Prospek Batubara: Update Kuartal Ii 2017
Salah satu kesulitan dalam berinvestasi di saham-saham komoditas, entah itu minyak, batubara, hingga CPO, ialah kita sebagai investor tidak akan mempunyai citra soal apakah harga minyak kedepannya bakal naik atau turun. Maksud penulis adalah, kita juga memang tidak sanggup memprediksi naik turunnya harga saham, tapi naik turunnya harga komoditas, itu lebih tidak sanggup diprediksi lagi. Contohnya, meski kita tidak tahu apakah besok-besok saham Astra International (ASII) bakal naik atau turun, tapi penulis cukup pede untuk menyampaikan bahwa bahkan kalaupun terjadi force majeure ataupun IHSG drop, tapi ASII gak akan turun hingga dibawah 5,000.
Sementara harga komoditas? Well, ambil teladan harga minyak. Tiga tahun lalu, ketika harga minyak masih strong di level US$ 90 – 100 per barel, maka tidak ada seorangpun yang memprediksi bahwa minyak bakal drop hingga dibawah US$ 50 per barel, tapi nyatanya itulah yang terjadi. Sebaliknya, ketika awal 2016 kemudian minyak terus saja turun hingga sempat dibawah US$ 30 per barel hingga menjadikan kepanikan (anda sanggup baca lagi ceritanya disini), maka ketika itu ada banyak analis yang memprediksi bahwa minyak bakal lanjut jeblok hingga US$ 15, tapi justru sesudah itu minyak naik lagi, sebelum kemudian kini stabil di US$ 40 – 50 per barel.
Makara kalau kita ambil saham Perusahaan Gas Negara (PGAS) sebagai perbandingan, dimana ketika sahamnya turun 10 – 15% saja (dari 2,500-an ke 2,100-an) orang-orang sudah pada ribut, maka harga minyak ini sanggup dengan gampang terjun bebas hingga 50 – 70%, dan tak usang kemudian pribadi naik lagi dengan persentase kenaikan yang sama gilanya. Dan tidak hanya minyak, namun komoditas lainnya, termasuk batubara, juga sama menyerupai itu. Untuk batubara, penulis masih ingat ketika harga minyak tiba-tiba saja drop ke US$ 40 sebelum libur panjang Idul Fitri beberapa waktu lalu, yang menimbulkan harga batubara benchmark Newcastle ikut drop hingga dibawah US$ 80 dan orang-orang pribadi panik. Tapi berapa harga batubara sekarang? Well, tiba-tiba saja sudah diatas US$ 97 per ton. Lalu kedepannya harga batubara ini bakal lanjut naik atau turun lagi?? Why, I have absolutely no idea!
Dan masalahnya adalah, meski dalam jangka yang lebih panjang, pergerakan saham-saham komoditas akan dipengaruhi oleh kinerja keuangan dari perusahaan yang bersangkutan, namun dalam jangka pendek maka kalau harga batubara naik, demikian pula saham-saham batubara akan ikut naik, dan sebaliknya kalau harga batubara turun, maka Adaro Energy (ADRO) dkk akan ikut turun. Kondisi ini menimbulkan saham-saham batubara menjadi sangat berisiko terutama bagi trader yang masih suka melihat naik turunnya saham setiap menitnya, dimana mereka sanggup dengan gampang terjebak euforia ketika batubara naik, tapi euforia tersebut sanggup pribadi berbalik menjadi panik hanya dalam hitungan hari, yakni ketika batubara turun. Risiko lantaran fluktuasi jangka pendek ini tidak terdapat pada saham-saham di sektor lain, katakanlah menyerupai properti dan konstruksi, yang meski kinerja mendasar mereka juga bersifat cyclical (baca: kinerjanya manis di tahun-tahun tertentu, tapi kurang manis di tahun-tahun lain), tapi naik turun sahamnya nyaris sepenuhnya dipengaruhi oleh kinerja mendasar mereka saja (dan juga valuasi sahamnya, misalnya saham-saham konstruksi dimana meski kinerjanya lebih manis dibanding properti, tapi semenjak awal PBV-nya masih agak tinggi), dan tanpa fluktuasi yang berarti.
However, dengan memakai pendekatan value investing, maka risiko lantaran fluktuasi tersebut sanggup diminimalisir jikalau kita membeli saham-saham batubara pada harga yang sedemikian murahnya, dan itu sebabnya semenjak dua tahunan terakhir penulis banyak membahas batubara di blog ini (dimulai dari artikel ini, ditulis pada bulan Juli 2015), yakni ketika harga batubara masih sangat rendah di level US$ 52 – 54 per ton, dan memang kita sendiri kemudian sukses profit besar dari sektor ini. Hanya saja, kondisinya kini sama sekali berbeda dengan satu atau dua tahun lalu, dimana sesudah naik berlipat-lipat maka valuasi saham-saham batubara tentu saja tidak lagi semurah dulu, dimana beberapa saham sudah dihargai pada PBV 2 – 3 kali atau lebih tinggi lagi, dan masalahnya kinerja keuangan terbaru mereka hingga Kuartal II 2017, meski memang lebih baik dibanding 2015 – 2016, tapi juga masih jauh kalau dibandingkan dengan peak performance mereka di tahun 2011.
Makara kalau berpatokan pada kinerja terbaru emiten, maka sulit untuk mengharapkan bahwa saham-saham batubara akan naik lebih tinggi lagi. Okay, tapi bagaimana dengan harga batubara yang lagi tinggi-tingginya menyerupai sekarang? Bukankah dengan demikian ada keinginan bahwa kedepannya kinerja emiten batubara sanggup saja sama bagusnya dengan kinerja mereka di tahun 2011? Well, kalau anda mikirnya masih menyerupai itu, maka coba baca lagi artikel ini dari awal! Posisi harga batubara yang sedang tinggi menyerupai sekarang, terus terang justru menciptakan penulis khawatir. Karena kalau menurut perkiraan konservatif dari administrasi perusahaan-perusahaan batubara itu sendiri, maka meski harga batubara sanggup fluktuatif dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang akan stabil di rentang US$ 70 – 75 per ton, atau tidak mengecewakan jauh dibawah harganya kini ini (baca lagi ulasannya disini).
Maksud penulis adalah, kalau saja kini ini harga batubara berada di level US$ 70-an per ton, yang kemudian menimbulkan saham-saham batubara turun sedikit sehingga valuasinya lebih reasonable, maka itu artinya opportunity, lantaran kita sanggup expect bahwa harga batubara kedepannya akan naik minimal ke US$ 80-an (meski tetap berisiko lantaran sekali lagi, kita gak sanggup memprediksi naik turunnya harga komoditas). Tapi ketika harga batubara sudah tinggi menyerupai sekarang, maka anda berharap ia lanjut naik sampe berapa lagi? US$ 150 per ton??
Coal Miners: Operational Update
Terlepas dari fluktuasi harga batubara, yang kemudian menimbulkan pergerakan liar saham-saham perusahaan batubara dalam jangka pendek, namun kinerja para emiten di sektor ini boleh dibilang terus membaik meski, sekali lagi, belum sebaik tahun 2011 lalu. Berikut ialah ikhtisar kinerja operasional dari tiga perusahaan batubara terbesar di BEI, dari sisi volume produksi, angka dalam jutaan ton kecuali growth dalam persen.
Companies | Indicator | First Half 2017 | First Half 2016 | Growth (%) |
BUMI | Coal Mined | 40.2 | 39.8 | 1.0 |
Coal Sales | 41.5 | 41.9 | (1.0) | |
ADRO | Coal Mined | 25.1 | 25.9 | (2.8) |
Coal Sales | 25.3 | 27.1 | (6.9) | |
PTBA | Coal Mined | 9.4 | 7.7 | 23.3 |
Coal Sales | 11.4 | 10.0 | 13.4 | |
Total | Coal Mined | 74.8 | 73.3 | 2.0 |
Coal Sales | 78.1 | 79.1 | (1.2) |
Secara umum, BUMI dkk sukses membukukan kenaikan keuntungan yang signifikan pada Semester I 2017 ini berkat beberapa faktor menyerupai kenaikan harga jual batubara, efisiensi biaya produksi (selain lantaran turunnya harga minyak diesel untuk materi bakar alat-alat berat, efisiensi produksi juga dihasilkan dari keberadaan infrastruktur tambang yang jauh lebih lengkap dibanding lima tahun lalu), hingga meningkatnya demand terutama dari pasar domestik. Tapi disisi lain volume produksi serta penjualan masih belum banyak berubah dibanding 2016, terutama lantaran curah hujan yang lebih tinggi dibanding biasanya di tempat Kalimantan sehingga mengganggu operasional tambang, sehingga dengan demikian terdapat dua kemungkinan: BUMI dan ADRO, dan juga perusahaan-perusahaan batubara lainnya yang beroperasi di Kalimantan (meski juga punya tambang di Kalimantan, namun tambang batubara terbesar milik PTBA berlokasi di Sumatera), mereka gres saja melewatkan kesempatan untuk menjual batubara pada harga manis sepanjang Semester I 2017 kemarin, atau sebaliknya, mereka kini masih punya stockpile yang melimpah yang bakal jadi duit gede dalam waktu dekat, dengan perkiraan kondisi cuaca akan lebih baik pada Semester II, sementara harga batubara tetap stabil di kisaran harganya dikala ini.
Pelabuhan Batubara Tarahan milik PTBA di Sumatera Selatan. Bayangkan jikalau batubara sebanyak itu kena hujan, maka tentu pengirimannya bakal terhambat |
Namun demikian, kalau dari bahasa presentasi administrasi di public expose, juga tampak bahwa perusahaan masih berhati-hati dalam meningkatkan volume produksi dan penjualan lantaran dikhawatirkan itu akan menurunkan kembali harga jual batubara, lantaran mereka masih menjual sebagian besar batubaranya ke pasar ekspor sehingga mensugesti supply batubara global. Hal berbeda dialami oleh PTBA, yang 65% penjualannya berasal dari pasar domestik termasuk dari pembangkit listrik milik sendiri, sehingga perusahaan sanggup memaksimalkan volume penjualan tanpa perlu khawatir harga jualnya bakal drop, selain lantaran usul batubara domestik terus meningkat seiring dengan banyaknya pembangkit listrik baru. However, PTBA merupakan satu dari hanya sedikit coal miner di Indonesia, jikalau tidak mau dibilang satu-satunya, yang tidak terlalu mengandalkan pasar ekspor.
Makara untuk BUMI, ADRO, dan lainnya, maka kita mungkin belum akan melihat mereka meningkatkan volume produksi setidaknya hingga final tahun 2017 ini, yakni hingga pihak administrasi melihat bahwa harga batubara sudah cukup stabil dan strong. Thus, untuk tahun 2017 ini tampaknya kita hanya sanggup mengharapkan kenaikan atau stabilnya harga batubara plus efisiensi produksi, biar keuntungan para emiten tetap meningkat dibanding 2016, namun para emiten batubara mungkin gres akan benar-benar membukukan keuntungan yang besar di tahun 2018, dengan perkiraan pada tahun tersebut mereka meningkatkan volume produksinya. Kalau anda baca lagi ulasan batubara pada Kuartal I kemarin (ini link-nya), disitu juga disampaikan bahwa meski kinerja coal miner hampir niscaya bakal improve signifikan pada tahun 2017 ini, namun belum terperinci apakah demam isu peningkatan kinerja tersebut bakal berlanjut atau tidak di tahun-tahun yang akan datang, terutama lantaran satu pertimbangan logis: Apapun alasannya, kita tidak sanggup mengharapkan bahwa harga jual batubara bakal naik terus, atau sebaliknya bakal turun terus, melainkan nanti niscaya akan ketemu titik keseimbangannya. Dan kalau melihat harga batubara yang masih sangat fluktuatif dalam beberapa bulan terakhir, maka cukup terperinci bahwa titik keseimbangan tersebut masih belum ketemu di berapa.
Disisi lain, kenaikan saham-saham batubara sebesar tiga, empat, hingga lima kali lipat dalam satu hingga dua tahun terakhir menimbulkan valuasi mereka, menyerupai yang sudah disebut diatas, tidak lagi semurah dulu, malah beberapa sudah overvalue kalau menurut kinerja perusahaan di Kuartal II 2017. Dan penulis kira kondisi ini akan menimbulkan naik turunnya saham batubara, setidaknya hingga final tahun 2017 ini, hanya akan dipengaruhi oleh naik turunnya harga batubara saja. Kecuali tentu, jikalau ADRO dkk ternyata sukses membukukan keuntungan higienis yang lebih baik di Kuartal III dan IV nanti, dimana ROE mereka menjadi katakanlah 25 – 30%, maka barulah itu sanggup dijadikan justifikasi untuk menghargai sahamnya pada valuasi yang lebih tinggi lagi dari sekarang.
Kesimpulannya, kinerja mendasar emiten-emiten batubara sejauh ini masih sesuai ekspektasi, dan kemungkinan akan tetap manis hingga final tahun nanti, dimana keuntungan mereka akan tetap naik signifikan dibanding 2016. Namun disisi lain, tidak realistis jikalau kita mengharapkan bahwa kinerja PTBA dkk akan pribadi menyamai pencapaian mereka di tahun 2011, setidaknya untuk kini ini, dan itu berarti bahwa harga saham mereka pada dikala ini sudah selaras (istilahnya price in) dengan mendasar maupun outlook perusahaan. Makara kecuali untuk saham-saham batubara tertentu yang PBV atau PER-nya masih rendah sendiri, maka penulis tidak berharap bahwa saham-saham batubara di BEI bakal naik lebih tinggi lagi pada tahun 2017 ini.
Namun menyerupai halnya anda, penulis juga masih berharap bahwa kinerja emiten-emiten batubara di Kuartal III nanti bakal beat the expectation, dimana itu mungkin saja terjadi kalau Indonesia tidak lagi dilanda hujan lebat terus dalam beberapa bulan kedepan. Anyway, kita lihat lagi nanti update analisanya tiga bulan dari sekarang.
Untuk artikel ahad depan kita akan bahas sektor semen.
Jadwal Kelas Value Investing: Jakarta, Amaris Hotel Thamrin City, Sabtu 9 Oktober 2017. Keterangan selengkapnya baca disini.
Untuk artikel ahad depan kita akan bahas sektor semen.
Jadwal Kelas Value Investing: Jakarta, Amaris Hotel Thamrin City, Sabtu 9 Oktober 2017. Keterangan selengkapnya baca disini.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Sumber http://teguhidx.blogspot.com
0 Response to "Prospek Batubara: Update Kuartal Ii 2017"
Posting Komentar