iklan

Apa Itu Repo Saham?

Menurut Investopedia, repurchase agreement, atau biasa disingkat repo, adalah perjanjian antara dua belah pihak dimana pihak pertama meminjam sejumlah dana dari pihak kedua dengan jaminan aset keuangan tertentu, contohnya saham, obligasi, hingga surat utang negara, dengan akad bahwa pihak pertama akan membeli kembali saham tersebut (sehingga pihak kedua akan memperoleh uangnya kembali). Biasanya nilai pinjamannya lebih rendah dari nilai aset yang dijaminkan, contohnya A meminjam dana Rp100 juta dari B dengan jaminan 100,000 lembar saham X pada harga Rp1,000 per saham (jadi nilai pinjamannya Rp100 juta), sementara harga saham X di pasar mencapai Rp1,500. Sehingga teorinya adalah, kalau ternyata si A tidak sanggup melunasi utangnya, maka si B sebagai pemilik dana tinggal menjual saham X yang ia pegang sebagai jaminan, dan ia tetap akan meraup untung 50% (karena ia sanggup menjual saham X di pasar pada harga 1,500, sementara modalnya cuma 1,000).

Pada prakteknya, prosedur dari transaksi repo ini terbilang macam-macam/berbeda satu sama lain, tergantung dari poin-poin perjanjian antara si peminjam dan pemilik dana. Contoh, ada transaksi repo dimana si peminjam semenjak awal tidak akan membeli kembali saham yang dijaminkan, atau dengan kata lain ia benar-benar menjual sahamnya ke si pemilik dana, dan alhasil si pemilik dana hanya sanggup memperoleh kembali uangnya dengan cara menjual saham tersebut di pasar. Ada juga repo dimana saham yang menjadi jaminan gres boleh dijual kembali di pasar oleh si pemilik dana sehabis jangka waktu tertentu (istilahnya sahamnya di-lock). Dan ada repo dimana si peminjam menjaminkan saham pada harga yang sama dengan harga pasar, sehingga si pemilik dana tidak akan memperoleh keuntungan kalau menjual saham jaminan tersebut di pasar, namun dengan akad bahwa saham tersebut akan dibeli lagi pada harga yang sama, plus bunga.

Kalau di negara maju menyerupai Amerika, transaksi repo ini dianggap kondusif alasannya yaitu aset yang dijaminkan biasanya berupa surat utang negara atau treasury bonds, yang risikonya tentu jauh lebih rendah dibanding saham. However, kalau di negara berkembang menyerupai Indonesia, maka ‘repo’ ini mempunyai konotasi yang buruk. Karena sering terjadi masalah repo dimana meski si peminjam berjanji akan membeli kembali saham yang dijaminkan pada harga yang sudah ditentukan, namun akad tersebut ternyata tidak dipenuhi. Atau dikala si pemilik dana akan menjual saham jaminan yang ia pegang di pasar, ternyata harganya sudah turun duluan, contohnya saham X diatas dimana harganya tadinya 1,500, tapi ternyata kini harganya tinggal 500, sehingga posisi si pemilik dana menjadi rugi (karena modalnya di harga 1,000).

Dan untuk masalah yang kedua, yakni saham yang dijaminkan sudah turun duluan, biasanya melibatkan ‘saham-saham gorengan’ yang pada waktu-waktu tertentu bergerak liar dan terbang tinggi, tapi dikala sekalinya turun maka bakal gila-gilaan turunnya. Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa saham gorengan yang turun secara tidak masuk akal hingga menjadikan kerugian besar-besaran dari para pemegang sahamnya, dan ditengarai bahwa penyebab kejatuhan saham-saham tersebut salah satunya yaitu alasannya yaitu transaksi repo. Sebut saja saham Trada Maritime (TRAM), Sekawan Intipratama (SIAP), Express Transindo Utama (TAXI), Hanson International (MYRX), hingga Sugih Energy (SUGI).

Tapi kenapa penurunan saham-saham diatas dianggap ada kaitannya dengan repo? Well, alasannya yaitu biasanya modusnya menyerupai ini. Pertama, ada individu atau perusahaan tertentu, sebut saja A, yang memegang saham X dalam jumlah besar (individu/perusahaan ini biasanya merupakan pemegang saham mayoritas/pemilik dari emiten X tersebut, tapi sanggup juga pihak lain). A kemudian memperjual belikan saham X miliknya sendiri di market (jadi yang membeli dan menjual yaitu pihak yang sama, tapi tentunya pake dua atau beberapa rekening sekuritas yang berbeda), dimana setiap transaksi dilakukan pada harga yang lebih tinggi dari transaksi sebelumnya. Alhasil, saham X naik terus. Misalnya tadinya saham X harganya cuma 100, sehabis ‘digoreng’ menyerupai itu maka sanggup naik hingga 500. Dan A inilah yang sering disebut dengan istilah ‘bandar’.

Kemudian, A mendatangi banyak investor, entah itu investor individu atau institusi, untuk meminjam uang dengan jaminan saham X tersebut. Biasanya dikatakan bahwa uang dukungan tersebut akan dipakai untuk mengembangkan/ekspansi perjuangan dari emiten X itu sendiri. Misalnya salah satu investor tersebut yaitu B, yang oke meminjamkan dana Rp30 juta, dengan jaminan 100,000 lembar (1,000 lot) saham X pada harga Rp300 per saham. Karena saham X di pasar yaitu Rp500, maka sekilas B tidak perlu khawatir, alasannya yaitu kalau A tidak sanggup melunasi utangnya/membeli kembali saham yang dijaminkan, maka ia tinggal menjual saham X di pasar, dan ia akan tetap memperoleh keuntungan.

Problemnya, semenjak awal kenaikan harga saham X dari 100 ke 500 itu bukan alasannya yaitu prosedur pasar yang masuk akal (misalnya alasannya yaitu X ini mempunyai mendasar yang anggun sehingga investor ramai-ramai membelinya, dan alhasil harganya naik), melainkan alasannya yaitu rekayasa bandar tadi. Ini artinya kalau bukan si bandar itu sendiri yang membeli/menaikkan saham X di pasar, maka gak akan ada orang lain lagi yang mau membeli saham X (kecuali mungkin spekulan, atau trader yang gak ngerti apa-apa/cuma tertarik alasannya yaitu kenaikan sahamnya saja). Alhasil dikala saham X turun signifikan dalam sehari, contohnya 5%, maka investor yang memegang repo-nya sanggup pribadi panik dan cepat-cepat menjual saham jaminan yang mereka pegang, atau sanggup juga mereka kena forced sell. Dan ketika semua investor pemegang repo ini menjual saham X dalam waktu bersamaan dikala disisi lain tidak ada orang lain yang nampung, maka inilah hasilnya: Pada Oktober 2014 lalu, saham TRAM terjun bebas dari 1,850 hingga 330 hanya dalam sebulan, dan sehabis itu beliau kembali lanjut turun hingga jadinya mati di gocap. Dan meski belakangan ini TRAM mulai ‘hidup' lagi, tapi untuk saham repo lainnya menyerupai SIAP, nasibnya ternyata lebih buruk yakni hilang sama sekali dari peredaran (SIAP masih ada/belum delisting dari BEI, tapi sahamnya sudah tidak diperdagangkan lagi).

Penurunan Saham RIMO

Nah, jadi dikala saham Rimo International Lestari (RIMO) tiba-tiba saja drop dari 700 hingga dibawah 200 hanya dalam seminggu terakhir, maka masuk akal jikalau kemudian muncul rumor repo, alasannya yaitu kronologisnya memang sangat menyerupai dengan kasus-kasus sebelumnya: RIMO ini pertama-tama menerbitkan saham gres dalam jumlah besar (40.6 milyar lembar) melalui right issue, pada Maret 2017 lalu, pada harga Rp101 per saham. Alhasil jumlah saham beredar RIMO menjadi sangat banyak, dan sahamnya di market jadi likuid. Memasuki bulan April dan Mei, RIMO mulai merangkak naik ke 150, dan pada titik ini kenaikannya masih tampak masuk akal alasannya yaitu nilai ekuitas perusahaan juga meningkat signifikan sehabis right issue-nya (RIMO tadinya merupakan perusahaan ritel yang bangkrut, yang diakuisisi seorang pengusaha berjulukan Benny Tjokrosaputro untuk dijadikan objek backdoor listing bagi perusahaaan properti miliknya).


Namun memasuki bulan Juni, tiba-tiba saja RIMO bergerak naik dengan volume transaksi yang amat sangat besar (pernah hingga setengah milyar lembar per hari), dan terus saja naik, hingga menyentuh 770 di bulan Oktober kemarin, atau terbang lebih dari empat kali lipat dalam waktu kurang dari enam bulan! Lalu apakah kenaikan tersebut alasannya yaitu mendasar RIMO memang bagus? Actually, nggak juga, alasannya yaitu penulis sudah bolak balik baca laporan keuangan RIMO semenjak awal 2017 lalu, dan kesimpulannya yaitu beliau sama sekali gak istimewa. Intinya sulit untuk menyampaikan bahwa kenaikan RIMO tersebut yaitu alasannya yaitu faktor fundamental, dan penulis biasanya sanggup dengan santai menyampaikan bahwa saham-saham model RIMO ini cepat atau lambat bakal turun lagi. Dan ternyata memang benar: Kasus kejatuhan TRAM dan SIAP beberapa waktu lalu, kali ini kembali terulang di RIMO ini, dan tentunya dengan menyeret banyak korban, baik itu yang memegang RIMO alasannya yaitu membeli sahamnya di pasar, atau dari hasil repo-nya.

Balik lagi ke soal repo. Namun meski kita sanggup katakan bahwa penurunan RIMO, atau saham lainnya, ditengarai alasannya yaitu repo, tapi kita tidak sanggup mengetahui secara persis, apakah penurunan RIMO tersebut beneran alasannya yaitu adanya repo atau tidak. Karena kalaupun RIMO ini di-repo-kan, maka biasanya investor yang memegang saham repo-nya nggak mau ngaku (bahwa beliau pegang repo RIMO), alasannya yaitu 1. Ia semenjak awal sadar bahwa keputusannya untuk ikut repo tersebut merupakan spekulasi, atau 2. Ia diberi tahu oleh si peminjam/orang yang memperlihatkan repo tersebut, untuk jangan cerita-cerita lagi soal repo ini ke orang lain. Soalnya kan gak enak, orang lain harus beli RIMO di harga 700 (harga pasar), tapi bapak/ibu sanggup dapet saham RIMO ini sebagai jaminan di harga 300 saja. Makara mirip-mirip lah menyerupai kalau anda sanggup telepon yang menyampaikan bahwa anda menang undian, tapi sebelum menyuruh anda ke mesin ATM, si penelpon biasanya akan kasih tau supaya anda ‘jangan bilang ke siapa-siapa’ bahwa anda menang undian tersebut.

And btw, selama wara wiri di market semenjak 2009, penulis sendiri sudah beberapa kali ditawari repo menyerupai ini, atau bahkan ditawari untuk menjual kembali repo tersebut ke pihak lain, dengan iming-iming komisi. Tapi penulis tolak semuanya karena, entah kebetulan atau bukan, saham-saham yang direpokan biasanya emitennya mempunyai kinerja mendasar yang gak jelas, dan manajemennya cuma jualan prospek. Contoh, dulu saham SIAP banyak direpokan dengan iming-iming bahwa tambang batubara milik perusahaan kalau nanti sudah beroperasi maka akan menghasilkan keuntungan higienis yang sangat besar, padahal tambang yang dimaksud sama sekali belum diapa-apakan/masih berupa hutan lebat yang tentunya butuh banyak biaya untuk dibabat, digali, dan seterusnya, tapi SIAP ini sama sekali gak punya duit untuk pengembangan tersebut (makanya owner perusahaan me-repo-kan saham SIAP untuk memperoleh dana untuk menggali batubaranya). Sayangnya alasannya yaitu timing-nya salah, dimana meski si bandar kemudian punya duit banyak hasil jualan repo untuk acara tambangnya, tapi tetap saja tambang batubaranya belum sanggup digali dulu, alasannya yaitu dikala itu (tahun 2015) harga batubara justru sedang rendah-rendahnya (jadi kalau perusahaan memaksakan menggali batubara, mereka justru akan rugi). Dan sebelum SIAP benar-benar memproduksi batubara, sahamnya sudah keburu nyungsep duluan, dan SIAP itu sendiri kemudian bubar sama sekali.

Makara maksud penulis adalah, kalau contohnya saya ditawari repo saham ASII, BBRI, atau UNVR pada harga yang jauh dibawah harga pasarnya, maka dengan bahagia hati penulis akan mengambilnya, kalo perlu jual rumah lah! Tapi kalau anda ditawari repo dari saham-saham yang bahkan mungkin belum pernah anda dengar sebelumnya, maka kini anda sudah tahu, apa yang harus anda lakukan. Dalam hal ini penulis juga hendak memberikan sedikit kritik kepada BEI dan OJK, yang kini lagi banyak berbenah untuk menata pasar modal Indonesia, tapi so far belum ada tindakan atau peraturan gres yang secara khusus mengatur soal repo ini. Penulis khawatir jikalau ini dibiarkan, maka tidak hanya akan terus jatuh korban dari investor ritel, tapi reputasi pasar saham Indonesia di mata fund manager global juga bakal jadi jelek, alasannya yaitu disini isinya cuma gorengan melulu.

Anyway, sambil menunggu para bos besar ini melaksanakan tindakan, yang terpenting disini yaitu kita sendiri sebagai investor jangan gampang tergiur kalau contohnya ada orang yang menawari anda repo dengan iming-iming tertentu (kadang si peminjam menolak untuk menyebut ini ‘repo’ melainkan menyebutnya dengan istilah yang lebih keren menyerupai private placement atau lainnya, padahal private placement terperinci berbeda dengan repo), atau tergiur dengan ‘saham-saham terbang’ padahal kenaikannya tidak didukung faktor fundamental. Intinya kita invest saham dengan cara yang lurus-lurus sajalah! Dan bukannya malah macem-macem dengan ikut repo atau sejenisnya, OK?

Buku Kumpulan Analisis Saham-saham pilihan (Ebook Kuartalan) edisi Kuartal III 2017 sudah terbit! Anda sanggup pribadi memperolehnya disini.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: adalah perjanjian antara dua belah pihak dimana pihak pertama meminjam sejumlah dana dari  Apa Itu Repo Saham?
Sumber http://teguhidx.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Apa Itu Repo Saham?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel