Mahkamah Konstitusi : Tugas, Wewenang, Fungsi, Struktur, Dll
Tugas Mahkamah Konstitusi – Mahkamah Konstitusi Republik Republic of Indonesia (MKRI) merupakan lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Republic of Indonesia yang memegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Ide pembentukan MKRI mencuat seiring dengan momentum perubahan UUD 1945 pada masa reformasi (1999-2004).
Puncaknya terjadi pada tahun 2001 ketika ide pembentukan MK diadopsi dalam perubahan 1945 yang dilakukan oleh MPR. Hal tersebut kemudian dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945 dalam Perubahan Ketiga. Hari lahir Mahkamah Konstitusi Republik Republic of Indonesia diperingati pada tanggal xiii Agustus 2003.
Latar Belakang Lahirnya Mahkamah Konstitusi
• Pada penyelenggaraan pemerintah masa lalu dalam masa orde baru yang bersifat otoriter dan tidak menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
• Implikasi paham konstitusionalisme.
• Terciptanya mekanisme checks as well as residue antarlembaganegara.
• Penyelenggaraan negara yang bersih.
• Perlindungan Hak Asasi Manusia.
Tugas Mahkamah Konstitusi di Indonesia
Dalam UUD 1945 pasal 24 ayat two dijelaskan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Oleh sebab itu Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Perlu diketahui jika Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. MK sebagai cabang kekuasaan yudikatif bertugas untuk mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi antara lain:
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
3. Memutus pembubaran partai politik
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
Kewajiban Mahkamah Konstitusi
Berdasarkan Pasal vii ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela.
Pada dasarnya presiden tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya habis. Namun, sesuai prinsip supremacy of police dan equality earlier law, presiden dapat diberhentikan apabila terbukti melakukan pelanggaran hokum sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945. Meski begitu proses pemberhentiannya tidak boleh bertentangan dengan prinsip negara hukum.
Sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan seorang presiden bersalah, maka presiden tidak bisa diberhentikan. Pengadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah Mahkamah Konstitusi. Jika presiden dirasa bersalah dan harus diberhentikan maka DPR akan mengajukan usulan ke Mahkamah Konstitusi. Keputusan di DPR itu harus melalui dukungan 2/3 anggota yang hadir dalam sidang paripurna.
Pentingnya Menguji Undang-undang Terhadap UUD 1945
Pengujian Undang-undang diatur dalam bagian kesembilan UU nomor 24 Tahun 2003 dari Pasal l sampai dengan Pasal 60. UU merupakan produk politik yang isinyamungkin saja mengandung kepentingan yang tidak sejalan atau melanggar konstitusi. Oleh sebab itu dipelukan pengujian dengan mekanisme yang disepakati.
Mekanisme yang disepakati untuk menguji UU di Republic of Indonesia dalah dengan melakukan jodicial review atau biasa disebut hak uj materil. Ketika melakukan jodicial review, lembaga peradilan memiliki kewenangan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum dihadapan konstitusi yang berlaku. Tentunya produk hukum tersebut dihasilkan oleh eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Apa yang Akan Terjadi Jika UU Tidak Selaras dengan Konstitusi?
Jika Undang-undang atau baian di dalamnya terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini MK menjalankan kewenangan untuk mengawal agar tidak terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi.
Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2003 pasal 10 ayat 1, dijelaskan jika keputusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Keputusan MK akan langsung memperoleh keputusan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum berikutnya. Putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap memiliki kekuatan mengikat untuk dilaksanakan.
Peran Mahkamah Konstitusi Ketika Lembaga Negara Bersengketa
Sengketa kewenangan konstitusional Lembaga negara merupakan perbedaan pendapat yang disertai persengketaan dan klaim lainnya mengenai kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing Lembaga negara. Sengketa antar Lembaga negara kemungkinan terjadi karena adanya arrangement relasi “check as well as balances”.
Prinsip “check as well as balances” berarti jika Lembaga tersebut sederajat namun saling mengendalikan. Hal itulah yang memungkinkan terjadinya perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD 1945. MK dalam hal ini akan manjadi wasit yang adil dalam menyelesaikan sengketa. Kewenangannya diatur dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 UU Nomor 24 Tahun 2003.
Konstitusi Republic of Indonesia telah mengaturlembaga peradilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 UUD1945 yang menyatakan:
1. Kekuasaan kehakiman merupakn kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup Peradilan Umum, lingkup Peradilan Agama, lingkup Peradilan Militer,lingkup Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Jika merujuk pada Pasal 24 ayat (2) UUD1945 sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka dapat dilihat jika salah satu institusi yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan peradilan adalah Mahkamah Konstitusi.
Peran Mahkamah Konstitusi dalam memutus Pembubaran Partai Politik
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk membubarkan partai politik yang tidak demokratis dan membangun iklim politik yang tidak sesuai dengan peran dan fungsinya. Partai Politik dapat dibubarkan oleh MK jika terbukti ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatannya bertentangan dengan UUD 1945. Kewenangannya diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 Pasal 74-79.
Peran Mahkamah Konstitusi Memutus Perselisihan Hasil Pemilu
Memutus perselisihan antara KPU dengan peserta Pemilu merupakan tugas Mahkamah Konstitusi. Pada umumnya Perselisihan hasil pemilu bisa terjadi apabila KPU melanggar sejumlah aturan, antara lain:
1. Ikut mempengaruhi terpilihnya anggota DPD.
2. Ikut mempengaruhi penetapan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan presiden dan wakil presiden.
3. Ikut mempengaruhi perolehan kursi partai politik peserta pemilu di satu daerah pemilihan.
Contoh Kasus Ketika MK Menolak Uji UU Pemilu
Pada Rabu (12/12/2018), Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Republic of Indonesia (DPP SBSI) yang menguji Undang-Undang Nomor vii Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Sebelumnya, Pemohon menilai Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu berisi poin-poin yang merugikan pekerja/buruh.
Pemohon merasa jika Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyatakan keberpihakan kepada para mantan pejabat korupsi yang kejahatannya telah merugikan warga negara Republic of Indonesia khususnya para pekerja/buruh, pegawai negeri sipil bergaji kecil, dan pekerja/buruh swasta yang tenaganya hanya diperas.
Lebih jelas Pemohon menyatakan bahwa dengan lahirnya UU Pemilu sangat menciderai rasa keadilan buruh sebagai pemilih pada Pemilu 2019.Buruh yang merupakan kelompok masyarakat yang selalu ikut dalam setiap pemilihan umum berharap anggota DPR RI dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota bisa menjalankan tugasnya tanpa ada korupsi dan menyampaikan aspirasi buruh.
Oleh sebab itu, pemohon dalam petitum meminta agar Mahkamah menyatakan pasal a quo tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa kejahatan extraordinary kejahatan korupsi, kejahatan narkoba, kejahatan secual terhadap anak, dan kejahatan t3r0ris.
Terhadap perkara Nomor 83/PUU-XVI/2018, Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang membacakan Pendapat Mahkamah, menyatakan setelah memeriksa permohonan serta bukti-bukti yang disertakan, maka telah nyata objek permohonan telah pernah diujikan serta diputus sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 81/PUU-XVI/2018 yang menyatakan menolak permohonan para Pemohon.
Sementara itu, meskipun secara eksplisit Pemohon menyebutkan dasar pengujian dengan pasal UUD 1945 yang berbeda, yakni Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 namun secara substansi adalah sama. Sehingga Mahkamah tidak menemukan adanya materi muatan UUD 1945 yang berbeda dalam pengajuan permohonan a quo.
Contoh Kasus Peran Mahkamah Konstitusi Saat Memutus Kasus Sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Borneo Tengah
Pada tahun 2010 silam, terdapat masalah dalam pilkada untuk memilih calon bupati dan wakil bupati Kotawaringin Barat. Ada dua calon yang maju dalam pilkada tersebut, mereka adalah pasangan nomor urut satu atas nama H Sugianto dan H Eko Soemarno, serta pasangangan nomor urut dua atas nama H Ujang Iskandar dan bambang Purwanto.
Dari hasil pilkada diputuskan bahwa pasangan nomor urut satu mendapatkan perolehan suara yang lebih banyak. Pasangan nomor urut satu memenangkan pilkada dengan memperoleh 67.199 suara, sementara pasangan nomor urut dua hanya memperoleh 55.281 suara. Namun pasangan nomor urut dua tidak terima atas hasil pilkada dan melakukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi.
Permohonan gugatan terdaftar pada tanggal sixteen Juni 2010 dengan Nomor 45/PHPU.D-VIII/2010. Saat gugatan itu terdaftar, Bambang Widjojanto masih berprofesi sebagai pengacara yang menjadi kuasa hukum pasangan nomor urut dua, yakni Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. Mereka keberatan terhadap keputusan KPU yang menetapkan pasangan nomor urut satu menjadi calon pemenang.
Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto merasa jika pasangan nomor urut satu telah melakukan banyak pelanggaran dan tindak kecurangan di antaranya ancaman kekerasan dan politik uang. Dalam perjalanan sidang di MK, pemohon, yakni pasangan nomor urut dua, menghadirkan sebanyak 68 saksi untuk menguatkan tuduhan yang disangkakan kepada pasangan nomor urut satu.
Pelanggaran yang berupa praktik politik uang itu diduga telah meluas di seluruh kecamatan se-Kabupaten Kotawaringin Barat. Mahkamah Konstitusi yang saat itu masih diketuai oleh Mahfud physician kemudian memutuskan untuk mengabulkan permohonan pasangan nomor urut dua dan mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut satu sebagai pemenang Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat.
Fungsi dari Mahkamah Konstitusi di Indonesia
• MK sebagai penafsir konstitusi
Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugasnya harus dapat melakukan penafsiran terhadap konstitusi. Hakim harus dapat menjelaskan makna kandungan kata atau kalimat, menyempurnakan atau melengkapi, bahkan membatalkan sebuah undang-undang jika dianggap bertentangan dengan konstitusi.
• MK Sebagai penjaga hak asasi manusia
Konstitusi berisi dokumen perlindungan hak asasi manusia yang harus dihormati. Konstitusi menjamin hak-hak tertentu yang dimiliki oleh rakyat. Apabi;a legislative dan eksekutif secara inkonstitusional telah mencederai konstitusi maka Mahkamah Konstitusi harus bertindak untuk menegakkan kebenaran.
• MK sebagai pengawal konstitusi
Mahkamah Konstitusi sering dijuluki sebagai the guardian of constitution. UU Nomor 24 Tahun 2003 mengatur tentang penjagaan konstitusi. Dalam hal ini MK harus menjaga konstitusi dengan kesadaran hebat menggunakan kecerdasan, kreativitas, wawasan ilmu yang luas, serta kearifan yang tinggi sebagai seorang negarawan.
• MK sebagai penegak demokrasi
Demokrasi harus ditenggakkan melalui penyelenggaraan pemilu yang berlaku jujur dan adil. Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penegak demokrasi yang bertugas untuk menjaga citra pemilu yang adil dan jujur. Tentunya hal itu bisa terwujud karena MK memiliki kewenangan untuk memutus sengketa pemilihan umum.
Struktur Organisasi Mahkamah Konstitusi di Indonesia
1. Ketua Mahkamah Konstitusi
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari Hakim Konstitusi untuk masa jabatan tiga tahun. Masa jabatan itu diatur dalam UU nomor 24 tahun 2003. Saat ini ketua MK di Republic of Indonesia bernama Anwar Usman. Ia terpilih sebagai ketua MK periode 2018-2020 melalui pemungutan suara oleh sembilan hakim konstitusi, pada Senin (2/4/2018).
Anwar Usman menggantikan Arief Hidayat yang telah mengakhiri masa jabatannya sebagai hakim konstitusi periode 2013-2018. Sebelumnya Arief Hidayat sendiri sudah dua kali terpilih sebagai ketua MK, yakni pada 2015 dan 2017 lalu. Oleh sebab itu Arief tidak bisa maju lagi dalam pencalonan ketua MK karena tidak memiliki hak untuk dipilih kembali.
2. Hakim
Jabatan hakim konstitusi berjumlah sembilan orang dan merupakan pejabat negara yang ditetapkan oleh presiden. Hakim konstitusi diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tigaorang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Sembilan orang hakim konstitusi yang saat ini sedang menjabat, antara lain: Anwar Usman (Ketua), Aswanto (Wakil), I Dewa Gede Palguna , Arief Hidayat , Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Manahan M.P. Sitompul, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
3. Sekretariat Jenderal
Tugas sekretariatjenderal Mahkamah Konstitusi adalah melaksanakan dukungan administrasi umum kepada para hakim konstitusi. Sekretarus Jenderal dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal. Sekjen Mahkamah Konstitusi yang menjabat saat ini nernama M.Guntur Hamzah.
4. Kepaniteraan
Tugas pokok kepaniteraan Mahkamah Konstitusi adalah memberikan dukungan d bidang administrasi justisial. Kepaniteraan menjadi supporting unit of measurement hakim konstitusi dalam penanganan perkara di MK. Susunan organisasi kepaniteraan MK terdiri dari sjumlah jabatan fungsional panitera. Panitera yang menjabat saat ini bernama Kasianur Sidauruk.
Sumber https://olympics30.comBoleh re-create paste, tapi jangan lupa cantumkan sumber. Terimakasih
0 Response to "Mahkamah Konstitusi : Tugas, Wewenang, Fungsi, Struktur, Dll"
Posting Komentar