It’S Not About Which Stock You Buy, It’S About Patience
Pada tahun 1984, Warren Buffett (WB) memperlihatkan seminar di kampus Columbia University, Amerika Serikat, dimana disitu ia memaparkan kinerja dari tujuh fund manager penganut metode value investing, termasuk dirinya sendiri. Menariknya, salah satu fund manager tersebut yakni Rick Guerin, mencatatkan rata-rata return 32.9% per tahun antara tahun 1965 – 1983, atau jauh diatas kinerja fund manager lainnya, termasuk mengalahkan kinerja WB yang hanya 29.5% per tahun (antara tahun 1957 – 1969). Guerin bahkan pernah membukukan profit 180.1% di tahun 1967, ketika indeks S&P hanya naik 23.9% di tahun tersebut.
Melihat track record-nya yang luar biasa diatas, maka secara teori, seharusnya kini ini Guerin sudah menjadi seorang billionaire dan terkenal. Tapi berbeda dengan WB yang kemudian rutin nongol di daftar Majalah Forbes sebagai salah satu orang terkaya di dunia, Guerin justru menghilang. Kalau anda googling nama ‘Rick Guerin’, juga nyaris tidak ada warta apapun tentangnya. So what happen?
Kalau berdasarkan penuturan dari WB sendiri (karena memang, banyak yang bertanya kepadanya ihwal Guerin), berbeda dengan fund manager lainnya, Guerin menginginkan untuk cepat kaya dari investasinya di saham, dan alhasil ia memakai margin/utang untuk menambah ‘amunisi’ dana kelolaannya. Dalam kondisi pasar yang normal dimana S&P naik, penggunaan margin tersebut memang menyebabkan profit yang dihasilkan menjadi berlipat ganda. Tapi sebaliknya, ketika terjadi krisis atau market crash, maka kerugian yang terjadi juga berlipat ganda.
Jadi, yap, Guerin sempat sukses besar di tahun 1967 – 68 dengan membukukan profit diatas 100% per tahun selama dua tahun berturut-turut. Namun seluruh profit yang dihasilkan pada dua tahun tersebut, dan juga profit di tahun-tahun selanjutnya, nyaris tersapu habis ketika pada tahun 1973 – 74 terjadi market crash, dan Guerin membukukan rugi total 62% selama dua tahun tersebut. Problemnya, ketika anda menderita rugi dan aset anda turun dari katakanlah Rp100 juta menjadi hanya Rp50 juta pada tahun tertentu, alias rugi 50%, maka anda kedepannya harus profit bukan 50%, melainkan 100%, hanya semoga aset anda menjadi Rp100 juta lagi. Thus, tak peduli sesukses apapun anda dalam menghasilkan laba di stock market, tapi kalau anda selanjutnya menderita rugi kelewat besar, maka anda akan kehilangan semua profit tersebut dan harus memulai lagi semuanya dari awal, atau dalam banyak kasus, terpaksa berhenti sama sekali (sebagai investor).
Dan sekali lagi, berdasarkan WB, inilah yang menyebabkan Guerin ‘kicked out from the game’, dimana ketika value investor lain hanya menderita kerugian yang masuk akal ketika terjadi koreksi pasar atau market crash, dan alhasil mereka pribadi bangun ketika pasar kembali pulih, Guerin tidak mengalami hal yang sama. Tidak ada yang salah dengan metode value investing yang ia terapkan, dan sebagian besar saham-saham yang dipilih Guerin yaitu sama dengan saham-saham milik WB dan lainnya. Yang salah adalah, Guerin menginginkan untuk ‘cepat kaya’, ketika fund manager lainnya berinvestasi memakai dana yang ada saja.
Okay, kemudian apa pelajaran yang bisa diambil dari dongeng diatas?
Ketika artikel ini ditulis, IHSG berada di posisi 5,919, turun 11.5% dibanding posisi tertingginya pada Februari lalu, yakni 6,689. Sehingga, officially, untuk pertama kalinya semenjak September 2015 lalu, pasar saham Indonesia kini berada dalam periode koreksi (meski, kalau kita tidak terlalu berpatokan pada IHSG-nya, Desember 2017 kemarin juga pasar sempat terkoreksi. Anda bisa baca lagi ceritanya disini). Dalam situasi ini maka masuk akal kalau ada banyak investor yang rugi dan nyangkut, namun beberapa orang mungkin menderita rugi lebih besar dibanding lainnya, dan itu bukan alasannya dia salah pilih saham atau apa, melainkan alasannya ia memakai margin. Dan kalau koreksi pasar yang terjadi kini berlanjut/tambah parah, maka kerugian yang mereka alami akan semakin besar lagi, hingga bukan mustahil mereka akan mengalami forced sell.
Dan actually, inilah yang terjadi pada tahun 2008 lalu: Ketika IHSG mulai turun dari 2,830 di bulan Januari, penurunannya masih relatif normal/terjadi secara pelan-pelan dimana hingga bulan Agustus, IHSG masih berada di level 2,200-an. Tapi ketika pada Agustus tersebut IHSG mulai bablas alias nyungsep, banyak investor yang kena margin call, dimana mereka dipaksa menjual sahamnya ketika tidak ada investor lain yang menampung. Dan inilah yang menyebabkan pasar kembali terjun bebas di bulan Oktober dimana IHSG sempat drop total 20% hanya dalam 3 hari ke posisi 1,200-an, dan entah berapa banyak investor yang terpaksa menutup rekeningnya sama sekali sesudah menderita kerugian hingga 100% (jadi nilai porto mereka menjadi nol), bahkan ada yang minus alias masih menanggung utang ke sekuritas. Mereka-mereka inilah yang ‘ditendang keluar dari permainan’, menyerupai halnya Rick Guerin diatas.
Namun demikian, diluar para investor yang tepaksa ‘tutup laptop’ ini, ada banyak juga investor lainnya yang, meski juga rugi besar, namun mereka tidak hingga kena forced sell dan bisa bertahan. Dan alhasil ketika pasar pribadi pulih lagi di tahun 2009, saham-saham yang mereka pegang kembali naik, dan mereka kembali profit besar.
Kesimpulan
Kalau kita telisik lagi, di pasar modal ini ada dua kelompok investor berdasarkan apakah mereka memakai margin atau tidak, dan dua kelompok ini bergotong-royong sama-sama rugi di tahun 2008. Bedanya, satu kelompok rugi kelewat besar hingga dana mereka menjadi nol (atau bahkan minus), sementara satu kelompok lagi ruginya tidak sebesar itu, dan alhasil mereka bisa bertahan. Beberapa investor yang bisa memprediksi bahwa pasar akan drop di tahun 2008, dan sudah jualan sebelum market crash itu terjadi, mungkin tidak hingga rugi (dan malah untung besar ketika mereka belanja di awal tahun 2009), tapi jumlah mereka sangat sedikit. Intinya sih, kalau pasar lagi turun ya turun saja. Dan bahkan seorang WB sekalipun tetap akan menderita rugi/nilai kekayaannya berkurang ketika terjadi koreksi pasar (sejak tahun 1964 hingga sekarang, saham Berkshire Hathaway pernah 3 kali anjlok lebih dari 50% dari posisi tertingginya).
Namun yang membedakan investor sungguhan dengan ‘investor numpang lewat’, yaitu mereka bisa bertahan dan tidak pernah benar-benar keluar dari market, bahkan meski terjadi krisis atau semacamnya, dan itu alasannya mereka tidak serakah. Yup, jangankan memakai leverage yang berlebihan, WB malah punya kebijakan untuk selalu menjaga posisi cash sebesar 10 – 20% dari total aset Berkshire, dimana meski kebijakan ini menyebabkan profitnya jadi tidak maksimal (karena ada dana nganggur yang tidak digunakan), tapi dana cash ini akan sangat mempunyai kegunaan jka sewaktu-waktu terjadi ‘hujan badai’. Sementara di Indonesia, salah satu alasan kenapa Pak Lo Kheng Hong masih bertahan dan juga sukses di market, bahkan meski pernah kena hantam krisis moneter 1998 dan krisis global 2008, yaitu alasannya beliau, setidaknya berdasarkan pengakuannya, tidak pernah pakai margin. Yup, jadi ketika ada banyak investor se-angkatan beliau, atau bahkan lebih senior lagi, yang jatuh ketika terjadi krisis dan tidak bisa bangun lagi/terpaksa keluar dan kesannya menghilang, Pak LKH tetap bertahan, dan kesannya sukses besar.
Jadi sekali lagi, kalau pasar lagi turun dan anda rugi, that’s totally normal, dimana yang perlu anda lakukan hanyalah bertahan, alasannya angin ribut niscaya akan berlalu. Dalam hal ini penulis bukannya menyampaikan bahwa pasar nanti akan pribadi naik lagi, alasannya ada akhirnya, kita tidak bisa tahu persis apakah besok-besok IHSG akan naik lagi, sideways, atau turun lebih dalam lagi (itu perlu analisa lebih lanjut). Tapi skenario manapun yang terjadi, selama anda sebelumnya tidak pernah komplain ‘modal saya kecil, jadi profitnya nggak berasa’, dan kemudian pake dana margin (agar ‘profitnya maksimal’), maka porto anda pada kesannya akan baik-baik saja. It’s not about which stock you buy, it’s about patience.
Btw, berhubung marketnya lagi meriang, maka artikel ihwal cara 'mengejar kereta' untuk sementara ditunda dulu. Untuk artikel ahad depan, berhubung kini lagi animo keluarnya laporan keuangan Kuartal I 2018, maka anda boleh kasih ajakan soal saham/emiten apa yang akan kita bahas, yang berdasarkan anda laporan keuangannya manis (dan tentunya, valuasi sahamnya masih murah). Anda bisa menulisnya melalui kolom komentar dibawah.
Untuk kelas Value Investing, baik itu yang Basic maupun Advanced, penulis untuk ketika ini belum ada kegiatan lagi/libur dulu. Namun anda bisa membeli rekaman/recording-nya disini.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Sumber http://teguhidx.blogspot.com
0 Response to "It’S Not About Which Stock You Buy, It’S About Patience"
Posting Komentar