Prospek Ipo Bank Bri Syariah
IPO Bank Rakyat Indonesia Syariah, atau Bank BRI Syariah (BRIS) yang merupakan anak perjuangan dari Bank BRI (BBRI), terbilang menarik perhatian banyak investor sebab dua hal: 1. Karena BBRI-nya, dan 2. Karena syariah-nya. Secara fundamental, BBRI semenjak dulu sudah bisa dinobatkan sebagai bank terbaik di Indonesia, sehingga sahamnya menjadi sajian wajib bagi banyak fund manager dan juga investor ritel. Namun bagi anda yang memegang rekening saham syariah, maka anda tidak bisa turut membeli saham bank konvensional menyerupai BBRI ini. Kaprikornus bagaimana kalau kita ambilnya BRIS saja? Tapi hey, apakah kinerja BRIS ini sama bagusnya dengan induknya?
Sebelum kita bahas mengenai BRIS itu sendiri, mari kita bahas dulu cara kerja bank syariah, dan apa bedanya dengan bank konvensional (selanjutnya disebut ‘bank’ saja). Singkatnya, bank syariah tidak mengenal sistem bunga (atau ‘riba’), melainkan bagi hasil. Jadi katakanlah perusahaan A meminjam dana ke bank untuk modal usaha. Maka, berbeda dengan bank yang tetap memperoleh bunga fix sekian persen bahkan meski perusahaan A tadi menderita rugi dalam menjalankan usahanya (dan kalau A tidak bisa membayar utangnya, maka asetnya bisa disita), bank syariah tidak akan memperoleh pecahan bagi hasil jikalau terjadi kerugian. Tapi sebaliknya, jikalau A untung besar berkat modal pemberian tadi, maka bank tetap dapetnya bunga fix tadi, sementara bank syariah akan mendapatkan pecahan bagi hasil yang lebih besar. However, jikalau bank syariah mendapatkan bagi hasil yang besar, maka mereka juga harus membayar bagi hasil yang lebih besar ke nasabah yang menyimpan dana di bank syariah tersebut. Kaprikornus kalau anda taruh deposito di BRI, dan bunganya 4% per tahun, maka ya sudah anda dapatnya 4% itu saja. Tapi jikalau anda menempatkan tabungan mudharabah (semacam deposito juga, tapi sistemnya bagi hasil) di BRI Syariah, maka keuntungan yang anda peroleh bisa lebih besar atau lebih kecil dari 4% tadi, atau tidak sanggup keuntungan sama sekali.
Hanya saja pada prakteknya, cara kerja bank syariah tidak jauh beda dengan bank. Contohnya, secara teori bank syariah tidak bisa menyita aset peminjam, tapi nyatanya penyitaan aset oleh bank syariah itu pernah juga terjadi. Kemudian, secara teori pula, bank tidak bisa rugi sebab kalau peminjam tidak bisa melunasi hutangnya, maka mereka tinggal menyita aset yang dijaminkan, kemudian dilelang. Namun, menyerupai halnya bank syariah, bank juga harus mencadangkan kerugian jikalau ada kredit macet, yang menyebabkan labanya turun, atau bahkan berbalik jadi rugi (baca lagi soal cadangan kerugian penurunan nilai, atau CKPN, di artikel ini).
Tapi ada satu perbedaan mendasar antara bank dan bank syariah: Bank bisa memperoleh banyak komplemen pendapatan diluar bunga, menyerupai provisi, komisi, fee based income, jasa valuta asing, jasa mediator perdagangan obligasi pemerintah, asset management, asuransi, sampai jasa pembiayaan/leasing. Dan beberapa pendapatan tersebut nyaris risk free. Contohnya, pendapatan provisi, dimana kalau anda mengajukan kredit Rp100 juta ke bank, maka selain bunga yang harus anda bayar kemudian, anda biasanya harus bayar provisi dimuka sebesar 1% dari nilai pinjaman, alias Rp1 juta. Kaprikornus kalau ternyata anda kemudian gak bisa membayar cicilan beserta bunganya, maka setidaknya pihak bank sudah mengamankan pendapatan yang Rp1 juta tadi.
Sedangkan bank syariah, atau setidaknya kalau pakai pola BRIS, pendapatannya hampir sepenuhnya berasal dari bagi hasil perjuangan saja. Sedangkan disisi lain beban CKPN BRIS terbilang besar, bahkan terus naik dari tahun ke tahun. Kalau di BBRI-nya itu sendiri, CKPN-nya juga besar, tapi tertutup oleh pendapatan diluar bunga, jadi alhasil keuntungan bersihnya tetap besar. Namun di BRIS, sebab pendapatan lain-lain diluar bagi hasilnya tidak cukup besar untuk menutup beban CKPN, maka jadilah labanya kecil. Perbandingan selengkapnya bisa dilihat di tabel berikut, sebelumnya catat bahwa pendapatan sampai keuntungan higienis BBRI sudah termasuk menghitung pendapatan dari unit perjuangan syariahnya/BRIS, dan pendapatan lain-lain bagi BBRI sudah termasuk unit perjuangan asuransinya (BRI Life). Angka dalam milyaran Rupiah.
Tahun (BBRI) | 2017 | 2016 | 2015 |
Pendapatan bunga | 100,080 | 91,358 | 85,434 |
Pendapatan lain-lain | 19,476 | 17,277 | 13,855 |
CKPN | (16,994) | (13,700) | (8,891) |
Laba bersih | 28,997 | 26,196 | 25,398 |
Margin Laba (%) | 29.0 | 28.7 | 29.7 |
Tahun (BRIS) | 2017 | 2016 | 2015 |
Pendapatan syariah | 2,817 | 2,634 | 2,425 |
Pendapatan lain-lain | 149 | 128 | 130 |
CKPN | (453) | (319) | (231) |
Laba bersih | 101 | 170 | 123 |
Margin Laba (%) | 3.6 | 6.5 | 5.1 |
Okay, perhatikan. Diatas terperinci tampak bahwa margin keuntungan BBRI jauh lebih besar dibanding BRIS, jadi mudah return on equity (ROE) BBRI juga lebih besar dibanding BRIS. Awalnya penulis berpikir, apa ini sebab perjuangan bank syariah memang kurang profitable dibanding perjuangan bank biasa? Tapi ternyata bukan, melainkan sebab itu tadi: BBRI punya banyak komplemen pendapatan diluar bunga, tapi untuk BRIS-nya sendiri, komplemen pendapatan diluar bagi hasilnya hanya sedikit. Jika BRIS hendak membukukan keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang, maka caranya: 1. Menekan CKPN-nya, 2. Mengembangkan usaha-usaha syariah lainnya diluar bagi hasil, contohnya asuransi syariah, pembiayaan syariah dll, biar pendapatannya jadi lebih besar. However, menekan CKPN ini sulit sebab tergantung kondisi makroekonomi (kalau ekonomi lagi kurang bagus, maka mau gak mau bakal banyak kredit macet). Sedangkan kalau dari rencana penggunaan dana hasil IPO-nya sendiri, dimana 80% akan digunakan untuk pembiayaan syariah menyerupai biasanya, maka penulis juga belum melihat ada rencana dari administrasi BRIS untuk mencari komplemen pendapatan diluar pendapatan bagi hasil menyerupai biasanya.
Kesimpulannya, kalau disuruh milih, maka penulis tetap ambil BBRI-nya saja. Dan meski BBRI kini sudah berstatus sebagai bank terbesar di Indonesia dari sisi aset (Rp1,126 trilyun per simpulan 2017), tapi dengan total aset Rp31 trilyun, maka BRIS masih berstatus bank kecil, yang masih perlu waktu untuk berkembang sampai alhasil bisa memperlihatkan donasi keuntungan yang signifikan bagi induknya.
Anyway, sekali lagi jikalau anda tidak bisa membeli saham BBRI sebab anda membuka rekening syariah di sekuritas, selain sebab valuasi BBRI dikala ini tidak bisa disebut murah juga, maka BRIS tetap boleh dipertimbangkan mengingat meski secara aset ia sangat kecil dibanding BBRI, tapi BRIS yaitu bank syariah terbesar ketiga di Indonesia sesudah Bank Muamalat, dan BNI Syariah, dan berpeluang untuk menjadi bank syariah terbesar jikalau manajemennya mau kerja keras (karena ingat, dulu juga BBRI lebih kecil dari Bank Mandiri dan Bank BCA, tapi kini sudah jadi yang terbesar). Sementara industri perbankan syariah itu sendiri, dengan hanya total aset Rp424 trilyun di tahun 2017, alias masih sangat kecil dibanding total aset bank konvensional yang Rp7,387 trilyun, maka industri ini berpeluang besar untuk tumbuh kencang di masa yang akan datang, mengingat Indonesia merupakan negara lebih banyak didominasi muslim.
Dan meski penulis sendiri bahu-membahu kurang suka membeli saham menurut ‘analisa prospek’ diatas (dalam value investing, kita hanya melihat track record kinerja perusahaan di masa lalu, bukan mencoba memprediksi bagaimana kinerja mereka di masa yang akan datang), namun valuasi BRIS juga terbilang atraktif. Jika harga perdananya ditetapkan di level 600, maka PBV BRIS tercatat 1.4 kali, yang meski tidak bisa disebut murah jikalau mempertimbangkan kinerja mendasar perusahaan, tapi relatif murah dibanding valuasi induknya, dan juga relatif murah jikalau mempertimbangkan nama besar ‘Bank BRI’. Kalau ada satu hal yang mengganjal yaitu fakta bahwa di tahun 2017 kemarin, keuntungan BRIS turun tidak mengecewakan dalam dibanding 2016 (sekali lagi, gara-gara CKPN-nya naik). Kaprikornus mungkin bisa juga kita tunggu dulu bagaimana kinerja perusahaan untuk Kuartal I 2018 ini. Kalau labanya naik lagi, go ahead!
PT Bank BRI Syariah, Tbk (BRIS)
Rating Kinerja pada tahun 2017: BBB
Rating saham pada 600: A
Untuk ahad depan kita akan bahas tema taktik ‘mengejar ketertinggalan kereta’: Bagaimana strateginya jikalau saham yang diincar sudah naik duluan sebelum kita sempat membelinya??
Buletin Analisis IHSG & stockpick saham bulanan edisi Mei 2018 akan terbit tanggal 1 Mei mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham pribadi dengan penulis via email untuk member.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Sumber http://teguhidx.blogspot.com
0 Response to "Prospek Ipo Bank Bri Syariah"
Posting Komentar