iklan

Warisan Para Facebooker Is Goresan Pena Sehat


"Tulisan yaitu pengusung peradaban. Tanpa tulisan, sejarah menjadi sunyi, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran, dan spekulasi mandek."

Tinggi dan majunya peradaban suatu bangsa selalu ditandai atau linear dengan produktivitas menulis. Kemajuan peradaban Yunani, Islam, India, dan Cina disebabkan keterkaitan mereka dalam kelanjutan semangat dan distribusi ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, keterkaitan budaya. Yunani merupakan peletak dasar yang menempatkan goresan pena sebagai potongan dari distribusi budaya. Dengan kata lain peradaban buku mulai dibangun oleh Yunani. Kemudian disusul oleh negara-negara di atas.
Deal or no deal, India yang ketika ini menjadi raksasa ekonomi suatu ketika akan menggeser raksasa Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Jepang. Hal ini terwujud lantaran India telah membangun pondasi semenjak usang untuk menuju masa keemasan dan beberapa tahun ke depan. Negara tersebut mempunyai tradisi berpengaruh yang berbasis pada dunia perbukuan. Saat ini, India merupakan negara produsen buku terbesar di dunia dan tradisi membaca dan menulis masyarakat tersebut telah menjadi watak paten. Dengan demikian, tercipta iklim yang aman bagi pengembangan ilmu dan suatu ketika akan mencapai titik klimaks.

Warisan apa mestinya diimplementasikan oleh kompasianer?

Warisan yaitu harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada mahir waris. Warisan berasal dari bahasa Arab. Al-miirats, dalam bahasa arab yaitu bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya berdasarkan bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain'. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Ahli waris yaitu orang-orang yang berhak mendapatkan harta peninggalan (mewarisi) orang yang meninggal, baik lantaran hubungan keluarga maupun lantaran memerdekakan hamba sahaya (wala').
Namun, ditulisan ini tentunya mengarah kepada warisan para kompasianer, apakah itu? Itulah tulisan sehat. Ahli waris mereka adalam pembacanya naskahnya.
Tulisan sehat yaitu sangat jarang ditemukan, kecuali bagi mereka (kompasianer) betul-betul mengharapkan perubahan kepada para pembacanya. Tulisan sehat selalu menuai ketajaman argumen dan sumber. Dan berdampak sehat peruntukan pembaca.

Kendala Budaya Menulis
Salah satu kelemahan fundamental yang telah diidentifikasi sebagai biang yaitu budaya budaya menulis sangat rendah dalam perbukuan di Indonesia. Selalu saja orang berargumentasi perlu talenta untuk menorehkan pena. Sesungguhnya perkiraan demikian tidak perlu berlarut-larut. Setiap orang intinya bisa menulis. Menulis makalah, menulis puisi, menulis surat pembaca, menulis naskah pidato, menulis ringkasan kuliah, menulis laporan praktikum, menulis materi presentasi, dan sebagainya memperlihatkan bahwa orang tersebut punya "bakat" menulis. Persoalan menulis tidak terletak pada bakat, tetapi lebih pada kasus mental atau kesepakatan yang tidak pernah terbangun. Singkirkan anggapan bahwa menulis itu sulit. Yakinlah bahwa semua orang bisa menulis. Apapun bisa dipelajari termasuk menulis buku. Kuncinya terletak pada kemauan. Dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Oleh lantaran itu, ada anggapan bahwa kalau kita sudah bisa berbicara, maka itu artinya kita sudah bisa menulis.
Persoalan kedua yang menciptakan orang enggan menulis yaitu kesibukan atau tidak punya waktu. Waktu memang menjadi problem bagi orang yang sibuk, namun asal ada kemauan yang kuat, problem waktu bisa diatasi. Asalkan sesorang mengelola waktunya secara efektif, maka sesibuk-sibuknya seseorang niscaya beliau punya waktu luang untuk menulis. Waktu sisa yang hanya 10 menit sekalipun sangat berharga untuk menuliskan beberapa kalimat. Yang penting yaitu orang harus mau menyisihkan waktunya setiap hari untuk menulis, maka cepat atau lambat orang tersebut bisa menghasilkan buku.

Yang mana goresan pena Tidak Sehat Itu?
Apa aturan membaca dan menulis kisah fiksi dan dongeng yang bisa membangkitkan imajinasi? Dan apakah kalau kisah-kisah ini membantu memperbaiki bermacam-macam kasus sosial, maka kisah-kisah ini diperbolehkan?

Jawab:
Kisah fiksi ibarat ini merupakan kedustaan yang hanya menghabiskan waktu si penulis dan pembaca tanpa menawarkan manfaat. Makara lebih baik bagi seseorang untuk tidak menyibukkan diri dengan masalah ini (menulis atau membaca dongeng fiksi-ed).
Apabila acara membaca atau menulis kisah fiksi ini menciptakan seseorang lalai dari masalah yang hukumnya wajib, maka acara ini hukumnya haram. Dan apabila acara ini melalaikan seseorang dari masalah yang hukumnya sunnah maka acara ini hukumnya makruh. Dalam setiap kondisi, waktu seorang muslim sangat berharga, jadi dihentikan bagi dirinya untuk menghabiskan waktunya untuk masalah yang tidak ada manfaatnya.

Sumber http://baityjanaty.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Warisan Para Facebooker Is Goresan Pena Sehat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel