iklan

Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Nasional

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Nasional - Pada Artikel kali ini kita akan  mengidentifikasi tata urutan Peraturan perundang-undangan; Mendeskripsikan proses pembuatan perundang-undangan nasional; Mentaati peraturan perundang-undangan, Mengidentifikasi masalah korupsi dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan Mendskripsikan pengertian anti korupsi dan instrumen aturan serta kelembagaan anti korupsi di Indonesia. menguraikan prinsip-prinsip peraturan perundangundangan, menguraikan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan nasional, dan menjelaskan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.


Urutan Peraturan Perundang-undangan Nasional

1. Konsep dan Hakekat Perundang-undangan Nasional

Dalam hubungan antara insan satu dengan insan lainnya yang terpenting yakni bagaimana reaksi yang ditimbulkan dari hubungan tersebut, dan inilah yang menjadikan tindakan seseorang menjadi lebih luas.

Misalnya beliau seorang guru, beliau memerlukan reaksi apakah yang berbentuk punishment (hukuman) atau reward (hadian/penghargaan) yang kemudian menjadi dorongan untuk melaksanakan tindakan-tindakan selanjutnya. Soerjono Soekanto, menyatakan, bahwa semenjak dilahirkan insan telah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu :
  1. Keinginan untuk menjadi satu dengan insan lain di sekelilingnya, yaitu masyarakat
  2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

Kaprikornus jelas, bahwa semenjak dilahirkannya dan secara kodrat insan selalu ingin menyatu dengan insan lain dan lingkungan sekitarnya dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat untuk saling berinteraksi dan memenuhi kebutuhan hidupnya satu sama lain.

Untuk sanggup mengikuti keadaan dengan kedualingkungan tersebut, insan dikaruniai logika pikiran dan
perasaan sebagai pendorong dalam beraktivitas. Melalui akal, pikiran dan perasaannya insan menghasilkan banyak sekali barang kebutuhan hidup.

Misalnya untuk melindungi diri dari sengatan matahari, kucuran hujan, dan menghindari serangan hewan buas, insan membuat rumah. Kemudian untuk mempertahankan kehidupannya insan juga mencari dan membuat aneka makanan dan sebagainya.

Sebagai potongan dari masyarakat, kita harus sanggup melaksanakan banyak sekali kaidah hidup yang berlaku di
lingkungan masyarakat. Dengan demikian kita ikut berpartisipasi dalam mewujudkan ketertiban di masyarakat. Ketertiban dan masyarakat tidak sanggup dipisahkan satu sama lain, bagaikan satu mata uang dengan dua sisinya.

 Mengapa? Cicero kurang lebih 2000 tahun yang kemudian menyatakan: “Ubi societas ibi ius” artinya apabila ada masyarakat niscaya ada kaidah (hukum). Kaidah (hukum) yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan.

Dengan adanya kaidah atau norma membuat setiap anggota masyarakat menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Perbuatan-perbuatan apa yang dibolehkan dan perbuatan-perbuatan mana yang dihentikan dilakukannya di masyarakat. J.P. Glastra van Loan menyatakan, dalam menjalankan peranannya, aturan mempunyai fungsi :
  1. Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup;
  2. Menyelesaikan pertikaian;
  3. Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan, kalau perlu dengan kekerasan;
  4. Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka pembiasaan dengan kebutuhan masyarakat;
  5. Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian aturan dengan cara merealisasikan fungsi aturan sebagaimana disebutkan di atas. Peraturan ada yang tertulis dan tidak tertulis.

Contoh peraturan tertulis undang-undang, peraturan peme-rintah, peraturan presiden, peraturan kawasan dan sebagainya.

Contoh peraturan tidak tertulis yakni aturan adat, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan negara atau konvensi.

Peraturan yang tertulis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  • Keputusan yang dikeluarkan oleh yang berwewenang,
  • Isinya mengikat secara umum, tidak hanya mengikat orang tertentu, dan
  • Bersifat aneh (mengatur yang belum terjadi).

Ferry Edwar dan Fockema Andreae menyatakan, bahwa perundang-undangan (legislation, wetgeving
atau gezetgebung) mempunyai dua pengertian, pertama perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau proses membentuk peraturan perundang-undangan negara, baik di tingkat sentra maupun di tingkat daerah. Kedua perundang-undangan yakni segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturanperaturan, baik tingkat sentra maupun di tingkat daerah.

2. Landasan Berlakunya Peraturan Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk

di negara Republik Indonesia harus berlandaskan kepada:

a. Landasan Filosofi s

Setiap penyusunan peraturan perundangundangan harus memperhatikan harapan moral dan
cita aturan sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila. Nilai-nilai yang bersumber pada pandangan fi losofi s Pancasila, yakni :
  1. Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Nilai-nilai hak-hak asasi insan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan aturan nasional seperi yang terdapat di dalam sila Persatuan Indonesia,
  4. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh nasihat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
  5. Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun sosial menyerupai yang tercantum dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Landasan Sosiologis

Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.

c. Landasan Yuridis

Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan peraturan perundangundangan memuat keharusan:
  1. adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan,
  2. adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan,
  3. mengikuti cara-cara atau mekanisme tertentu,
  4. tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi tingkatannya,

3. Prinsip-prinsip Peraturan Perundang-Undangan Lembaga Administrasi Negara menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan, yakni :


a. Dasar yuridis (hukum) sebelumnya. Penyusunan peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, tanpa landasan yuridis yang jelas, peraturan perundangundangan yang disusun tersebut sanggup batal demi hukum.

Adapun yang dijadikan landasan yuridis yakni selalu peraturan perundang-undangan, sedangkan aturan lain hanya sanggup dijadikan materi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut.

b. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang sanggup dijadikan landasan yuridis. Tidak semua peraturan perundang-undangan sanggup dijadikan landasan yuridis. Peraturan perundangundangan yang sanggup dijadikan dasar yuridis yakni peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait eksklusif dengan peraturan perundangundangan yang akan dibuat.

c. Peraturan perundang-undangan hanya sanggup dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundangundangan yang sederajat atau yang lebih tinggi.

d. Peraturan Perundang-undangan gres mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama. Dengan dikeluarkannya suatu peraturan perundang-undangan baru, maka apabila telah ada peraturan perundang-undangan sejenis dan sederajat yang telah diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku. Prinsip ini dalam bahasa aturan dikenal dengan istilah lex posteriori derogat lex priori.

e. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Peraturan perundang-undangan yang secara hierarki lebih rendah kedudukannya dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka secara otomatis dinyatakan batal demi hukum.

Contoh suatu keputusan menteri tidak dibenarkan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah dihentikan bertentangan dengan Undang-undang, dan undangundang dihentikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

f. Peraturan Perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.

Apabila terjadi kontradiksi antara peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus dan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yang sederajat tingkatannya, maka yang dimenangkan yakni peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (prinsip lex specialist lex ge-neralist).

Misalnya bila ada problem korupsi dan terjadi kontradiksi antara undang-undang nomor 20 tahun 2001 wacana korupsi dengan KUHP, maka yang berlaku yakni UU no. 20 tahun 2001.

g. Setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda Setiap UU yang dikeluarkan pemerintah hanya mengatur satu obyek tertentu saja.

Contoh undangundang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2004 mengatur problem Kehakiman, UU nomor 5 tahun 2004 mengatur Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi diatur dalam undang-undang nomor 24 tahun 2003. Kaprikornus sekalipun ketiga forum tersebut sama-sama bergerak di bidang aturan namun materinya berbeda, sehingga diatur oleh undang-undang yang berbeda.

4. Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Sejak Indonesia merdeka tangal 17 Agustus 1945 ada beberapa peraturan yang mengalami tata urutan perundang-undangan, yaitu :


Pertama, Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966 wacana “Memorandum DPR-GR mengatur “Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia”.

Kedua, pada abad reformasi, MPR telah mengeluarkan produk aturan yang berupa Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 wacana “Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan”. Ketiga pada tahun 2004 melalui UU RI no. 10 tahun 2004 wacana Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Lahirnya UU RI no. 10 tahun 2004 tidak terlepas dari tuntutan reformasi di bidang hukum. MPR pada tahun 2003 telah mengeluarkan Ketetapan nomor 1/MPR/2003 wacana Peninjauan kembali terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 hingga dengan tahun 2002.

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (19) Ketetapan MPR No.I/MPR/2003, maka status dan kedudukan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 digolongkan pada Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan aturan lebih lanjut.

Sedangkan Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 yakni tergolong Ketetapan MPR yang tetap berlaku hingga dengan terbentuknya undang-undang (sebagaimana dinyatakan dalam pasal 4 ayat (4) ).

Pada tahun 2004 lahir Undang-undang nomor 10 tahun 2004 wacana Pembentukan Peraturan Perundangundangan, di dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang tersebut dicantumkan mengenai Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian, maka TAP MPR No. III/MPR/2000 otomatis dinyatakan tidak berlaku.

1. Rumusan pasal 7 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 2004 sebagai berikut: 1. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yakni sbb:
  • Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Idonesia Tahun 1945
  • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
  • Peraturan Pemerintah
  • Peraturan Presiden
  • Peraturan Daerah (Perda)
2. perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad e mencakup :
  • Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabuapetn/Kota bersama Bupati/Walikota
  • Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh tubuh perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
3. Ketentuan mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur oleh peraturan daerah/Kabupaten/Kota yang bersangkutan

4. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan aturan mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.

5. Kekuatan aturan Peraturan perundang-undangan yakni sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Untuk lebih memahami tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur pasal 7 ayat (1) UURI No. 10 tahun 2004 cermati uraian berikut :

1. Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber aturan tertinggi. L.J. van Apeldoorn menyatakan Undang-Undang Dasar yakni potongan tertulis dari suatu konstitusi.

Sedangkan E.C.S. Wade menyatakan Undang-Undang Dasar yakni naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu negara dan memilih pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.

Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, hak-hak asasi manusia, mekanisme mengubah UUD, dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar. Ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi negara Republik Indonesia merupakan:

a. bentuk konsekuensi dikumandangkannya kemerdekaan yang menandai berdirinya suatu negara baru.
b. wujud kemandirian suatu negara yang tertib dan teratur.
c. mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Undang-Undang Dasar pada umumnya berisi hal-hal sebagai berikut :
  • Organisasi negara, artinya mengatur lembaga-lembaga apa saja yang ada dalam suatu negara dengan pembagian kekuasaan masing-masing serta mekanisme penyelesaian problem yang timbul di antara forum tersebut.
  • Hak-hak asasi manusia
  • Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar,
  • Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar, menyerupai tidak muncul kembali seorang diktator atau pemerintahan kerajaan yang kejam.
  • Memuat harapan rakyat dan asas-asas ideologi negara.

Dalam tata urutan peraturan perundangundangan di Indonesia, berdasarkan Miriam Budiardjo, Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan :
  • UUD dibuat berdasarkan suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa,
  • UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur,
  • UUD yakni piagam yang menyatakan harapan bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa,
  • UUD memuat garis besar wacana dasar dan tujuan negara.

Sejak abad reformasi Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami perubahan yang dilakukan melalui sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan pertama tanggal 12 Oktober 1999, perubahan kedua tanggal 18 Agustus 2000, perubahan ketiga tanggal 9 November dan perubahan keempat tanggal 10 Agustus 2002.

Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dalam upaya menjawab tuntutan reformasi di bidang politik dan/atau ketatanegaraan. Konsekwensi perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 berubahnya struktur kelembagaan, baik dilihat dari fungsi maupun kedudukannya.

Ada forum negara yang dihilangkan, ada juga forum negara yang baru. Lembaga yang dihilangkan yakni Dewan Pertimbangan Agung, forum yang gres di antaranya Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi.

2. Undang-undang

Undang-undang merupakan peraturan perundang- seruan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945. Lembaga yang berwenang membuat UU yakni dewan perwakilan rakyat bersama Presiden. Adapun kriteria semoga suatu permasalahan diatur melalui Undang-Undang antara lain adalah:

a. UU dibuat atas perintah ketentuan Undang-Undang Dasar 1945,
b. UU dibuat atas perintah ketentuan UU terdahulu,
c. UU dibuat dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada,
d. UU dibuat sebab berkaitan dengan hak asasi manusia,
e. UU dibuat sebab berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak. Adapun mekanisme pembuatan undang-undang yakni sebagai berikut:
  1. DPR memegang kekuasaan membentuk undangundang.
  2. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh dewan perwakilan rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
  3. Rancangan Undang-Undang (RUU) sanggup berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD sanggup mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan:
  • otonomi daerah,
  • hubungan sentra dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
  • pengelolaan sumber daya alam,
  • sumber daya ekonomi lainnya, dan
  • yang berkaitan dengan perimbangan keuangan sentra dan daerah.

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)

Peraturan Pemerintah penganti Undang-Undang (PERPU) dibuat oleh presiden tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. PERPU dibuat dalam keadaan “darurat” atau mendesak sebab permasalahan yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Setelah diberlakukan PERPU tersebut harus diajukan ke dewan perwakilan rakyat untuk mendapat persetujuan.

4. Peraturan Pemerintah

Untuk melaksanakan suatu undang-undang, dikeluarkan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah dibuat untuk melaksanakan undangundang. Kriteria pembentukan Peraturan Pemerintah yakni sebagai berikut.
  • Peraturan Pemerintah tidak sanggup dibuat tanpa adanya UU induknya. Setiap pembentukan Peraturan Pemerintah harus berdasarkan undang-undang yang telah ada. Contoh untuk melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional dibuat Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan.
  • Peraturan Pemerintah tidak sanggup mencantumkan hukuman pidana, kalau UU induknya tidak mencantumkan hukuman pidana. Apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah harus merupakan rincian atau pembagian terstruktur mengenai lebih lanjut dari Undang-Undang induknya, jadi dikala dalam undang-undang itu tidak diatur problem hukuman pidana, maka Peraturan Pemerintahnyapun dihentikan memuat hukuman pidana.
  • Peraturan Pemerintah tidak sanggup memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya. Isi atau materi Peraturan Pemerintah hanya mengatur lebih rinci apa yang telah diatur dalam Undang-Undang induknya.
  • Peraturan Pemerintah sanggup dibuat meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan UU. Dibentuknya Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibentuk. sekalipun dalam undang-undang tersebut tidak secara eksplisit mengharuskan dibentuknya suatu Peraturan Pemerintah.

5. Peraturan Presiden

Peraturan Presiden yakni peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribut dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peraturan Presiden dibuat untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.

6. Peraturan Daerah

perda yakni peraturan yang dibuat oleh Pemda Propinsi dan Kabupaten atau Kota, untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah.

Oleh sebab itu dalam pembuatan perda harus diubahsuaikan dengan kebutuhan daerah. Materi perda yakni seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi kawasan dan kiprah pembantuan.



Sumber http://ofteachers.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Nasional"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel