iklan

Makalah Landasan Psikologi Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Psikologi pendidikan yaitu studi perihal bagaimana manusia berguru dalam setting pendidikan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa berguru dan berkembang, sering fokus pada subkelompok ibarat bawah umur berbakat dan mereka tunduk pada cacat tertentu. Peneliti dan hebat teori yang cenderung diidentifikasi di Amerika Serikat dan Kanada sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di sekolah atau sekolah yang terkait dengan pengaturan yang diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Namun perbedaan ini tidak dibentuk di Inggris, di mana istilah generik untuk praktisi yaitu "psikolog pendidikan".

Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita sanggup melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Oleh lantaran itu kami menciptakan makalah ini untuk memperlihatkan pandangan perihal landasan psikologi pendidikan dan mencegah terjadinya beban psikologi pada penerima didik serta sanggup melaksanakan pendekatan secara baik antara pendidik dan penerima didik.

1.2  Rumusan masalah
Dari latar belakan diatas sanggup dirumuskan beberapa problem yang kami bahas. Diantaranya adalah:
1.       Bagaimana pendapat para hebat perihal  teori psikologi?
2.       Apakah arti psikologi pendidikan?
3.       Apa saja bentuk psikologi dalam pendidikan?
4.       Apa bantuan landasan psikologi pendidikan dalam proses belajar?
  
1.3   Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini yaitu untuk memahami perihal landasan psilokogi pendidikan. Tujuan khususnya antara lain:
1.       Memahami pendapat para hebat perihal teori psikologi.
2.       Mengetahui pengertian psikologi pendidikan.
3.       Mengetahui bentuk – bentuk  psikologi pendidikan.
4.       Mengetahui macam – macam bantuan landasan psikologi pendidikandalam proses belajar.
      
   
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori psikologi berdasarkan para ahli
1. Aliran psikologi tingkah laku

A.  Teori  Pengaitan dari Edward L. Thorndike
Berdasarkan hasil percobaannnya di Laboratorium yang memakai beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori berguru yang dikenal dengan teori “pengaitan” (connectionism). Teori tersebut menyatakan berguru pada binatang dan insan pada dasrnya berlangsung berdasarkan prinsip yang sam taitu, belajar merupakan insiden terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R)  yang diberikan  atas stimulus tersebut. (Orton, 1991:39; Resnick dan Ford, 1981:13).
Selanjutnya Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick dan Ford, 1981:13; Hudojo, 1991:15-16) mengemukakan bahwa, terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hkum-hukum berikut. (1) Hukum Kesiapan (law of readiness), (2) Hukum Latihan (law of exercise), (3) aturan Akibat (law of effect).
B. Teori Penguatan B.F. Skinner
Skinner membuatkan tori belajarnya juga dari hasil percobaan dengan memakai hewan. Dari percobaannya, Skinner menyimpulkan bahwa kita sanggup membentuk tingkah laris insan melalui pengaturan kondisi lingkungan (operant conditioning) dan penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila penyajiannya mengiringi suatu tingkah laris siswa yang cenderung sanggup meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laris itu, dalam hal ini berarti tingkah laris tersebut diperkuat.  Sedangkan penguatan negatif yaitu stimulus yang dihilangkan/dihapuskan Karena cenderung menguatkan tingkah laku.
C. Teori Hirarki Belajar dari Robert M. Gagne
Menurut Orton (1990:39), Gagne merupakan tokoh Behaviorism gaya gres (modern neobehaviourist). Dalam membuatkan teorinya, Gagne memperhatikan objek-objek dalam mempelajari matematika yang terdiri dari objek pribadi dan tidak langsung. Objek pribadi adalah: fakta, keterampilan, konsep dan prinsip, sedangkan objek tak pribadi adalah: transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin diri, dan bersikap positif terhadap matematika.
Gagne berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laris yang kegiatan belajarnya mengikuti suatu hirarki kemampuan yang sanggup diobservasi dan diukur. Oleh lantaran itu teori berguru yang dikemukakan oleh Gagne dikenal dengan “ teori hirarki belajar”
Gagne membagi berguru dalam delapan tipe secara berurtan, yaitu: berguru sinyal (isyarat), stimulus-respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah.Gagne beropini bahwa proses berguru pada setiap tipe berguru tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan yaitu tahap: pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali.
Untuk menerapkan teori hirarki berguru Gagne ini pada pembelajaran matematika perlu diterjemahkan secara operasional yaitu: (1) untuk mengajarkan suatu topic matematika guru perlu: (a) memperhatikan kemampuan prasyarat yang diharapkan untuk mempelajari topic tersebut, (b) menyusun dan mendaftar langkah-langkah kegiatan berguru serta membedakan karakteristik berguru yang tersusun secara hirarkis yang sanggup didemonstrasikan oleh penerima didik sehingga guru sanggup mengamati dan mengukurnya.  (2) guru sanggup menentukan tipe berguru tertentu yang dianggap sesuai untuk berguru topic matematika yang akan diajarkan.
Perkembangan kemampuan belajar  berdasarkan Gagne (McNeil,1977)
  1. Multideskriminasi, yaitu berguru membedakan stimuli yang mirip, contohnya karakter b dan d.
  2. Belajar konsep, yaitu berguru menciptakan respon sederhana, ibarat karakter hidup, hurup mati, dsb.
3.       Belajar Prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
2. Aliran psikologi kognitif
A. Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Piaget yaitu hebat psikologi Swiss yang latar belakang pendidikan formalnya yaitu falsafah dan biologi. Piaget  mengemukakan  Teori Perkembangan Intelektual (kognitif)
Menurut Piaget ada empat tingkat perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988, Nana Syaodih, 1988, dan Callahan, 1983):
1.    Periode Sensorimotor pada umur   0 – 2  tahun
2.    Periode Praoperasional pada umur  2 – 7 tahun
3.    Periode operasi kasatmata pada umur  7 – 11  tahun
4.    Periode operasi formal pada umur  11 – 15 tahun

B. Teori Belajar dari Jerome Bruner
Perkembangan mental anak berdasarkan Bruner (Toeti Soekamto, 1994) ada tiga tahap, yaitu:
1.Tahap Enaktif, anak melaksanakan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan
2. Tahap Ikonik, anak   memahami  dunia melalui  gambaran-gambaran  dan  visualisasi verbal.
3.Tahap simbolik,anak telah memilikigagasan ajaib yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan hasil observasi dan eksperimennya mengenai kegiatan belajar-mengajar matematika Bruner merumuskan empat teori umum perihal berguru matematika yaitu:
1. Teorema penyusunan (contruction theorem)
2. Teorema pelambangan (notation theorem)
3. Teorema pembedaan dan keaneka ragaman ( contrast and variation theorem)
4. Teorema pengaitan (connectivity  theorem)

Teori-teori Psikologi telah banyak membantu membentuk Landasan Pendidikan didalamnya anak sanggup berguru dengan efektif.  Landasan psikologis sangat penting lantaran insan mempunyai karakter yang berbeda-beda, sehinggap membutuhkan teori yang berbeda-beda untuk diaplikasikan dalam kasus-kasus pendidikan.  Mengingat dekatnya kekerabatan teori-teori tersebut dengan pendidikan, maka guru-guru modern patut mempelajarinya dan mengaplikasikannya dalam kelas.

2.2              Pengertian landasan psikologi pendidikan
Untuk memahami karakteristik penerima didik dalam masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan usia tua, psikologi pendidikan membuatkan dan menerapkan teori-teori pembangunan manusia. Sering digambarkan sebagai tahap di mana orang lulus ketika jatuh tempo, teori-teori perkembangan menggambarkan perubahan kemampuan mental (kognisi), kiprah sosial, budi sehat moral, dan keyakinan perihal hakikat pengetahuan.
            Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa yaitu ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri yaitu roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang sanggup dipengaruhi olaeh alam sekitar. Jiwa insan berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas banyak sekali informasi perihal kehidupan insan pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi insan pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi insan sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
  
2.3 Bentuk psikologis pendidikan
A. Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan perihal perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud yaitu (Nana Syaodih, 1989).
1.    Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2.    Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu mempunyai kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini kemudian orang-orang menciptakan kelompok–kelompok. Anak-anak yang mempunyai kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
3.    Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, sanggup saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan yaitu pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan meliputi segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, contohnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan berdasarkan Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2)Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya gres ibarat  hidup insan primitif.
3)Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4)Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai berguru berbudaya.
B. Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) berguru yaitu perubahan sikap yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, imbas obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta bisa mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu perjuangan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laris secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa berguru merupakan suatu perjuangan untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapat perubahan tingkah laris Kedua, perubahan tingkah laris yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian berguru di atas, maka kegiatan dan perjuangan untuk mencapai perubahan tingkah laris itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang  sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, berguru pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu  proses belajar dan hasil belajar.
Para hebat psikologi cenderung untuk memakai pola-pola  tingkah laris insan sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip berguru ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
1.    Teori berguru klasik masih tetap sanggup dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa digunakan dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2.    Teori berguru behaviorisme bermanfaat dalam membuatkan perilaku-perilaku nyata, ibarat rajin, mendapat skor tinggi, tidak laga dan sebagainya.
3.    Teori-teori berguru kognisi mempunyai kegunaan dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan problem dan untuk membuatkan ilham (Pidarta, 2007:218).

C. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial yaitu psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan  ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari imbas masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1.    Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar perihal orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang ibarat dengan orang itu, terutama perihal kepribadiannya.
2.    Perilaku orang itu. Ketika melihat sikap orang itu sehabis berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3.    Latar belakang situasi. Kedua data di atas  kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama perihal orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memperlihatkan kemauan dan semangat berguru anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, alasannya yaitu tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi bawah umur supaya muncul, sehingga mereka dengan bahagia hati berguru di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi berguru adalah.
1.    Minat dan kebutuhan individu.
2.    Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3.    Harapan sukses.

2.4  Kontribusi psikologi pendidikan dalam proses belajar
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek sikap dalam konteks berguru mengajar. Terlepas dari banyak sekali aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada pada dasarnya kajian psikologis ini memperlihatkan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan sanggup berjalan dengan tidak mengabaikan aspek sikap dan kepribadian penerima didik.
 Secara psikologis, insan merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristikindividulainnya.
               Kurikulum pendidikan seyogyanya bisa menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk sanggup berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metodepenyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia ketika ini, kurikulum yang dikembangkan ketika ini yaitu kurikulum berbasis kompetensi, yang pada pada dasarnya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melaksanakan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek: (1) kemampuan siswa melaksanakan sesuatu dalam banyak sekali konteks; (2) pengalaman berguru siswa; (3) hasil berguru (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa

2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan banyak sekali teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, ibarat : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memperlihatkan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
              Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1)      Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
2)      Tujuan itu harus timbul dari atau bekerjasama dengan kebutuhan hidupnya dan bukan lantaran dipaksakan oleh orang lain.
3)      Orang itu harus bersedia mengalami majemuk kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4)      Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
5)      Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
6)      Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7)      Seseorang berguru sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
8)      Seseorang memerlukan pemberian dan bimbingan dari orang lain.
9)      Untuk berguru diharapkan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
10)   Disamping mengejar tujuan berguru yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
11)   Belajar lebih berhasil, apabila perjuangan itu memberi sukses yang menyenangkan.
12)   Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13)   Belajar hanya mungkin bila ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita sanggup memahami perkembangan sikap apa saja yang diperoleh penerima didik sehabis mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memperlihatkan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap penerima didik, terutama sehabis dikembangkannya banyak sekali tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, talenta maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang ketika ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, ibarat Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
              Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, mempunyai arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya sanggup dicapai perkembangan individu yang optimal.
              Oleh lantaran itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan kiprah profesionalnya.
             Keadaan anak yang tadinya belum remaja sampai menjadi remaja berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan perjuangan atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan.
Perubahan tersebut yaitu merupakan tanda-tanda yang timbul secara psikologis. Di dalam kekerabatan inilah kiranya pendidik harus bisa memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
               Dengan demikian, psikologi yaitu salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan yaitu manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas, sanggup disimpulkan bahwa, landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas banyak sekali informasi perihal kehidupan insan pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi insan pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi insan sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Bentuk-bentuk landasan psikologi pendidikan mencakup, Psikologis Perkembangan,belajar, sosial. Dalam perkembangannya landasan psikologis pendidikan mempunyai per anan sebagai  perkembangan kurikulum dalam sistem pembelajaran dan penilaian.

3.2 Saran
            Saran yang sanggup kami berikan kepada pembaca yaitu sebagai berikut:
1.    Pendidik diwajibkan menerapkan nilai-nilai landasan psikologis pendidikan dalam proses berguru mengajar.
2.    Pendidik lebih memperhatikan landasan psikologi pendidikan yang sesuai dengan penerima didik.
Dengan begitu maka perkempangan penerima didik diharapkan berkembang secara optimal dan mengarah ke arah yang ditujukan.

Daftar pustaka
Sudrajat, A. 2002. Kontribusi Psikologi Pendidikan, (online), (file:///H:/Kontribusi%C2%A0Psikologi%C2%A0terhadap%C2%A0Pendidikan%20_%20AKHMAD%20SUDRAJAT%20%20TENTANG%20PENDIDIKAN.html) diakses 18 Oktober 2011.
Wikipedia. (file:///H:/beberapa-landasan-pendidikan.xhtml.html) diakses 18 Oktober 2011.
Lela, AB. 2001. Landasan Psikologi. (online). (file:///H:/TUGAS%205%20%20BAB%206.%20LANDASAN%20PSIKOLOGI%20%C2%AB%20Lela68%E2%80%B2s%20Blog.html) diakses 17 Oktober 2011.

Sumber http://dykaandrian.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makalah Landasan Psikologi Pendidikan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel