iklan

Pengertian Aturan Dan Kelembagaan Hak Asasi Manusia

Pengertian Hukum dan Kelembagaan Hak Asasi Manusia - Pada Artikel kali ini kita akan membahas  Hukum, Kelembagaan Hak Asasi Manusia,  Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 perihal HAM, Isi UUDRI Nomor 39 Tahun 1999 dll yang berkenaan dengan Hak asasi Manusia.


Hukum, Kelembagaan Hak Asasi Manusia

Beberapa Ketentuan Hukum atau Instrumen HAM John Locke, pemikir politik dari Inggris, menyatakan bahwa semua orang diciptakan sama dan mempunyai hak-hak alamiah yang tidak sanggup dilepaskan. Hak alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak kemerdekaan, hak milik dan hak kebahagiaan. Pemikiran John Locke ini dikenal sebagai konsep HAM yang sangat besar lengan berkuasa terhadap perkembangan HAM di aneka macam belahan dunia.

Pengakuan hak asasi insan (HAM) secara konstitusional ditetapkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1776 dengan “Unanimous Declaration of Independence”, dan hal ini dijadikan referensi bagi majelis nasional Perancis saat mendapatkan deklarasi hak-hak insan dan warga negara (Declaration des Droits de l’homme et de Citoyen) 26 Agustus 1789.

Di negara kita dalam masa reformasi kini ini, upaya untuk menjabarkan ketentuan hak asasi insan telah dilakukan melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 39 Tahun 1999 perihal HAM serta meratifikasi beberapa konvensi internasional perihal HAM.

a. Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 perihal HAM.

Dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ke dua, ada Bab yang secara eksplisit memakai istilah hak asasi
insan yaitu Bab XA yang bersikan pasal 28A s/d 28J. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 jaminan HAM lebih terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah cuilan dan pasal – pasal yang dikandungnya relatif banyak yaitu terdiri atas XI cuilan dan 106 pasal.


Isi UUDRI Nomor 39 Tahun 1999

Apabila dicermati jaminan HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan penjabarannya dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999, secara garis besar meliputi :
  1. Hak untuk hidup (misalnya hak: mempertahankan hidup, memperoleh kesejahteraan lahir batin, memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat);
  2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
  3. Hak berbagi diri (misalnya hak : pemenuhan kebutuhan dasar,meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari iptek, memperoleh informasi, melaksanakan pekerjaan sosial);
  4. Hak memperoleh keadilan (misalnya hak : kepastian hukum, persamaan di depan hukum);
  5. Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak : memeluk agama, keyakinan politik, menentukan status kewarganegaraan, beropini dan menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain, bebas bergerak dan bertempat tinggal);
  6. Hak atas rasa kondusif (misalnya hak : memperoleh suaka politik, proteksi terhadap ancaman ketakutan, melaksanakan korelasi komunikasi, proteksi terhadap penyiksaan, penghilangan dengan paksa dan penghilangan nyawa);
  7. Hak atas kesejahteraan (misalnya hak : milik pribadi dan kolektif, memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan sosial);
  8. Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak: menentukan dan dipilih dalam pemilu, partisipasi eksklusif dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan pemerintah, mengajukan anjuran kepada pemerintah);
  9. Hak perempuan (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, keluarga perkawinan);
  10. Hak anak (misalnya hak : proteksi oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, beribadah berdasarkan agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak cacat, proteksi dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan secual, perdagangan anak, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).

b. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 perihal Ratifikasi Konvensi PBB perihal Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita). 

Dengan pengesahan Konvensi Wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki–laki – perempuan) harus dihapus.

Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh perempuan dibawah upah buruh laki-laki harus dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik laki-laki maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap laki-laki dan wanita, bukan alasannya ialah jenis kelaminnya tetapi alasannya ialah perbedaan pada prestasi.

c. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak

Latar belakang dikeluarkannya undang-undang ini, sebagaimana dikemukakan dalam Penjelasan Umum undang-undang ini antara lain:

1) Bahwa anak ialah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga alasannya ialah dalam dirinya menempel harkat, martabat, dan hakhak sebagai insan yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan cuilan dari hak asasi insan yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa perihal Hak-Hak Anak.

Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak ialah masa depan bangsa dan generasi penerus harapan bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas proteksi dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

2) Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 perihal Hak Asasi Manusia telah mencantumkan perihal hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memperlihatkan perlindu-ngan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai proteksi anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.

3) Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.

Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan proteksi anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan akomodasi dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang
tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian acara yang dilaksanakan
secara terus-menerus demi terlindunginya hakhak anak.

Rangkaian acara tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial.

Tindakan inidimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang dibutuhkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, mempunyai nasionalisme yang dijiwai oleh etika mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.

5) Upaya proteksi anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni semenjak dari janin dalam kandungan hingga anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

Bertitik tolak dari konsepsi proteksi anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undangundang ini meletakkan kewajiban memperlihatkan proteksi kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :
  • nondiskriminasi;
  • kepentingan yang terbaik bagi anak;
  • hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
  • penghargaan terhadap pendapat anak.

6) Dalam melaksanakan pembinaan, pengembangan dan proteksi anak, perlu tugas masyarakat, baik melalui forum proteksi anak, forum keagamaan, forum swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau forum pendidikan.

d. Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1998 perihal Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).


e. Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 Mengenai

Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

Menurut Konvensi ILO (International Labour Organization/Organisasi Buruh Internasional) tersebut, istilah “bentuk-bentuk terburuk kerja anak” mengandung pengertian sebagai berikut:

1). Segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, misalnya:
  • penjualan anak;
  • perdagangan anak-anak;
  • kerja ijon;
  • perhambaan (perbudakan);
  • kerja paksa atau wajib kerja;
  • pengerahan bawah umur secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;

2). Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi p0rn*grafi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan p0rn*;

3). Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk acara haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan.

4). Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan daerah pekerjaan itu dilakukan sanggup membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Dengan UURI Nomor 1 Tahun 2000 perihal Pengesahan Konvensi ILO nomor 182, maka negara Republik Indonesia wajib mengambil langkahlangkah legislatif, administratif, hukum, dan langkahlangkah efektif lain guna mencegah tindakan praktek memperkerjakan anak dalam bentuk-bentuk terburuk kerja anak dalam industri maupun masyarakat.

f. Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 perihal Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-hakEkonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights)

Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dari UDHR atau DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum.

Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang meliputi 31 pasal. Intinya kovenan ini mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, yang meliputi :
  1. hak atas pekerjaan,
  2. hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan,
  3. hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh,
  4. hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial ,
  5. hak atas proteksi dan dukungan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda,
  6. hak atas standar kehidupan yang memadai,
  7. hak untuk menikmati standar kesehatan fi sik dan mental yang tertinggi yang sanggup dicapai,
  8. hak atas pendidikan , dan
  9. hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya.

g. Undang Undang RI Nomor 12 Tahun 2005 perihal Pengesahan Kovenan Internasional perihal Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).

Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam UDHR sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang meliputi 6 cuilan Bab - 3 Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia 75 dan 53 Pasal.

h. Undang-undang RI Nomor 26 tahun 2000 perihal Pengadilan HAM. Undang-undang ini mengatur pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat.



Sumber http://ofteachers.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pengertian Aturan Dan Kelembagaan Hak Asasi Manusia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel