini ditutup dengan pemikiran HAM berdasarkan perspektif aliran Islam.


5.1  Perkembangan Pemikiran HAM pada Abad Kuno hingga dengan Modern
Kesadaran terhadap HAM tidak sanggup dilepaskan dari perkembangan pemikiran manusia. Kesadaran terhadap hak-haknya sebagai insan dimulai saat insan berafiliasi dengan insan lainnya. Masalah-masalah yang dihadapi mulanya bersifat sederhana dan belum kompleks sehingga tantangan dan jawabannya juga belum berkembang. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan kebudayaan, maka pemikiran insan berkembang pula dengan kompleks.
Pada penggalan 5 ini Anda sanggup mempelajari perkembangan pemikiran insan ihwal HAM tersebut. Setelah mempelajari materi ini, Anda dibutuhkan mampu:
a.         menjelaskan perkembangan pemikiran HAM era kuno,

b.         menganalisis perkembangan  pemikiran HAM era tengah,

c.         menganalisis sejarah pemikiran HAM era modern,

d.         menganalisis aliran HAM PBB, dan

e.         menganalisis aliran HAM di Indonesia.

5.2  Pemikiran HAM pada Abad Kuno
Pemikiran ihwal HAM pada era kuno sesungguhnya sudah ada, tetapi belum secara eksplisit. Pada waktu itu, pemikiran rasional diarahkan pada penyelesaian problem kehidupan yang dihadapi masyarakat. Salah satu aspek kehidupan yang dirasakan eksklusif oleh masyarakat yakni problem keadilan. Pemikiran insan ihwal keadilan lahir saat ia memikirkan jati dirinya. Pemikiran semacam ini pada awal era 5 Sebelum Masehi disebut sebagai pemikiran sofistik.
Pemikiran sofistik lahir sebagai reaksi terhadap pemikiran yang bercorak alamiah. Artinya objek pemikiran insan yakni alam semesta di luar dirinya. Pemikiran semacam ini belum banyak memikirkan ihwal manusia. Pemikir besar pada era kuno dimulai saat Socrates (470-399 S.M.) berbicara ihwal hakikat manusia. Menurutnya hakikat insan itu terletak pada kebaikannya. Ia mengajarkan ihwal kebenaran dan kebaikan kepada generasi muda di Athena dengan maeuitika (kebidanan). Melalui metode ini Socrates ingin membantu membidani generasi muda lahir dari imbas jelek sehingga jiwanya menemukan “yang benar” dan “yang baik”. Pemikirannya sangat membahayakan kekuasaan sehingga ia dieksekusi mati dengan minum racun.
Nilai HAM di dalam pemikiran Sokrates tampak pada perjuangannya membantu setiap orang khususnya generasi muda dalam menemukan kebenaran dan kebaikan hingga ia dieksekusi mati oleh penguasa. Pemikiran Socrates ini dilanjutkan oleh muridnya berjulukan Plato (427-327 SM), meskipun dengan pemikiran sedikit berbeda.

Menurut Plato, masyarakat polis (masyarakat kota di Athena dulu) terstruktur: (a) lapisan paling rendah yaitu masyarakat tukang atau pekerja, (b) lapisan kedua yaitu masyarakat penjaga menyerupai tentara dan prajurit, (c) lapisan tertinggi yaitu para pemimpin, mereka ini yakni orang yang tahu ihwal realitas kehidupan menyerupai para filsuf.
Hak dan kewajiban setiap lapisan masyarakat ini berbeda sesuai dengan fungsinya. Pandangan Plato bercorak idealisme yaitu hakikat kenyataan itu yakni ide atau roh. Golongan yang bisa melihat kenyataan yang bersifat idealistik itu yakni kaum filsuf.
Pemikiran insan ihwal keadilan semakin terang saat Aristoteles (384-322 SM) menyebut insan sebagai Zoon Politicon, yaitu insan sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Hubungan individu dengan orang lain akan menjadikan hak dan kewajiban. Problem hak dan kewajiban itu menumbuhkan pemikiran ihwal keadilan. Suatu perbuatan dikatakan adil manakala seseorang memperlihatkan sesuatu yang seharusnya menjadi hak orang lain. Dengan kata lain adil itu merupakan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Bagi Aristoteles keadilan itu dibedakan menjadi tiga macam, yaitu keadilan komutatif, distributif, dan keadilan legal. Keadilan komutatif diberikan seseorang kepada orang lain, keadilan distributif yakni keadilan yang diberikan negara kepada rakyat, dan keadilan legal yakni keadilan yang diberikan aturan kepada seseorang.

5.3  Pemikiran HAM pada Abad Pertengahan
Pemikiran HAM era pertengahan diwarnai dengan teologi. Seluruh kehidupan manusia, termasuk pemikiran semua diarahkan untuk mendukung teologi. Tidak ada kebebasan berpikir dalam mempelajari sesuatu di luar teologi. Termasuk di dalamnya aliran HAM, seluruhnya juga bercorak teologis. Bahkan, sanggup dikatakan tidak ada HAM kecuali teologi. Abad pertengahan sering disebut era kegelapan bagi masyarakat Barat di Eropa. Filsafat teologi diajarkan dan dikembangkan oleh pemuka agama baik di gereja (Patristik) maupun di sekolah (Skolastik).
Pemikiran era pertengahan mengalami puncaknya pada Thomas Aquinas (1225-1274). HAM dalam pemikrian Thomas Aquinas harus dipahami dalam kerangka berpikirnya ihwal manusia. Pertama, insan sebagai penggalan alam yang tidak hanya berinteraksi dengan sesamanya tetapi juga selalu bergantung dan membutuhkan alam baik tumbuhan, hewan, tanah, air, udara, aneka mineral dan tambang, dan lain sebagainya. Kedua, insan bertindak sesuai dengan inteligensinya alasannya yakni ia sebagai makhluk berpikir. Ketiga, insan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat sebagai makhluk ciptaan Tuhan (Ismatullah dan Gatara, 2007). Menurut Thomas Aquinas, insan mempunyai hak asasi semata-mata sebagai anugerah Tuhan bukan hasil pemikirannya. Hak asasi tersebut diabdikan kepada Tuhan sehingga saat insan berinteraksi dengan yang lain semata-mata sebagai dedikasi kepadaNya. Manusia dan segala sesuatu yang diciptakan yakni mengambil penggalan (berpartisipasi) dalam adanya Tuhan. Rasio memang bisa mengenal Tuhan melalui hasil ciptaan-ciptaan Tuhan. Manusia mempunyai materi (jasmani) dan bentuk (rohani). Hak asasi tampak saat insan melaksanakan aktivitas-aktivitas yang melebihi acara jasmani, yaitu berpikir dan berkehendak.
Manusia mempunyai kebebasan di bawah kebebasan Tuhan. Artinya, kebebasan itu tidak boleh melanggar aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Pelanggaran atas aturan Tuhan itu dikenai hukuman hukuman oleh Tuhan melalui gereja. Kekuasaan gereja sangat besar lengan berkuasa sehingga kebebasan insan sebatas diperbolehkan gereja pada waktu itu.

5.4  Pemikiran HAM pada Abad Modern
Abad modern dimulai awal pada era 11. Abad ini ditandai dengan beberapa hal. Pertama, terjadi perubahan besar pada paradigma berpikir manusia. Penyelesaian problem kehidupan dengan pemikiran teologis sebagaimana pada era tengah tidak memuaskan manusia. Manusia kemudian beralih pada kekuatan sendiri yaitu logika atau rasio. Gerakan untuk kembali pada kekuatan berpikir sebagaimana pada kebudayaan Yunani disebut sebagai Renaissance. Kata Renaissance berarti kelahiran kembali (Hadiwijono, 1988). Gerakan ini mendambakan kelahiran kembali insan yang bebas dengan seluruh kekuatan berpikirnya.
Kedua, era modern ditandai dengan munculnya aliran humanisme yang mengajarkan kebebasan insan dengan kekuatan berpikirnya. Humanisme yakni gerakan intelektual dan budaya yang dihubungkan dengan kelahiran kembali pembelajaran klasik di dalam renaissance (Thomas Mautner, 1995).
Ketiga, dalam bidang ilmu pengetahuan ditandai dengan penggunaan observasi dan eksperimentasi untuk penyelidikan ilmiah. Akibatnya muncul banyak temuan ilmiah dan spesialisasi ilmu pengetahuan. Perubahan pemikiran dari geosentrisme menjadi heliosentrisme dan karenanya menjadi antroposentrisme. Artinya semula yang menjadi sentra semesta alam itu yakni bumi, berkembang menjadi matahari yang menjadi sentra galaksi, dan karenanya berubah kembali kepada insan yang menjadi sentra semesta alam. Sebagai sentra semesta alam, maka segala sesuatu di semesta ini tidak ada artinya bila tidak dihubungkan dengan kepentingan manusia. Misalnya Kopernikus menemukan bahwa yang menjadi sentra alam semesta itu yakni matahari sedangkan bumi berputar pada porosnya bersama bulan mengitari matahari. Temuan ini hanya sanggup dilakukan melalui teleskop dan hasilnya bertentangan dengan dogma gereja sehingga ia dieksekusi mati. Pendekatan deduktif dalam berpikir kemudian ditinggalkan dan berkembang menjadi pendekatan induktif. Berbagai temuan gres melahirkan cabang ilmu baru. Spesialisasi ilmu menjadi perkembangan lanjut dari temuan gres sehingga filsafat yang semula meninggalkan agama, pada gilirannya ditinggalkan oleh ilmu-ilmu gres tersebut.
Keempat, dalam bidang sosial lahirlah paham yang lebih menekankan pada kemampuan individu sehingga disebut individualisme. Paham ini mengajarkan bahwa pada hakikatnya insan itu sebagai individu mempunyai hak dan kebebasan dalam segala bidang. Artinya semua hal diorientasikan kepada individu.
Kelima, era modern juga ditandai dengan adanya aufklarung yaitu pencerahan artinya pemikiran insan mengalami puncaknya yang cerah saat seluruh orientasi hidup itu diarahkan kepada insan sebagai individu. Semboyannya yakni hendaknya Anda berani berpikir sendiri. Kemampuan berpikir sendiri itu kemudian dipandang sebagai kekuatan insan untuk melihat masa depan, sapere aude. Tokoh aufklarung yakni Imanuel Kant yang mengajarkan bahwa kekuatan berpikir rasional menjadi satu-satunya modal untuk mempertahankan dan berbagi kehidupan.

1.      Inggris
Pemikiran HAM di Inggris lebih banyak dipengaruhi oleh aliran empirisme. Ajaran empirisme mengikuti jejak Francis Bacon pada era 17 yang memulai memakai pendekatan induktif melalui pengamatan dan eksperimentasi di dalam memperoleh pengetahuan. Menurut empirisme, pengetahuan itu hanya sanggup dibuat melalui pengalaman sebagai sumbernya. Oleh alasannya yakni itu pemikiran HAM di Inggris dipengaruhi oleh: (a) budpekerti dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, (b) menghormati kekuasaan kerajaan (raja).
Thomas Hobbes (1588-1679) mengajarkan bahwa semua insan itu mempunyai sifat yang sama. Dalam keadaan alamiah, tiap insan ingin mempertahankan kebebasannya dan kebebasan orang lain. Manusia dipandang sebagai homo homini lupus yaitu naluri insan itu bagaikan serigala untuk selalu ingin mempertahankan dirinya sendiri, bersaing, dan saling menerkam sesamanya. Konflik dan pertikaian akan muncul manakala insan mengikuti nalurinya itu. Menurut pengalaman, supaya tidak terjadi pertengkaran dan peperangan, insan harus mengikuti logika sehat yaitu melepaskan hak untuk bebas berbuat sekehendak sendiri dengan bersatu melalui perjanjian sosial (du contract social). Perjanjian itu bukan dibuat antara penguasa dan warga negara tetapi dibuat sendiri oleh warga negara tersebut. Mereka bersepakat untuk menciptakan perjanjian membentuk penguasa atau pemerintah. Setelah pemerintahan terbentuk maka hak-hak warga negara menjadi hilang dan warga negara tidak sanggup memberontak. Orang banyak yang dipersatukan dalam perjanjian sosial itu disebut commonwealth. Di dalam commonwealth yang diutamakan yakni perdamaian dan keamanan seluruh warga negara. Kewajiban pemerintah yakni mengusahakan perdamaian dan proteksi warga negara sehingga merasa aman. Menurut Hobbes, kekuasaan pemerintahan itu ada pada raja dan gereja. Warga negara tinggal menaati kekuasaan raja dan berbakti pada Tuhan. Hak asasi insan dipahami dalam kekerabatan antara warga negara dan pemerintah yang diatur dalam aturan perjanjian dan aturan Tuhan (agama).
Tokoh lain dari empirisme Inggris yakni John Locke (1632-1704). Ajarannya tidak jauh berbeda dengan Thomas Hobbes. Menurutnya, pengalaman menjadi sumber pengetahuan. Suatu perbuatan dikatakan etis apabila: (a) menaati perintah Tuhan, (b) menaati undang-undang supaya dikatakan tidak salah, (c) sesuai dengan pendapat umum ihwal kebajikan. Bagi Locke, negara tidak boleh mencampuri agama. Negara tidak boleh meniadakan agama. Warga negara bebas menganut kebebasan beragama. Hak negara hanya menghancurkan teori-teori atau aliran yang membahayakan keberadaan negara. Supaya negara tidak sewenang-wenang, maka kekuasaannya dipisahkan menjadi: (a) legislatif yaitu kekuasaan menciptakan undang-undang, (b) direktur yaitu kekuasaan untuk melaksanakan pemerintahan negara, (c) federatif yaitu kekuasaan untuk memilih perang dan damai. Ketiga kekuasaan tersebut tidak boleh mencampuri satu dengan lainnya. Hak asasi insan diatur sesuai dengan ketiga jenis kekuasaan tersebut.
Pemikiran Locke kemudian dilanjutkan oleh J.J. Rousseau yang memandang insan itu sebagai makhluk alamiah. Hukum alam berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam keadaan alamiah itu insan mempunyai kebebasan, hak hidup, dan hak milik. Hidup seseorang tergantung pada proteksi undang-undang sebagai kehendak umum. Undang-undang mengatur bahwa masyarakat mempunyai kehendak umum melalui bunyi terbanyak. Ketentuan bunyi terbanyak itu diatur di dalam perjanjian masyarakat (contract social). Di dalam perjanjian itu orang menyerahkan hak-haknya kepada masyarakat. Mereka tunduk pada pemerintahan yang adil. Kekuasaan untuk memutuskan undang-undang di dalam negara dibuat melalui perjanjian antara penguasa dan rakyat. Perjanjian masyarakat sebagai kehendak umum itu melindungi semoga hak-hak individu tidak dilanggar individu lainnya.
Pemikiran beberapa tokoh tersebut di atas, memperlihatkan pandangan gres untuk memperjuangkan HAM di Inggris. Menurut Magna Charta (Al Hakim, 2002) kekuasaan Raja (John Lackland) harus dibatasi. Hak asasi insan lebih penting daripada kekuasaan Raja. Tidak seorang pun warga negara Inggris yang merdeka sanggup ditahan, dirampas harta kekayaannya, diperkosa, diasingkan, disiksa, atau dengan cara apapun diperkosa hak-haknya kecuali dengan pertimbangan hukum. HAM dan aturan yang membatasi kekuasaan Raja semoga tidak melaksanakan kesewenang-wenangan.
Pada tahun 1629 masyarakat mengajukan Petition of Right (petisi hak asasi manusia) yang berisi ihwal pajak yang dipungut kerajaan harus menerima persetujuan DPR Inggris. Selain itu, tidak seorang pun sanggup ditangkap tanpa tuduhan dan bukti-bukti yang sah.
Pada tahun 1679 dibuatlah suatu ketentuan di dalam Habeas Corpus Act yang menyatakan bahwa penangkapan terhadap seseorang hanya sanggup dilakukan apabila disertai dengan surat-surat yang lengkap dan sah. Ketentuan ini disusul aturan gres yaitu pada tahun 1689 dibuat Bill of Right yang menyatakan bahwa pemungutan pajak harus menerima persetujuan DPR dan DPR sanggup mengubah keputusan Raja. Berbagai ketentuan HAM dan aturan tersebut bertujuan untuk membatasi kekuasaan Raja semoga tidak absolut dan melindungi warga negara sebagai manusia.

2.      Amerika
Bangsa Amerika berasal dari kaum imigran aneka macam negara Eropa, Asia, Afrika, dan Australia. Kaum imigran tersebut semula berpikir secara sempit untuk kepentingannya sendiri. Mereka mempunyai kebiasaan dan pengalaman sendiri yang dibawa dari negaranya. Sebelum merdeka, masyarakat kolonial Inggris dari aneka macam belahan bumi dibawa ke Amerika untuk bekerja dan mengabdi kepada pemerintah kerajaan Inggris Raya. Keanekaragaman bangsa Amerika tersebut sebagai potensi negara harus diterima dan diberdayakan demi kejayaan Amerika. Ketika Amerika masih di bawah pemerintahan kolonial Inggris, masyarakat diperlakukan secara tidak adil.
Pada tahun 1776 bangsa Amerika menyatakan kemerdekaan dari pemerintahan kerajaan Inggris melalui Declaration of Independence. Rakyat Amerika yang bersifat heterogen harus sanggup hidup berdampingan secara damai. Hak-hak asasi masyarakat harus dijamin dan dilindungi tanpa pengecualian. Untuk itu disusun suatu Undang-Undang Dasar yang mendapatkan aspirasi seluruh rakyat. Di dalam deklarasi kemerdekaan tersebut dinyatakan bahwa insan dikaruniai Tuhan hak hidup, merdeka, dan mengejar kebahagiaan. Simbol HAM dan demokrasi itu diujudkan dengan patung liberty.
Ketika sedang berkecamuk perang dunia ke II, Presiden Franklin Delano Roosevelt di hadapan konggres Amerika (1941) menyatakan ada empat kemerdekaan yaitu: (a) freedom of speech (kebebasan berbicara dan berpendapat), (b) freedom of Religon ( kebebasan beragama), (c) freedom from fear (bebas dari rasa takut) dan (d) freedom from want (bebas dari kemiskinan).

3.      Prancis
Pemikiran yang berkembang di Prancis lebih banyak bercorak rasionalisme. Artinya rasio dijadikan sumber dan ukuran untuk memilih kebenaran. Dengan metode keraguan metodis, Rene Descates sebagai bapak rasionalisme modern menyatakan bahwa semua hal sanggup diragukan kecuali saya yang sedang berpikir. Katanya, cogito ergo sum artinya saya berpikir maka saya ada. Keberadaanku ditentukan oleh cara berpikirku. Menurutnya hak asasi insan terletak pada kebebasan untuk berpikir dan berkehendak. Kebebasan yakni ciri khas kesadaran yang berpikir. Kebebasan insan mengambil penggalan dari kebebasan Tuhan artinya dalam menjalankan kebebasan, insan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Perjuangan rakyat Prancis berhasil dalam meraih hak-hak asasi yang dirampas oleh penguasa raja dimulai saat mereka berhasil membatasi kekuasaan melalui revolusi Prancis. Ditandai dengan hancurnya penjara Bastille sebagai simbol penindasan hak asasi manusia, rakyat Prancis mengumandangkan liberty, equality, dan legality. Semua orang mempunyai hak untuk merdeka atau bebas, perlakuan yang sama dan adil serta proteksi hukum.
Rasionalisme tumbuh subur di Prancis dan dikembangkan lebih lanjut oleh Auguste Comte. Menurutnya masyarakat itu berkembang melalui tiga tahap:
a.      tahap teologis dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh kepercayaan pada kekuatan adi kodrati,
b.      tahap metafisis dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh kekuatan berpikir rasional, dan
c.  tahap positif dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh ilmu pengetahuan  dan teknologi.
Hak asasi insan berkembang dan dipahami sesuai dengan perkembangan rasional positif, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Pada tahap positif, masyarakat modern memahami hak asasi secara ilmiah. Hak asasi diletakkan dalam perkembangan ipteks. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi menciptakan arus informasi semakin cepat diterima masyarakat sehingga tumbuh kesadaran akan hak-haknya sebagai manusia.
Perhatian HAM di Prancis memperoleh pandangan gres dari revolusi kemerdekaan Amerika. Perjuangan bangsa Prancis dalam mewujudkan HAM secara rasional ditandai dengan dirobohkannya penjara Bastille. Robohnya penjara tersebut sebagai tonggak hancurnya kekuasaan yang represif dan melanggar HAM. Revolusi Prancis (1789) dimulai dengan dideklarasikan Declaration des droits de`lHomme et du Citoyen (deklarasi ihwal hak asasi insan dan penduduk). Deklarasi tersebut berisi ihwal pernyataan bahwa insan itu dilahirkan dalam keadaan bebas dan
mempunyai kedudukan yang sama. Kemerdekaan yang dimaksudkan dalam deklarasi tersebut yakni semua orang boleh bertindak sesukanya asal tidak merugikan orang lain. Sejak itu, Prancis merayakan kemerdekaan sebagai negara modern dengan semboyan liberty (kemerdekaan), equality (persamaan), dan egality (persaudaraan).

4.      Afrika Selatan
Perhatian HAM di aneka macam negara Afrika makin menggembirakan. Berbagai gerakan sosial dan forum pendidikan mengimplementasikan HAM di aneka macam bidang kehidupan. Implementasi HAM tersebut dalam bentuk action plan dan mengintegrasikan HAM ke dalam pendidikan yang dikendalikan oleh Menteri Pendidikan dan Menteri Sosial. Di negara Cameroon misalnya, di bawah perbantuan OHCHR, pemerintah sudah mengintegrasikan HAM ke dalam pendidikan. An overall national action plan for human rights is currently being developed with the assistance of OHCHR. The Government is favourable for the integration of a national plan for human rights education and information into the overall national action plan for human rights (Office of The Prime Ministry, 1999).
Pelaksanaan HAM di Afrika Selatan sangat cepat semenjak politik apparthide dihapus dan pemerintahan dipegang oleh Nelson Mandela. Presiden kulit gelap pertama yang pernah dipenjara selama 25 tahun ini menjadi simbol keberhasilan usaha HAM di Afrika Selatan. Politik apparthide yang sangat diskriminatif digantikan dengan kebebasan, keadilan, kesetaraan menjadi titik tolak kehidupan HAM semakin baik. Warga kulit putih yang hanya 5 juta tidak lagi mendominasi kehidupan berbangsa penduduk 60 juta lebih yang berwarna kulit hitam.

5.      Malaysia
Negara Malaysia mempunyai dasar negara yang menyerupai dengan Indonesia. Kehidupan berbangsa dan bernegara di Malaysia didasarkan lima prinsip dasar yang disebut dengan Rukun Negara. Kelima prinsip tersebut diintegrasikan ke dalam seluruh aneka macam bidang kehidupan. Secara rinci rukun negara tersebut sanggup dikemukakan sebagai berikut. Bahwasanya negara kita, Malaysia mendukung keinginan hendak mencapai perpaduan yang lebih erat di kalangan seluruh masyarakatnya, memelihara cara hidup yang lebih demokratis, mencipta masyarakat yang lebih adil dimana kemakmuran negara akan sanggup dinikmati bersama secara adil dan saksama, menjamin satu cara yang lebih liberal terhadap tradisi-tradisi kebudayaannya yang kaya dan berbagai-bagai corak, membina satu masyarakat yang lebih progresif akan memakai sains dan teknologi modern. Maka kami rakyat Malaysia berikrar akan penumpukan seluruh tenaga dan usaha kami untuk mencapai keinginan tersebut berdasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
Kepercayaan kepada Tuhan
Kesetiaan Kepada Raja dan Negara
Keluhuran Perlembagaan
Kedaulatan Undang-Undang
Kesopanan dan Kesusilaan (Pusat Pengembangan Kurikulum  Kementrian Malaysia (tanpa tahun)


Berdasarkan rukun negara tersebut sanggup diketahui bahwa HAM di Malaysia sudah diletakkan ke dalam dasar negaranya. HAM tersebut yakni hak berdemokrasi, kebebasan, keadilan, hak kelangsungan hidup kebudayaan tradisional, menghormati keanekaragaman, hak untuk memakai manfaat sains dan teknologi.
Berdasarkan rukun negara tersebut dikembangkan filsafat pendidikan nasional, dalam bentuk filsafat pendidikan kebangsaan. “Pendidikan Malaysia yakni suatu usaha berterusan ke arah lebih memperkembangkan potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk melahirkan insan yang seimbang dan serasi dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani, berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Usaha ini yakni bertujuan untuk melahirkan warga negara Malaysia yang pandai pengetahuan, berketerampilan, berakhlak mulia, bertanggung jawab, berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memperlihatkan sumbangan terhadap keharmonisan dan kemakmuran keluarga, masyarakat dan negara.
Pendidikan HAM untuk Sekolah di Malaysia dilaksanakan secara terpadu. Keterpaduan tersebut berupa pendidikan nilai yang berkaitan dengan diri, keluarga, masyarakat dan negara. Nilai-nilai HAM diberikan dalam pendidikan di keluarga berupa kasih sayang, hormat antaranggota keluarga dan tanggung jawab keluarga. Pendidikan nilai HAM dalam hubungannya dengan masyarakat berupa: tanggung jawab dan toleransi terhadap masyarakat, semangat bermasyarakat, serta peka terhadap isu- gosip sosial. Di samping itu dikembangkan pula nilai kepekaan terhadap alam sekitar. Nilai tersebut yakni kebersihan dan keindahan sekitar, mengasihi alam sekitar, serta peka terhadap gosip alam sekitar. Nilai kenegaraan yang dikembangkan pada diri penerima didik yakni hormat dan setia kepada pemimpin raja dan negara, patuh kepada peraturan dan undang-undang, cinta akan negara, keamanan dan keharmonisan.
Kemajuan ekonomi yang sangat pesat, menarik minat warga negara aneh untuk tiba bekerja ke Malaysia. Para tenaga kerja tersebut banyak yang tiba dari Philipina, Bangladesh, Indonesia, dan negara Asia Tenggara lainnya. Malaysia memperoleh tenaga kerja murah untuk menggerakkan industri dan sektor lainnya sehingga tenaga kerja aneh (expatriat ) dari tahun ke tahun makin banyak tiba ke negara tersebut. Dampak negatif dari tenaga kerja aneh tersebut juga meningkatkan angka kriminalitas di negara tersebut. Hal ini terjadi alasannya yakni budaya yang dibawa oleh para tenaga kerja aneh dari negaranya berbeda- beda. Interaksi budaya yang berbeda tidak sedikit menjadikan kontradiksi dan bahkan konflik kekerasan. Untuk menekan kriminalitas tersebut, Malaysia tahun 2007 merencanakan undang-undang tenaga kerja yang banyak ditentang oleh negara asal tenaga kerja asing. RUU tersebut dianggap melanggar HAM alasannya yakni memperlihatkan legalitas pada pemerintah untuk melaksanakan pembatasan terhadap tenaga kerja asing. Pembatasan tersebut antara lain yakni seluruh buruh migran akan ditampung dalam satu daerah industri yang diawasi selama 24 jam oleh polisi setempat. Mobilitas buruh juga sangat dibatasi dan dihentikan memasuki perkotaan (Jawa Pos, 2007: 27 Maret: hal 3).
Dari kasus tenaga kerja tersebut sanggup diketahui bahwa problem HAM itu akan berafiliasi dengan pergaulan antarbangsa. Pendidikan HAM yang memperlihatkan bekal pada warga negara akan bertemu dengan HAM yang dianut oleh negara lain. Pergaulan internasional yang terbuka dalam pelanggaran HAM akan melahirkan
kebijakan negara untuk melaksanakan proteksi pada warga negaranya sendiri demi kepentingan nasional.



Latihan

Untuk melatih penguasaan materi yang telah Anda pelajari, silakan Anda jawab soal-soal latihan di bawah ini dengan benar dan tepat!


1.  Jelaskan perkembangan HAM pada era kuno?
2.  Mengapa perkembangan HAM pada era pertengahan bercorak teologis?
3.  Mengapa pemikiran HAM di Inggris bercorak empiris?
4.  Bagaimanakah  pemikiran HAM yang berkembang di Amerika Serikat?
5.  Bagaimanakah  pemikiran HAM di Malaysia?

Downlod versi PDF





Sumber http://dykaandrian.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mudul Ham 5 (Perkembangan Aliran Ham)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel