Mengatasi Rasa Takut Dalam Berinvestasi
Salah satu musuh terbesar investor dalam berinvestasi saham yaitu timbulnya rasa takut, entah itu ketika akan mulai berinvestasi/membuka rekening di sekuritas, atau ketika membeli/meng-hold saham sendiri, dimana sumber ketakutan itu hanya satu: Takut rugi, dan takut kehilangan uang. Bahkan lebih dari itu: Ketika anda beli saham di harga 1,000, kemudian ia naik ke 1,200 (sehingga anda untung 20%), maka tetap saja anda akan takut kalau-kalau sahamnya nanti turun lagi, sehingga untung 20% tersebut akan hilang lagi. Makara meski posisi anda bersama-sama tidak rugi, tapi anda tetap takut kalau-kalau laba yang sudah diperoleh sebelumnya akan hilang.
Masalahnya, ketika seorang investor mulai merasa takut, maka itu akan mendorongnya untuk bertindak secara tidak rasional, ibarat pola diatas: Menjual saham manis dalam posisi profit hanya alasannya yaitu ‘khawatir besok turun lagi’, padahal saham tersebut dalam jangka panjang masih sanggup naik lagi, dan sanggup jadi ternyata ia malah tidak pernah turun, sehingga dalam hal ini anda justru sudah ‘cut profit’. Sebaliknya, banyak juga orang yang tidak mau cut loss di saham alasannya yaitu takut merealisasikan kerugian, padahal itu justru menimbulkan ruginya tambah besar ketika sahamnya lanjut turun.
Makara pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya semoga kita sanggup mengatasi rasa takut ini, sehingga pada alhasil kita sanggup tetap mengelola portofolio dengan rasional sesuai dengan analisa yang sudah kita buat dengan hati-hati sebelumnya? Well, tentunya ada banyak tanggapan untuk pertanyaan ini, termasuk saya juga pernah membahas soal ini di buku ‘The Calm Investor’. Tapi dalam artikel kali ini kita hanya membahas satu diantaranya saja.
The ‘Real Fear' Experience
So here’s the story. Pada Desember 2016 lalu, penulis bersama teman-teman sesama traveller pergi selama empat hari ke Pulau Derawan, Kalimantan Timur, untuk bermain pasir, berenang di pantai, melihat ikan Manta dan Hiu Paus, serta nyebur ke Danau Labuan Cermin yang airnya sebening Raisa. Pada hari pertama, kedua, dan ketiga, semuanya berjalan lancar dan menyenangkan, dimana setiap kali kita berpindah dari satu pulau ke pulau lain dengan memakai speedboat, maka penulis selalu mengobrol dan tertawa lepas bersama semua teman-teman yang lain.
Namun pada hari keempat, ketika kami akan pulang menuju Pelabuhan Tanjung Batu (untuk selanjutnya naik kendaraan beroda empat carteran menuju Bandara Kota Berau, kemudian terbang pulang), terjadilah satu tragedi yang tidak akan pernah penulis lupakan seumur hidup. Makara sore itu, sekitar pukul 16.00, speedboat yang kami tumpangi berhenti di sebuah pulau untuk mengisi bensin, kemudian jalan lagi. Pengemudi kapal menyampaikan bahwa perjalanan menuju Tanjung Batu akan menempuh waktu 4 jam, alias tidak mengecewakan lama, jadi kami akan datang di Pelabuhan pukul 20.00 malam. Dua jam pertama perjalanan terasa menyenangkan, dan penulis sempat melihat sunset dari tengah-tengah laut.
Namun sekitar pukul 19.00, ketika langit sudah gelap sama sekali, mulai turun hujan, usang kelamaan semakin deras, dan lautpun mulai bergelombang sehingga pengemudi speedboat menurunkan kecepatan. Ketika itu penulis sendiri mulai merasa was-was, terutama alasannya yaitu meski speedboat-nya melaju dengan kecepatan pelan, namun tetap saja tingginya ombak bahari menciptakan kapal lebih goyang dibanding biasanya. Suasana ceria di dalam kapal mulai menjelma mencekam, apalagi hujannya tidak juga mereda sesudah beberapa waktu.
Dan tak terasa, waktu sudah memperlihatkan pukul 21.00, alias sudah terlambat satu jam tapi kami masih berada di tengah laut, dalam situasi hujan deras dan bahari bergelombang, dan sejauh mata memandang tidak nampak apapun kecuali kegelapan. Pada ketika itulah, kapal berhenti, si pengemudi bangun dari daerah duduknya, celingak celinguk, kemudian berdiskusi dengan co-pilotnya. Dan penulis, yang kebetulan duduk persis dibelakang dingklik pengemudi, sanggup mendengar si pengemudi bertanya ke temannya dengan nada berbisik, ‘Kayanya kita nyasar, ini dimana ya?’ WHAAAATT?? Kalau supirnya aja udah gak tau ini dimana, apalagi para penumpang yang gak ngerti apa-apa?? Kemudian si co-pilot ke belakang kapal sebentar kemudian balik lagi, dan ia mengatakan, ‘Bensinnya tinggal segini lagi.’
Dan sketika itulah penulis mulai berpikir macam-macam, termasuk ingat dengan keluarga di rumah, ingat dengan senyum dan tawa bawah umur dirumah! Penulis untuk pertama kalinya sesudah sekian usang merasa takut, dan saya sempat meraih ponsel untuk mengirim pesan terakhir ke orang rumah, tapi tidak ada sinyal. Kapal tetap berhenti dan terombang ambing di tengah bahari selama sekitar setengah jam, dan itu yaitu setengah jam terlama yang pernah penulis alami. Penulis, termasuk teman-teman lainnya, sama sekali tidak ada yang berani bertanya kepada para awak kapal, ihwal apa yang bersama-sama terjadi, melainkan kami semua hanya membisu saja, tapi tidak ada seorangpun yang sanggup rileks apalagi tidur.
Hingga sekitar pukul 21.30, hujan mulai reda, dan di kejauhan mulai tampak cahaya lampu kerlap kerlip. Pengemudi kapal kemudian kemudian memperlihatkan pengumuman, ‘Maaf udah menunggu lama, tapi itu Tanjung Batu udah keliatan didepan, paling 15 menit lagi lah kita sampai..’ ALHAMDULILLAAAAAHHH! Penulis dan teman-teman yang lain impulsif berucap, dan suasana mencekam didalam kapal pribadi cair. Penulis sempat bertanya lagi, ‘Bensinnya cukup mas?’, dan si awak kapal tersenyum, ‘Cukup kok’. Kapal kemudian melaju lagi, dan semua orang mendadak ceria lagi. Sekitar 15 menit kemudian kami alhasil mendarat di pelabuhan, dan semua ketakutan serta kekhawatiran seketika hilang begitu saja, dan penulis sempat saling berpelukan dengan semua teman, satu per satu, bersyukur alasannya yaitu masih diberikan kesempatan untuk hidup. Daaan sekitar seminggu kemudian (sebelum pulang, penulis mampir dan jalan-jalan dulu ke Samarinda dan Balikpapan), penulis alhasil sanggup ketemu lagi sama anak-anak, dan Alhamdulillah saya sehat-sehat saja hingga sekarang.
To Beat the Fear: Live A ‘Dangerous Life’
Okay, balik lagi ke soal investasi saham. Makara kenapa anda takut invest di saham? Ya alasannya yaitu takut rugi. Dan jangankan hilang duit begitu saja alasannya yaitu saham, hilang duit alasannya yaitu membeli sesuatu sekalipun terkadang tetap terasa menakutkan (kalo sanggup gratis, atau hanya perlu bayar murah, maka kenapa musti bayar mahal?). Bagi seseorang dengan kehidupan yang penuh rutinitas, yang setiap bulan mendapatkan penghasilan sekian, yang sehat secara mental maupun fisik serta tidak kurang suatu apapun, maka kehilangan uang, entah itu di saham atau lainnya, sudah merupakan sesuatu yang sangat menakutkan, alasannya yaitu diluar itu maka tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, alasannya yaitu hidup mereka ‘lempeng-lempeng’ saja.
However, jika anda belum pernah menghadapi sesuatu yang lain yang lebih menakutkan, maka anda akan praktis ‘meledak’ meski menderita rugi sedikit saja. Contoh, penulis pernah mendapatkan email ibarat ini, ‘Pak Teguh, itu kenapa ya saham A dibanting keras sekali sampe sedalem itu? Ada informasi apa??’ Setelah penulis cek, saham A itu ternyata cuma turun dari 880 ke 855, atau turun 2.8%, dan sebelumnya saham A ini udah naik banyak dari 700. Tapi bagi sobat penulis ini, ketika ia melihat sahamnya turun segitu, maka ia sudah merasa bahwa dirinya ‘dibanting keras sekali’ hingga hilang keseimbangan, dan alhasil jatuh K.O (baca: panik, kemudian hilang fokus). Dan kalo sudah hilang fokus begitu maka ya sudah, selanjutnya portofolio anda bakal berantakan.
Makara semoga kita tidak terjebak dalam situasi ibarat itu, maka kita harus mempunyai atau melaksanakan sesuatu yang bisa jadi lebih menakutkan, dan lebih menaikkan adrenalin! Dibanding sekedar takut rugi alasannya yaitu berinvestasi di saham. Contohnya?? Ya ibarat yang penulis lakukan: Dengan travelling, dengan pergi berpetualang! Actually, selain pernah nyasar di bahari ibarat yang diceritakan diatas, penulis pernah sore-sore turun sendirian dari Gunung Slamet tanpa ada seorangpun yang menemani (rombongan penulis terbagi jadi dua, dan entah gimana ceritanya penulis tidak bergabung dengan rombongan didepan maupun belakang, melainkan jalan sendirian saja di tengah-tengah), sementara ketika itu langit mulai gelap padahal penulis masih di tengah hutan. Beruntung, 15 menit kemudian penulis hingga di sebuah pos dimana disitu ada banyak pendaki-pendaki lain, dan saya kemudian bergabung dengan salah satu rombongan untuk lanjut turun, tapi penulis tidak akan pernah melupakan 15 menit tersebut. Kemudian penulis pernah juga nyetir kendaraan beroda empat sendirian melintasi Alas Roban di Jawa Tengah, pada waktu antara Magrib dan Isya, dalam kondisi jalan yang amat sangat sepi. Dan meski penulis (untungnya) tidak melihat, mendengar, atau mencicipi apapun, tapi rasa takut yang penulis alami ketika melewati jalan yang populer menakutkan tersebut sungguh sangat sulit untuk dijelaskan.
Dan seterusnya, dan seterusnya. Pendek kata, dengan terus bepergian kesana kemari, dengan menjalani banyak pengalaman baru,? maka anda akan menyadari bahwa ada banyak hal di dunia ini yang jauh lebih menakutkan ketimbang sekedar kehilangan uang! Dan hal itu dengan sendirinya menguatkan mental anda sebagai investor dalam menghadapi ‘kejamnya’ pasar saham karena, coba pikir, jika contohnya anda sewaktu-waktu menderita rugi, maka anda tetap sanggup untung lagi di waktu yang lain. Tapi bagaimana jika anda nyasar di tengah bahari dan gak sanggup kembali di darat?? Apakah ketika terombang ambing di tengah bahari anda masih sanggup mikir, ‘besok saham gue bakal naik atau turun ya’???
Hanya masalahnya, beberapa orang mungkin tidak punya cukup waktu untuk jalan-jalan, tapi pada dasarnya disini bukan jalan-jalannya, melainkan anda sanggup melaksanakan sesuatu yang anda anggap menakutkan, entah itu nangkep tokek di rumah pake tangan kosong, naik ke rooftop sebuah gedung tinggi kemudian melihat ke bawah, mencoba berbicara di depan umum (bagi yang sudah biasa, berbicara di depan umum sama sekali tidak menakutkan. Tapi bagi mereka yang belum pernah melakukannya, maka itu akan menjadi pengalaman yang menakutkan), atau anda sanggup bergabung dengan korps marinir untuk ikut latihan militer (yang ini penulis belum pernah, tapi terus terang saya tertarik juga). Trust me, dengan ‘live a dangerous life’, atau melaksanakan hal-hal yang belum pernah anda lakukan sebelumnya, maka itu akan menciptakan anda menjadi strong secara mental, dan anda akan hingga pada satu titik dimana anda menganggap bahwa rasa takut alasannya yaitu rugi di saham, itu sama sekali gak ada apa-apanya.
Dan jika anda sudah hingga pada titik tersebut, well, welcome to the fearless club! :D
Btw penulis tadinya mau membahas soal semen, tapi saya belum melihat adanya peluang di sektor ini, jadi diganti goresan pena ini saja. Minggu depan mungkin kita akan membahas saham-saham mineral non batubara (ANTM, TINS, INCO).
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Sumber http://teguhidx.blogspot.com
0 Response to "Mengatasi Rasa Takut Dalam Berinvestasi"
Posting Komentar