✔ Mencermati Situasi Perekonomian Dunia Di 2018
Perekonomian dunia pada 2017 diwarnai banyak sekali kejadian dibidang ekonomi, politik, maupun lingkungan. Konflik antar negara juga ikut menghipnotis situasi perekonomian global. Mengingat tahun ini akan segera berlalu, maka menjadi penting bagi kita untuk mengetahui dinamika perekonomian di tahun mendatang. Oleh karenanya, pada goresan pena ini kita akan mencermati situasi perekonomian dunia di 2018.
Dalam salah satu laporannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations) menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada 2017 mencapai 3.0%, meningkat dari pencapaian 2016 yang tercatat sebesar 2.4%.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi semenjak 2011. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia di 2018 diperkirakan tetap stabil di angka 3.0%. Namun demikian, kondisi ekonomi tahun depan diyakini masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam kaitannya dengan perwujudan agenda the Sustainable Development Goals (SDGs).
Studi menyebut bahwa efek negatif lesu’nya perekonomian global yang terjadi pada periode 2008-2009 dan 2013-2014 mulai mengendur. Hal ini diperkuat dengan meningkatnya produktivitas sektor riil dan lalu-lintas perdagangan internasional. Lebih jauh, PBB melihat bahwa pertumbuhan ekonomi 2018 akan banyak ditunjang oleh peningkatan laju investasi, penurunan volatilitas sektor keuangan, serta semakin membaiknya outlook makroekonomi global.
Negara maju menyerupai Jepang diprediksi akan mengalami pertumbuhan aktual di 2018, terutama berkat derma kebijakan makroekonomi, serta meningkatnya konsumsi rumahtangga dan investasi di sektor publik. Sebagai catatan, Jepang mengalami pertumbuhan sampai 1.7% pada 2017.
Kebijakan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan) melalui Quantitative and Qualitative Monetary Easing (QQE) dipercaya bisa menjaga stabilitas mata uang Yen. Sementara keunggulan daya saing menjadi kekuatan negara tersebut dalam meningkatkan produktivitas sektor riil. Hal itu tercermin dari capaian Gross Domestic Product (GDP) Jepang yang diperkirakan meningkat 1.2% pada 2018.
Disisi lain, daerah Eropa juga akan menikmati peningkatan pertumbuhan ekonomi sampai 2.1% di 2018. Sektor konsumsi dan perdagangan internasional menjadi penyumbang terbesar bagi pesatnya pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Untuk Euro Zone, kebijakan Bank Sentral Eropa (European Central Bank) dalam mengurangi stimulus moneter diyakini bisa memperkuat posisi Euro terhadap US$. Kebijakan tersebut kemungkinan masih akan diberlakukan di 2018.
Sedangkan daerah Asia Timur diproyeksi akan menikmati pertumbuhan eknomi sampai 5.7% pada 2018. Disamping iklim pasar tenaga kerja yang aman serta suku bunga pola yang tergolong rendah, konsumsi domestik turut menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi kawasan. Selain itu, investasi akan makin berkembang, utamanya pada pembangunan infrastruktur publik.
Namun demikian, pertumbuhan perekonomian tersebut masih menyisakan banyak sekali persoalan, antara lain terkait dengan ketimpangan kesejahteraan (inequality), terutama dialami oleh negara-negara di wilayah Afrika, Asia Barat, Amerika Latin, dan Karibia; yang secara rata-rata masih dihuni oleh lebih dari 30% masyarakat miskin.
Kemudian, kebijakan ekonomi Amerika Serikat (sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia) yang bersifat proteksionisme sedikit-banyak menghipnotis lalu-lintas perdagangan internasional secara negatif.
Diluar perkara diatas, faktor instabilitas politik dan korelasi diplomatik antar negara ikut berdampak pada iklim perekonomian. Memanasnya korelasi Amerika Serikat dengan Korea Utara terkait uji coba senjata nuklir, konflik politik di daerah Timur-Tengah, serta gosip t3r0risme internasional, masih menjadi tantangan besar bagi pembangunan perekonomian global.
Dari sisi lingkungan, problem terbesar ialah bagaimana mengatasi efek climate change dan global warming yang di beberapa wilayah dunia sudah masuk dalam kategori mengkhawatirkan.
PBB juga menekankan pentingnya investasi pada sumberdaya manusia, tata kelola pemerintahan yang transparan, pemanfaatan teknologi modern yang ramah lingkungan, serta pendayagunaan modal sosial, untuk membantu percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif (United Nations. World Economic Situation and Prospects 2018).
Sementara the International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 3.7% di 2018, sedikit lebih baik daripada capaian pada 2017 yang berada di angka 3.6%.
Negara maju menyerupai Amerika Serikat akan mengalami pertumbuhan pesat dengan derma sektor keuangan yang stabil dan tingginya indeks keyakinan konsumen (consumer confidence index). Sementara Euro Zone juga menikmati pertumbuhan akhir adanya kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung produktivitas sektor industri, manufaktur, dan perdagangan.
Berikutnya, negara anggota ASEAN menyerupai Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam diprediksi akan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, terutama diperoleh dari meningkatnya ekspor perdagangan (IMF, Global Prospects and Policies, October 2017).
Sementara dalam laporannya, the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) secara khusus mencermati perkembangan perekonomian di daerah Asia Tenggara, China dan India, dengan fokus pada peningkatan penggunaan teknologi digital untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
OECD mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi rata-rata daerah Asia diprediksi mencapai 6.3% pada periode 2018-2022. Pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan perekonomian menjadi penyokong utama perekonomian kawasan. Sedangkan dalam jangka panjang, peningkatan pemanfaatan teknologi modern akan menjadi pemain drama utama pertumbuhan ekonomi.
Digitalisasi diyakini bisa mengintegrasikan setiap kegiatan perekonomian menjadi semakin cepat, sederhana, sekaligus produktif. Digital ekonomi telah menghipnotis semua sektor perekonomian, baik industri, perdagangan, maupun pariwisata. Kemudahan yang diberikan oleh teknologi tersebut berperan penting dalam memacu kegiatan ekonomi dan investasi.
Studi juga menyebutkan bahwa di 2018, Indonesia akan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi sampai 5.4%, meningkat dari 2017 yang berada di angka 5.0%; sementara Filipina dan Vietnam akan mencapai pertumbuhan diatas 6%. Peningkatan iklim investasi, fasilitas perijinan, sampai tingkat suku bunga bank sentral menjadi faktor pendorong pembangunan ekonomi negara-negara tersebut (OECD. Economic Outlook for Southeast Asia, China and India 2018: Fostering Growth Through Digitalisation).
Sebagai catatan akhir, banyak sekali studi diatas menggambarkan kemungkinan kondisi perekonomian dunia di 2018. Kita akan terus mencermati bagaimana kondisi riil dari dinamika perekonomian yang terjadi di tahun mendatang. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Perekonomian Global 2017: bertumbuh dalam ketidakpastian
Menakar Kebutuhan Sumberdaya Energi di Masa Depan
Digital Economy: dikala perekonomian dan perdagangan berada dalam jentikan jari
Problem Ketahanan Pangan Global (Global Food Security) Sumber http://www.ajarekonomi.com
Dalam salah satu laporannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations) menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada 2017 mencapai 3.0%, meningkat dari pencapaian 2016 yang tercatat sebesar 2.4%.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi semenjak 2011. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia di 2018 diperkirakan tetap stabil di angka 3.0%. Namun demikian, kondisi ekonomi tahun depan diyakini masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam kaitannya dengan perwujudan agenda the Sustainable Development Goals (SDGs).
Studi menyebut bahwa efek negatif lesu’nya perekonomian global yang terjadi pada periode 2008-2009 dan 2013-2014 mulai mengendur. Hal ini diperkuat dengan meningkatnya produktivitas sektor riil dan lalu-lintas perdagangan internasional. Lebih jauh, PBB melihat bahwa pertumbuhan ekonomi 2018 akan banyak ditunjang oleh peningkatan laju investasi, penurunan volatilitas sektor keuangan, serta semakin membaiknya outlook makroekonomi global.
Negara maju menyerupai Jepang diprediksi akan mengalami pertumbuhan aktual di 2018, terutama berkat derma kebijakan makroekonomi, serta meningkatnya konsumsi rumahtangga dan investasi di sektor publik. Sebagai catatan, Jepang mengalami pertumbuhan sampai 1.7% pada 2017.
Kebijakan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan) melalui Quantitative and Qualitative Monetary Easing (QQE) dipercaya bisa menjaga stabilitas mata uang Yen. Sementara keunggulan daya saing menjadi kekuatan negara tersebut dalam meningkatkan produktivitas sektor riil. Hal itu tercermin dari capaian Gross Domestic Product (GDP) Jepang yang diperkirakan meningkat 1.2% pada 2018.
Disisi lain, daerah Eropa juga akan menikmati peningkatan pertumbuhan ekonomi sampai 2.1% di 2018. Sektor konsumsi dan perdagangan internasional menjadi penyumbang terbesar bagi pesatnya pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Untuk Euro Zone, kebijakan Bank Sentral Eropa (European Central Bank) dalam mengurangi stimulus moneter diyakini bisa memperkuat posisi Euro terhadap US$. Kebijakan tersebut kemungkinan masih akan diberlakukan di 2018.
Sedangkan daerah Asia Timur diproyeksi akan menikmati pertumbuhan eknomi sampai 5.7% pada 2018. Disamping iklim pasar tenaga kerja yang aman serta suku bunga pola yang tergolong rendah, konsumsi domestik turut menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi kawasan. Selain itu, investasi akan makin berkembang, utamanya pada pembangunan infrastruktur publik.
Namun demikian, pertumbuhan perekonomian tersebut masih menyisakan banyak sekali persoalan, antara lain terkait dengan ketimpangan kesejahteraan (inequality), terutama dialami oleh negara-negara di wilayah Afrika, Asia Barat, Amerika Latin, dan Karibia; yang secara rata-rata masih dihuni oleh lebih dari 30% masyarakat miskin.
Kemudian, kebijakan ekonomi Amerika Serikat (sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia) yang bersifat proteksionisme sedikit-banyak menghipnotis lalu-lintas perdagangan internasional secara negatif.
Diluar perkara diatas, faktor instabilitas politik dan korelasi diplomatik antar negara ikut berdampak pada iklim perekonomian. Memanasnya korelasi Amerika Serikat dengan Korea Utara terkait uji coba senjata nuklir, konflik politik di daerah Timur-Tengah, serta gosip t3r0risme internasional, masih menjadi tantangan besar bagi pembangunan perekonomian global.
Dari sisi lingkungan, problem terbesar ialah bagaimana mengatasi efek climate change dan global warming yang di beberapa wilayah dunia sudah masuk dalam kategori mengkhawatirkan.
PBB juga menekankan pentingnya investasi pada sumberdaya manusia, tata kelola pemerintahan yang transparan, pemanfaatan teknologi modern yang ramah lingkungan, serta pendayagunaan modal sosial, untuk membantu percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif (United Nations. World Economic Situation and Prospects 2018).
Sementara the International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 3.7% di 2018, sedikit lebih baik daripada capaian pada 2017 yang berada di angka 3.6%.
Negara maju menyerupai Amerika Serikat akan mengalami pertumbuhan pesat dengan derma sektor keuangan yang stabil dan tingginya indeks keyakinan konsumen (consumer confidence index). Sementara Euro Zone juga menikmati pertumbuhan akhir adanya kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung produktivitas sektor industri, manufaktur, dan perdagangan.
Berikutnya, negara anggota ASEAN menyerupai Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam diprediksi akan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, terutama diperoleh dari meningkatnya ekspor perdagangan (IMF, Global Prospects and Policies, October 2017).
Sementara dalam laporannya, the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) secara khusus mencermati perkembangan perekonomian di daerah Asia Tenggara, China dan India, dengan fokus pada peningkatan penggunaan teknologi digital untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
OECD mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi rata-rata daerah Asia diprediksi mencapai 6.3% pada periode 2018-2022. Pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan perekonomian menjadi penyokong utama perekonomian kawasan. Sedangkan dalam jangka panjang, peningkatan pemanfaatan teknologi modern akan menjadi pemain drama utama pertumbuhan ekonomi.
Digitalisasi diyakini bisa mengintegrasikan setiap kegiatan perekonomian menjadi semakin cepat, sederhana, sekaligus produktif. Digital ekonomi telah menghipnotis semua sektor perekonomian, baik industri, perdagangan, maupun pariwisata. Kemudahan yang diberikan oleh teknologi tersebut berperan penting dalam memacu kegiatan ekonomi dan investasi.
Studi juga menyebutkan bahwa di 2018, Indonesia akan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi sampai 5.4%, meningkat dari 2017 yang berada di angka 5.0%; sementara Filipina dan Vietnam akan mencapai pertumbuhan diatas 6%. Peningkatan iklim investasi, fasilitas perijinan, sampai tingkat suku bunga bank sentral menjadi faktor pendorong pembangunan ekonomi negara-negara tersebut (OECD. Economic Outlook for Southeast Asia, China and India 2018: Fostering Growth Through Digitalisation).
Sebagai catatan akhir, banyak sekali studi diatas menggambarkan kemungkinan kondisi perekonomian dunia di 2018. Kita akan terus mencermati bagaimana kondisi riil dari dinamika perekonomian yang terjadi di tahun mendatang. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Perekonomian Global 2017: bertumbuh dalam ketidakpastian
Menakar Kebutuhan Sumberdaya Energi di Masa Depan
Digital Economy: dikala perekonomian dan perdagangan berada dalam jentikan jari
Problem Ketahanan Pangan Global (Global Food Security) Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "✔ Mencermati Situasi Perekonomian Dunia Di 2018"
Posting Komentar