iklan

Model Pembelajaran Experiental Learning

Oleh : Ilham Budiman


Pengertian Model Experiential Learning

Pembelajaran dengan model experiential learning mulai diperkenalkan pada tahun 1984 oleh David Kolb dalam bukunya yang berjudul “ Experiential Learning, experience as the source of learning and development”. Experiential Learning mendefinisikan berguru sebagai “proses bagaimana pengetahuan diciptakan melalui perubahan bentuk pengalaman. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi pemahaman dan mentransformasikan pengalaman” (Kolb 1984: 41). Gagasan tersebut kesannya berdampak sangat luas pada perancangan dan pengembangan model pembelajaran seumur hidup (lifelong learning models). Pada perkembangannya dikala ini, menjamurlah lembaga-lembaga training dan pendidikan yang memakai Experiential Learning sebagai metode utama pembelajaran bahkan hingga pada kurikulum pokoknya. Kolb mengusulkan bahwa  experiential learning mempunyai enam karakteristik utama, yaitu:


  • Belajar terbaik dipahami sebagai suatu proses. Tidak dalam kaitannya dengan hasil yang dicapai. 
  • Belajar yaitu suatu proses kontinyu yang didasarkan pada pengalaman. 
  • Belajar memerlukan resolusi konflik-konflik antara gaya-gaya yang berlawanan dengan cara dialektis. 
  • Belajar yaitu suatu proses yang holistik. 
  • Belajar melibatkan korelasi antara seseorang dan lingkungan. 
  • Belajar yaitu proses wacana membuat pengetahuan yang merupakan hasil dari korelasi antara pengetahuan sosial dan pengetahuan pribadi.

Experiential learning itu yaitu proses belajar, proses perubahan yang memakai pengalaman sebagai media berguru atau pembelajaran. Experiential Learning yaitu pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman langsung. Experiential Learning berfokus pada proses pembelajaran untuk masing-masing individu (David A. Kolb 1984).
Experiential Learning yaitu suatu pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang berguru terbaik itu dari pengalaman. Dan untuk pengalaman berguru yang akan benar-benar efektif, harus memakai seluruh roda belajar, dari pengaturan tujuan, melaksanakan observasi dan eksperimen, mengusut ulang, dan perencanaan tindakan. Apabila proses ini telah dilalui memungkinkan siswa untuk berguru keterampilan baru, sikap gres atau bahkan cara berpikir baru.
Jadi, experiential learning yaitu suatu bentuk kesengajaan yang tidak disengaja (unconsencious awareness). Contohnya, ketika siswa dihadapkan pada game Spider Web atau jaring laba-laba. Tugas kelompok yaitu menyeberang jaring yang lubangnya pas dengan tubuh kita, namun tidak ada satu orangpun yang boleh menyentuh jaring tersebut. Tugas yang diberikan tidak akan berhasil dilakukan secara individual alasannya yaitu sudah diciptakan untuk dikerjakan bersama. Untuk mencapai kerjasama yang baik, niscaya akan timbul yang namanya komunikasi antaranggota kelompok. Lalu muncullah secara alami orang yang yang berpotensi menjadi seorang inisiator, leader, komunikator, ataupun karakter-karakter lainnya.
Experiential Learning itu sendiri berisi 3 aspek yaitu: Pengetahuan (konsep, fakta, informasi), Aktivitas (penerapan dalam kegiatan) dan Refleksi  (analisis dampak kegiatan terhadap perkembangan individu). Ketiganya merupakan bantuan penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Relasi dari ketiganya sanggup digambarkan sebagai berikut:
Bagan korelasi antara EL dengan aspek pembelajaran

Sedangkan dalam merancang training experiental learning, ada 4 tahapan yang harus dilalui yaitu: 1 Experiencing, tantangan pribadi atau kelompok, 2. Reviewing: menggali individu untuk mengkomunikasikan pembelajaran dari pengalaman yang didapat, 3. Concluding menggambarkan kesimpulan dan kaitan antara masa kemudian dan sekarang, serta 4. Planning: menerapkan hasil pembelajaran yang dialaminya.
Peran Fasilitator
Di dalam proses berguru dengan metode experiental learning, pengajar berfungsi sebagai seorang fasilitator. Artinya pengajar hanya menunjukkan arah (guide) tidak menunjukkan informasi secara sepihak dan menjadi sumber pengetahuan tunggal. Setelah siswa melaksanakan suatu aktivitas, selanjutnya siswa akan mengabstraksikan sendiri pengalamannya. Seperti contohnya apa yang dirasakan oleh mereka dalam menyelenggarakan pertunjukkan, permasalahan yang dihadapi, bagaimana cara menuntaskan masalah, apa yang sanggup dipelajari untuk memperbaiki diri di masa depan. Jadi, pengajar lebih menggali pengalaman penerima itu sendiri. Untuk itu kemampuan yang diharapkan untuk menjadi fasilitator yaitu mengobservasi sikap siswa, menghidupkan suasana aktif partisipatif, bersikap netral dan percaya atas kemampuan siswa untuk memecahkan persoalannya sendiri.
Dengan demikian pembelajaran dengan metode ini akan membuat suasana berguru yang menyenangkan sehingga penerima didik lebih memahami manfaat ilmu yang dipelajarinya.
Model Experiential Learning sebagai pembelajaran sanggup di lihat sebagai sebuah siklus yang terdiri dari dua rangkaian yang berbeda, mempunyai daya tangkap dalam pemahaman dan mempunyai tujuan yang berkelanjutan. Bagaimanapun, kesemua itu harus diintegrasikan dengan urutan untuk mempelajari apa yang terjadi. Daya tangkap dalam memahami sesuatu sangat dipengaruhi oleh pengamatan yang dialami lewat pengalaman, sementara tujuan yang berkelanjutan bekerjasama dengan perubahan dari pengalaman. Komponen-komponen tersebut harus saling bekerjasama untuk memperoleh pengetahuan (baker, Jensen, Kolb, 2002). Dengan kata lain sanggup disingkat sebagai berikut “ pengamatan yang dilakukan sendirian tidak cukup dijadikan pembelajaran, harus dilakukan secara terperinci dan perubahan yang dilakukan sendiri tidak sanggup mewakili yang dibutuhkan pembelajaran, untuk itu diharapkan perubahan yang dibutuhkan dalam pembelajaran” (baker, Jensen, Kolb, 2002 p.56-67).
Model Experiential Learning mencoba menjelaskan mengapa pembelajaran lewat pendekatan pengalaman berguru berbeda dan bisa mencapai tujuan. Hal ini dibuktikan oleh berkembangnya kecakapan yang cukup baik yang dimiliki oleh beberapa individu sehabis dibandingkan dengan individu lain (Laschinger, 1990).
Tahap-tahap Pelaksanaan Model Experiential Learning
David Kolb, mengembangkan Model Experiential Learning  yang sanggup digambarkan menyerupai berikut ini: 
Siklus  Model Experiential Learning David  Kolb
Mengacu pada gambar di atas, intinya pembelajaran Model Experiential Learning ini sederhana dimulai dengan melaksanakan (do), refleksikan (reflect) dan kemudian terapkan (apply). Jika dielaborasi lagi maka akan terdiri dari lima langkah, yaitu mulai dari proses mengalami (experience), menyebarkan (share), analisis pengalaman tersebut (proccess), mengambil pesan yang tersirat atau menarik kesimpulan (generalize), dan menerapkan (apply). Begitu seterusnya kembali ke fase pertama, alami. Siklus ini bergotong-royong tidak pernah berhenti.
Masing-masing tujuan dari rangkaian-rangkaian tersebut kemudian muncullah langkah-langkah dalam proses pembelajaran, yaitu: Concrete experience, Reflective observation, Abstract conceptualization, Active experimentation.
Siklus empat langkah dalam Experiential Learning David  Kolb
Adapun pembagian terstruktur mengenai dari langkah-langkah tersebut yaitu sebagai berikut:
  • Concrete experience (feeling): Belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik. Peka terhadap situasi 
  • Reflective observation (watching): Mengamati sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati lingkungan dari perspektif-perspektif yang berbeda. Memandang dari banyak sekali hal untuk memperoleh suatu makna. 
  • Abstract conceptualization (thinking): Analisa logis dari gagasan-gagasan dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi. 
  • Active experimentation (doing): Kemampuan untuk melaksanakan banyak sekali hal dengan orang-orang dan melaksanakan tindakan menurut peristiwa. Termasuk pengambilan resiko.

Peter Honey dan Alan Mumford (1970) mengembangkan sistem cara berguru mereka sebagai variasi pada model Kolb. Honey dan Mumford dari sistem mereka berkata:
"Kami mendeskripsikan tahapan dalam siklus pembelajaran yang berasal dari karya David Kolb. Kolb memakai kata-kata yang berbeda untuk menjelaskan tahapan dari siklus berguru dan empat gaya belajar..." 
Dalam ringkasan ini yaitu klarifikasi singkat dari empat tahap yang dikembangkan oleh Honey dan Mumford, yang secara eksklusif saling terkait, alasannya yaitu berbeda dari model Kolb di mana cara berguru yang merupakan produk kombinasi pembelajaran tahapan siklus. Yang khas dari presentasi Honey dan Mumford wacana gaya masing-masing tahapan pada bulat atau empat tahap berhubung dengan putaran arus diagram.
¨      Having an Experience' (Memiliki sebuah Pengalaman)  tahap 1, dan Aktivis (gaya 1): 'di sini dan sekarang', suka berteman, mencari tantangan dan pengalaman langsung, buka hati, bosan dengan pelaksanaan.
¨      'Reviewing the Experience' (Meninjau kembali Pengalaman)  tahap 2 dan Reflectors (gaya 2): 'mundur', mengumpulkan data, merenungkan dan menganalisa, keterlambatan mencapai kesimpulan, mendengarkan sebelum berbicara, thoughtful.
¨      'Concluding from the Experience' (menyimpulkan menurut Pengalaman) tahap 3 dan Theorists (gaya 3): berpikir logis dalam hal melalui langkah-beda mencernakan fakta menjadi terperinci teori, tujuan akal, menolak subyektivitas dan kesembronoan.
¨      'Planning the next steps' (Perencanaan langkah berikutnya) tahap 4 dan Pragmatists (gaya 4): mencari dan mencoba ide-ide baru, praktis, bawah-ke-bumi, menikmati pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dengan cepat, bosan dengan diskusi panjang.
Dari tahapan di atas, ada kesamaan yang berpengaruh antara Honey dan Mumford tahapan yang sesuai dan gaya berguru Kolb:
¨      Activist = Accommodating
¨      Reflector = Diverging
¨      Theorist = Assimilating
¨      Pragmatist = Converging




Tahap – tahap pelaksanaan Model Experiential Learning
Seperti halnya model pembelajaran lainnya, dalam menerapkan model experiential learning guru harus memperbaiki mekanisme supaya pembelajarannya berjalan dengan baik. Hamalik (2001:213), mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiential learning yaitu sebagai berikut:



1.            Guru merumuskan secara secama suatu planning pegalaman berguru yang bersifat terbuka (open minded) mengenai hasil yang potensial atau mempunyai seperangkat hasil-hasil tertentu.
2.            Guru harus bisa menunjukkan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap pengalaman.
3.            Siswa sanggup bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil/keseluruhan kelompok di dalam berguru menurut pengalaman.
4.            Para siswa di tempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya siswa bisa memecahkan masalah dan bukan dalam situasi pengganti.
5.            Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia,membuat keputusan sendiri, mendapatkan konsekuensi menurut keputusan tersebut.
6.            Keseluruhan kelas menyajikan pengalaman yang telah dituangkan ke dalam goresan pena sehubungan dengan mata pelajaran tersebut untuk memperluas pengalaman berguru dan pemahaman siswa dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan membahas majemuk pengalaman tersebut.

Itulah tahapan-tahapan Model Experiential Learning. Tentunya perlu diawali dengan sesuatu yang dianggap menantang bagi siswa. Intinya yaitu biarkan dulu mereka mengalami, merefleksikan dan memaknai apa yang telah mereka pelajari.
Selain beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiential learning diatas, guru juga harus memperhatikan metode berguru melalui pengalaman ini, yaitu mencakup tiga hal di bawah ini:


1.            Strategi berguru melalui pengalaman memakai bentuk sekuens induktif, berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas.

2.            Penekanan dalam taktik berguru melalui pengalaman yaitu proses belajar, dan bukan hasil belajar.
3.            Guru sanggup memakai taktik ini dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Berdasarkan pendapat diatas, sanggup ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran experiential learning disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang dimiliki oleh siswa. Prinsip inipun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan kiprah dan pekerjaan serta dalam cara-cara berguru yang biasa dilakukan oleh siswa (Sudjana, 2005:174).
Kelemahan dan Kelebihan Model Experiential Learning
Teori ini mempunyai kelemahan, kelemahannya terletak pada bagaimana Kolb menjelaskan teori ini masih terlalu luas cakupannya dan tidak sanggup dimengerti secara mudah.
 Kelebihan Model Experiential Learning
Namun teori ini mempunyai kelebihan, hasilnya sanggup dirasakan bahwa pembelajaran lewat pengalaman lebih efektif dan sanggup mencapai tujuan secara maksimal.
Beberapa manfaat model experiential learning dalam membangun dan meningkatkan kerjasama kelompok antara lain adalah:

o      mengembangkan dan meningkatkan rasa saling ketergantungan antar sesama anggota kelompok
o      meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
o      mengidentifikasi dan memanfaatkan talenta tersembunyi dan kepemimpinan
o      meningkatkan tenggang rasa dan pemahaman antar sesama anggota kelompok.

Sedang manfaat model experiential learning secara individual antara lain adalah:

o      meningkatkan kesadaran akan rasa percaya diri
o      meningkatkan kemampuan berkomunikasi, perencanaan dan pemecahan masalah
o      menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi situasi yang jelek
o      menumbuhkan dan meningkatkan rasa percaya antar sesama anggota kelompok
o      menumbuhkan dan meningkatkan semangat kerjasama dan kemampuan untuk berkompromi
o      menumbuhkan dan meningkatkan kesepakatan dan tanggung jawab
o      menumbuhkan dan meningkatkan kemauan untuk memberi dan mendapatkan sumbangan
o      mengembangkan ketangkasan, kemampuan fisik dan koordinasi.

Tantangan yang terkait dengan penerapan Model Experiential Learning terkadang tidak mengenal kompromi. Untuk siswa, pengalaman yang akan diterima kadang membuat mereka merasa tegang dan juga menyenangkan. Idealnya, begitu mereka mulai mempercayai dan berani untuk mencoba, mereka akan berhasil secara fisik dan emosional dan mengetahui bahwa sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan bergotong-royong sanggup dilakukan.
Sumber http://fisikasma-online.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Model Pembelajaran Experiental Learning"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel