iklan

Cakupan Kebijakan Apu Ppt



Sebagaimana dijelaskan pada Peranan Manajemen Dalam Penerapan APU dan PPT sebelumnya, tanggungjawab administrasi bank yakni membuat tata kelola yang berpengaruh yang salah satunya yakni berperan aktif guna memastikan ketersediaan kebijakan & mekanisme secara tertulis dan komprehensif yang menjadi fatwa pelaksanaan penerapan APU & PPT.

Cakupan minimum kebijakan & mekanisme penerapan APU & PPT yakni i). undangan isu dan dokumen, ii). Beneficial Owner, iii). verifikasi dokumen, iv).CDD yang lebih sederhana, v).penutupan hubungan dan penolakan transaksi, vi).ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP, vii).pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga, viii). pengkinian dan pemantauan, ix). Cross Border Correspondent Banking, x). transfer dana, dan xi).penatausahaan dokumen.

 Cakupan Kebijakan & Prosedur APU & PPT

Uraian singkat dari cakupan masing-masing item di atas diuraikan sebagai berikut :
  1. Permintaan Informasi & Dokumen. Kebijakan & mekanisme ini berisi fatwa bagaimana mengidentifikasi dan mengklasifikasikan calon nasabah (perorangan, perusahaan atau Benefiacial Owner) menurut isu & dibuktikan dengan dokumen pendukung yang memungkinkan bank mengetahui profil calon nasabah.  Untuk meyakini kebenaran identitas nasabah, bank diwajibkan pula untuk melaksanakan pertemuan perjuangan (face to face) pada awal melaksanakan hubungan usaha. 
  2. Beneficial Owner. Kebijakan & mekanisme ini berisi fatwa penerapan CDD (customer due diligent) bagi calon nasabah atau WIC (walk in customer) yang mewakili Beneficial Owner. Prosedur penerapan CDD bagi Beneficial Owner dibutuhkan sama ketatnya dengan mekanisme CDD bagi calon nasabah atau WIC.
  3. Verifikasi Dokumen. Prosedur ini bertujuan untuk memastikan kebenaran dan kemutakhiran data menurut dokumen dan atau sumber isu yang terpercaya dan independen. Untuk lebih meyakini keabsahan dan kebenaran dokumen bank juga sanggup melaksanakan wawancara dengan calon nasabah.
  4. Customer Due Diligence (CDD). Merupakan acara berupa identifikasi, verifikasi dan pemantauan kesesuaian transaksi dengan profil nasabah. Dalam hal nasabah tergolong risiko tinggi, diwajibkan untuk melakkan mekanisme CDD yang lebih mendalam (disebut Enhanced Due Diligence / EDD). Bagi nasabah yang tergolong risiko rendah bank sanggup menerapkan CDD yang lebih sederhana sepanjang tidak terdapat dugaan terjadinya transaksi pembersihan uang atau pendanaan t3r0risme. CDD yang lebih sederhana sanggup dilakukan sepanjang memenuhi kriteria antara lain : i).tujuan pembukaan rekening yakni untuk pembayaran gaji, ii).nasabah merupakan perusahaan publik yg tunduk pada kewajiban pengungkapan isu kinerja, iii).nasabah berupa forum negara / pemerintah.
  5. Penutupan hubungan dan penolakan transaksi. Merupakan mekanisme penolakan, penutupan dan peniadaan hubungan / transaksi dalam hal bank kurang atau tidak meyakini kebenaran & keabsahan infomasi nasabah / WIC. Penolakan, penutupan & peniadaan tersebut wajib didokumentasikan dan dilaporkan sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan jikalau transaksinya tidak masuk akal atau mencurigakan.
  6. Ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP. Pendekatan berbasis risiko ditujukan untuk efektifitas pelaksanaan CDD. Tingkat Risiko Nasabah dikategorikan risiko rendah, risiko menengah dan risiko tinggi. Dalam hal nasabah, WIC atau Beneficial Owner dikategorikan berisiko tinggi atau PEP, maka bank wajib menerapkan EDD terencana & pemantauan yang lebih ketat.
  7. Pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga. Penggunaan hasil CDD atas nasabah Pihak Ketiga sanggup dipakai oleh bank jikalau i). Pihak ketiga mempunyai mekanisme CDD sesuai ketentuan, ii). Diatur dalam perjanjian tertulis, iii).bersedia memenuhi undangan isu dan salinan dokumen jikalau dibutuhkan bank, iv) berkedudukan di negara yang merekomendasikan FATF.
  8. Pengkinian dan pemantauan. Untuk kebutuhan pemantauan kesesuaian transaksi dengan profil nasabah, dibutuhkan pengkinian data dan isu serta dokumen nasabah. Selain itu bank diwajibkan untuk memelihara database Daftar Terorisme yang diterima dari Bank Indonesia menurut publikasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Dengan tetap memperhatikan ketentuan anti tipping-off, bank sanggup meminta isu tentanglatar belakang dan tujuan transaksi khususnya terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil nasabah.
  9. Cross Border Correspondent Banking. Penyediaan Cross Border Correspondent Banking didahului dengan pelaksanaan CDD terhadap calon bank koresponden (baik bank penerus maupun bank penerima). Proses CDD dilakukan dengan meminta isu antara lain mengenai : i).profil calon bank koresponden meliputi pengurus, acara usaha, produk, sasaran pemasaran, tujuan pembukaan rekening, ii). Reputasi bank koresponden, dan iii).tingkat penerapan APU & PPT
  10. Transfer dana. Dalam acara transfer dana, bank pengirim wajib memperoleh isu dan melaksanakan identifiaksi & verifikasi terhadap nasabah pengirim atau WIC pengirim serta mendokumentasikannya. Dalam hal diperlukan, Bank penerus dan bank akseptor sanggup meminta isu pengirim kepada bank pengirim. Penukaran isu ini hanya boleh dipakai untuk kepentingan analisis transaksi, penyidikan, dan kebutuhan otoritas berwenang.  Jika terdapat transfer dana (incoming maupun outgoing) yang memenuhi kriteria mencurigakan, wajib dilaporkan sebagai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) ke PPATK.
  11. Penatausahaan dokumen. Dokumen terkait dengan nasabah atau WIC ditatausakan dalam jangka waktu minimal 5 tahun semenjak berakhirnya hubungan / transaksi atau semenjak ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan tujuan irit /usaha. Pada ketika diperlukan, dokumen/informasi ini wajib diberikan kepada Bank Indonesia atau otoritas lain yang berwenang sebagaimana diatur oleh Undang-Undang.

Sumber : BI, diolah


Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge

Sumber http://belajarperbankangratis.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Cakupan Kebijakan Apu Ppt"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel