Evaluasi, Penilaian, Dan Pengukuran Dalam Paradigma Pendidikan*
PENDAHULUAN
Banyak dari kalangan pendidik yang masih awam terhadap beberapa istilah evaluasi, penilaian, dan pengukuran, bahkanmasih sulit untuk mendefinisikan dan membedakandari istilah-istilah tersebut.Namun, hakikatnya setiap kali seorang guru mengajar di kelas dalam satu kali pertemuan tersebut, guru telah melaksanakan proses evaluasi, penilaian, dan pengukuran dengan tes sebagai instrumennya. Berikut ini pemaparan istilah evaluasi, penilaian, dan pengukuran dalam paradigma pendidikan.
EVALUASI
Menurut Gronlund (1976) Evaluasi yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah evaluation adalah suatu proses yang sistematis untuk memilih atau menciptakan keputusan, hingga sejauh mana tujuan acara telah tercapai. Pendapat yang dikemukakan oleh Tyler (dalam Mardapi, 2007), penilaian yaitu proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Evaluasi berdasarkan Griffin & Nix (dalam Mardapi, 2007) juga diartikan sebagai judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Masih banyak lagi definisi wacana evaluasi, namun semuanya selalu memuat wacana problem isu wacana pelaksanaan dan keberhasilan suatu acara yang selanjutnya dipakai untuk memilih kebijakkan berikutnya.
Fokus penilaian dalam konteks ini yaitu individu, yaitu prestasi berguru yang dicapai kelompok siswa atau kelas. Sudut pandang ini melihat bahwa penilaian merupakan suatu proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Beberapa hal yang sanggup dijadikan sebagai objek penilaian dalam konteks ini yaitu prestasi belajar, sikap, perilaku, motivasi diri, minat, dan tanggung jawab.
Kirkpatrick (Mansyur, Harun, &Suratno, 2009) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan atau perubahan sikap, sanggup dipakai tes tertulis sebagai alat ukurnya.
PENILAIAN
Penilaianbeberapa definisi yang ada adalahmemberipenekananpadausaha yang dilakukanoleh guru maupun peserta didik untuk memperoleh isu yang berkaitan dengan pembelajaran yang mereka lakukan. Informasi tersebut sanggup dijadikan sebagai umpan balik bagi mereka, untuk melaksanakan perubahan kegiatan berguru mengajar yang lebih baik dari sebelumnya. Guru dan akseptor didik dalam konteks ini mempunyai tanggung jawab yang seimbang dalam proses pengumpulan informasi. Oleh lantaran itu, antara guru dan akseptor didik harus menjalin kemitraan yang harmonis, sehingga perjuangan yang dilakukan oleh mereka menawarkan isu yang akurat, seimbang, dan sesuai dengan keadaan nyata dari kedua belah pihak.
Di tinjau dari sisi tujuan, maka penilaian yang dilakukan dalam konteks pendidikan, memiliki tujuan untuk: (1) membantu belajar peserta didik, (2) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik, (3) menilai efektivitas startegi pengajaran, (6) menyediakan data yang membantu dalam menciptakan keputusan, dan (7) komunikasi dan melibatkan orang tua peserta didik. Dalam konteks tujuan penilaian, tampak bahwa penilaian memegang peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh lantaran itu, sebelum melaksanakan penilaian seyogyanya harus dipahami terlebih dahulu tujuannya. Hal tersebut berkaitan dengan ketepatan dalam pemilihan metode penilaian untuk dipakai dalam suatu proses pembelajaran. Ketepatan dalam arti bahwa tujuan dengan objek yang dinilai harus mempunyai benang merah yang jelas, sehingga data atau informasi yang diperoleh akurat. Hal-hal yang perlu diperhatikan contohnya kesesuaian dengan muatan materi pembelajaran, waktu, praktis, sanggup dilaksanakan, dan menawarkan isu yang sesuai untuk dipakai dalam meningkatkan kualitas berguru akseptor didik.
Seperti telah diuraikan diaatas, penilaian meliputi semua cara yang digunakanuntukmenilaiunjukkerjaindividu. Penilaianberfokuspadaindividu, yaituhasilbelajar yang dicapai oleh individu. Proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti wacana pencapaian berguru akseptor didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalui tes saja, tetapi juga biasa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Penilaian memerlukan data yang baik mutunyasehingga perlu didukung oleh proses pengukuran yang baik.
Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan sanggup ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas berguru yang baik. Kualitas pembelajaran ini sanggup dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk memilih taktik mengajar yang baik dalam memotivasi pesertadidik untuk berguru yang lebih baik. Oleh lantaran itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diharapkan perbaikan system penilaian yang diterapkan.
PENGUKURAN
Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya berdasarkan hukum tertentu (Ebel & Frisbie, 1986: 14). Allen dan Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara sistemik untuk menyatakan keadaan individu (dalam Mardapi, 2000).Menurut pendapat Guilford (1954), pengukuranadalah proses penetapanangka-angkaterhadapsuatugejalamenurutaturantertentu. Dengan demikian, esensi dari pengukuran yaitu kuantifikasi atau keadaan individu berdasarkan aturan-aturan tertentu.
Pengukuran intinya merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan perjuangan untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Kemampuan seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan dengan angka.
Berdasarkan pandangantersebut, tampak bahwa semua kegiatan di dunia ini tidak lepas dari pengukuran. Keberhasilan suatu acara sanggup diketahui melalui suatu pengukuran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bisa lepas dari kegiatan pengukuran. Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam semua bidang selalu melibatkan kegiatan pengukuran, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Oleh lantaran itu, pengukuran memegang peranan penting, baik untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun untuk penyajian isu bagi pembuat kebijakkan.
Dalam permasalahan penilaian berguru meliputi alat ukur yang digunakan, cara menggambar, cara penilaian dan evaluasinya. Alat ukur yang dipakai bisa berupa tugas-tugas rumah, kuis, ulangan tengah semester dan tamat semester. Pada prinsipnya alat ukur yang dipakai harus mempunyai bukti kesahihan dan kehandalan.
Kesahihan alat ukur sanggup dilihat dari konstruk alat ukur, yaitu mengukur menyerupai yang direncanakan. Menurut teori pengukuran, subtansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek bahasa, kerapian goresan pena tidak diskor bila tujuan pengukuran yaitu untuk mengetahui kemampuan akseptor didik dalam bidang tertentu. Konstruksi alat ukur sanggup ditelaah pada aspek materi, teknik penulisan soal dan bahasa yang digunakan. Teman sejawat merupakan penelaah yang baik untuk memberi masukkan wacana kualitas alat ukur yang dipakai dalam tes.
Kesahihan alat ukur bisa dilihat dari kisi-kisi alat ukur. Kisi-kisi ini berisi wacana materi yang diajukan, bentuk soal, tingkat berpikir yang terlibat, bobot soal dan cara penskoran. Kisi-kisi yang baik yaitu yang mewakili materi ajar. Untuk itu pokok bahasan yanag diujikan dipilih berdasarkan kriteria: (1) pokok bahasan yang esensial, (2) mempunyai nilai aplikasi, (3) berkelanjutan, dan (4) dibutuhkan untuk mempelajari mata pelajaran lain. Hal lain yang penting yaitu lamanya waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal ujian. Ada yang beropini kisi-kisi ini sebaiknya disampaikan kepada akseptor didik.
Hasil pengukuran harus mempunyai kesalahan yang sekecil mungkin. Tingkat kesalahan ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur. Alat ukur yang baik memberi hasil yang konstan bila dipakai berulang-ulang, asalkan kemampuan yang diukur tidak berubah. Kesalahan pengukuran ada yang bersifat acak dan ada yang bersifat sistematik. Kesalahan acak disebabkan kondisi fisik dan mental yang diukur dan yang mengukur bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang yang selalu bervariasi dan variasinya diasumsikan acak. Hal ini untuk memudahkan dalam melaksanakan estimasi kemampuan seseorang.
Kesalahan yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya, yang diukur dan apa yang mengukur. Ada pendidik yang cenderung menciptakan soal tes terlalu mudan dan terlalu sulit, sehingga hasil pengukuran bisa under atau over estimate dari kemampuan yang sebenarnya. Setiap orang yang dites, termasuk akseptor didik, tentu mempunyai rasa kecemasan walau besarnya bervariasi. Apabila akseptor didik yang selalu mempunyai tingkat kecemasan tinggi ketika dites, risikonya cenderung under estimate dari kemampuan yang sebenarnya. Dalam melaksanakan pengukuran pendidik bisa menciptakan kesalahan yang sistemik. Kesalahan ini bisa terjadi pada dikala penskoran. Ada pendidik yang murah dan ada yang mahal. Bila murah dan mahal memberi skor ini berlaku pada semua akseptor didik, maka akan terjadi kesalahan yang sistemik. Tetapi berlaku pada akseptor didik tertentu maka akan terjadi bias dalam pengukuran.
KESIMPULAN
Evaluasi, penilaian, dan pengukuran merupakan kompenen yang saling terkait dan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan bersifar hirarki. Artinya kegiatan penilaian harus melibatkan ketiga kegiatan lainnya, yaitu penilaian, pengukuran dan tes (nontes). Ketika mulai menyusun dan melaksanakan tes atau non tes pada tastee, maka dikala itu pula kita memulai tahapan pengukuran, penilaian, dan evaluasi.Namun, hakikatnya setiap kali seorang guru mengajar di kelas dalam satu kali pertemuan tersebut, guru telah melaksanakan proses evaluasi, penilaian, dan pengukuran dengan tes sebagai instrumennya.
*). AGUSTINI, S.Pd, M.Pd.
0 Response to "Evaluasi, Penilaian, Dan Pengukuran Dalam Paradigma Pendidikan*"
Posting Komentar