Mengenal Konsep Cashless Society
Dalam perkembangan dunia yang semakin pesat, banyak bermunculan konsep gres pada banyak sekali disiplin ilmu. Tidak sedikit dari konsep tersebut menghasilkan praktik-praktik dan kebiasaan (habit) yang sama sekali berbeda dari kebiasaan yang sudah ada sebelumnya. Salah satu konsep yang muncul dari perkembangan jaman ialah cashless society. Pada goresan pena ini kita akan mempelajari perihal konsep cashless society.
Meski hingga dengan dikala ini belum ada definisi tunggal mengenai pengertian cashless society, namun telah banyak studi yang mendiskusikan hakikat dan praktik cashless society dalam kehidupan masyarakat.
Di satu sisi, cashless society dipandang sebagai media alternatif selain uang tunai (hard cash) yang dipergunakan dalam transaksi perdagangan. Dalam hal ini perpindahan atau pertukaran uang tunai antar pihak yang melaksanakan transaksi digantikan melalui sistem elektronik, ibarat electronic payment (e-payment), kartu kredit (credit card), serta model pembayaran online lainnya.
Sementara di sisi yang lain, cashless society dilihat sebagai struktur/bangunan gres masyarakat atau komunitas yang tidak lagi memandang uang (money) sebagai sesuatu yang harus berwujud dalam lembaran kertas atau koin (berwujud fisik). Namun demikian pengertian cashless bukan berarti ketiadaan uang sebagai media transaksi.
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa cashless society merupakan cara pandang gres masyarakat dalam menilai hakikat uang (money), terkait dengan penggunaannya dalam transaksi. Dalam hal ini, uang (money) dilihat sebagai sebuah sarana (tool) dan bukan merupakan entitas fisik semata.
Munculnya konsep cashless society ini juga didasari oleh fakta yang mengungkapkan jikalau penggunaan uang tunai secara fisik dalam transaksi membutuhkan biaya-biaya yang tidak sedikit, terutama dalam kaitannya dengan penerbitan uang fisik, perputaran dan distribusi, serta perawatan dan penggantian uang yang rusak/usang.
Beberapa studi bahkan memperkirakan bahwa ongkos yang harus dikeluarkan untuk hal tersebut bisa mencapai hingga 1.5% dari total Gross Domestic Product (GDP) negara yang bersangkutan.
Sebagai catatan, hingga dikala ini penggunaan uang kas secara fisik sebagai media transaksi masih berada dikisaran 80% dari total transaksi dalam skala global.
Selain alasan biaya penerbitan, distribusi, dan perawatan, terdapat faktor lain yang memicu gagasan cashless society, diantaranya:
Tercatat beberapa negara sudah secara luas menerapkan sistem cashless dalam transaksi perdagangan dan perekonomian serta acara pelayanan publik, antara lain Singapura, Swedia, Belgia, Kanada, dan Amerika Serikat.
Di Swedia misalnya, studi menyatakan bahwa pembayaran atas transaksi (payment) yang memakai uang tunai tidak lebih dari 10% dari total pembayaran yang terjadi di negara tersebut. Pemanfaatan sistem cashless di Swedia dipercaya bisa mengurangi risiko dan biaya sosial yang tinggi (Dalebrant, Therese, The Monetary Policy Effects of Sweden’s Transition Towards a Cashless Society: An Econometric Analysis, University of California, Berkeley, 2006).
Sementara di Amerika Serikat, tercatat hanya sekitar 7% transaksi yang memakai media uang fisik, itupun dipakai untuk transaksi yang nominalnya kecil, ibarat untuk membeli surat kabar harian, masakan kecil, dan sebagainya.
Namun demikian, pemanfaatan sistem cashless ini bukan tanpa kelemahan. Beberapa temuan menyatakan bahwa problem utama dari konsep cashless society ialah problem keamanan dan kemungkinan terjadinya kebocoran pada data langsung individu yang bisa menyebar melalui jaringan komputer (internet) yang bisa berdampak negatif, baik secara ekonomi maupun non-ekonomi.
Sebagai kesimpulan, perkembangan dunia yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menggeser cara pandang masyarakat dalam memandang hakikat uang (money) dan penggunaannya sebagai alat tukar dalam transaksi, sehingga melahirkan konsep yang dinamakan cashless society dengan segala manfaat dan kelemahan yang menempel didalamnya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy)
Konsep Purchasing Power Parity dan Pemanfaatannya dalam Perdagangan dan Pasar Uang
Tinjauan perihal Modal Sosial (Social Capital) serta Kaitannya dengan Ekonomi dan Pembangunan Sumber http://www.ajarekonomi.com
Meski hingga dengan dikala ini belum ada definisi tunggal mengenai pengertian cashless society, namun telah banyak studi yang mendiskusikan hakikat dan praktik cashless society dalam kehidupan masyarakat.
Di satu sisi, cashless society dipandang sebagai media alternatif selain uang tunai (hard cash) yang dipergunakan dalam transaksi perdagangan. Dalam hal ini perpindahan atau pertukaran uang tunai antar pihak yang melaksanakan transaksi digantikan melalui sistem elektronik, ibarat electronic payment (e-payment), kartu kredit (credit card), serta model pembayaran online lainnya.
Sementara di sisi yang lain, cashless society dilihat sebagai struktur/bangunan gres masyarakat atau komunitas yang tidak lagi memandang uang (money) sebagai sesuatu yang harus berwujud dalam lembaran kertas atau koin (berwujud fisik). Namun demikian pengertian cashless bukan berarti ketiadaan uang sebagai media transaksi.
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa cashless society merupakan cara pandang gres masyarakat dalam menilai hakikat uang (money), terkait dengan penggunaannya dalam transaksi. Dalam hal ini, uang (money) dilihat sebagai sebuah sarana (tool) dan bukan merupakan entitas fisik semata.
Munculnya konsep cashless society ini juga didasari oleh fakta yang mengungkapkan jikalau penggunaan uang tunai secara fisik dalam transaksi membutuhkan biaya-biaya yang tidak sedikit, terutama dalam kaitannya dengan penerbitan uang fisik, perputaran dan distribusi, serta perawatan dan penggantian uang yang rusak/usang.
Beberapa studi bahkan memperkirakan bahwa ongkos yang harus dikeluarkan untuk hal tersebut bisa mencapai hingga 1.5% dari total Gross Domestic Product (GDP) negara yang bersangkutan.
Sebagai catatan, hingga dikala ini penggunaan uang kas secara fisik sebagai media transaksi masih berada dikisaran 80% dari total transaksi dalam skala global.
Selain alasan biaya penerbitan, distribusi, dan perawatan, terdapat faktor lain yang memicu gagasan cashless society, diantaranya:
- Kesadaran akan banyaknya potensi kecurangan dan kejahatan yang diakibatkan oleh adanya uang fisik, contohnya beredarnya uang palsu.
- Kesadaran bahwa dalam masyarakat yang tidak bergantung pada uang fisik justru akan mempermudah kiprah pemerintah dalam mengelola dan mengawasi transaksi-transaksi dari acara ekonomi dan perdagangan melalui jalan masuk pada laporan-laporan elektronik.
- Transaksi tanpa melibatkan perpindahan uang secara fisik juga mengurangi kemungkinan terjadinya korupsi dan kongkalikong diantara pihak-pihak yang bertransaksi, terutama terkait dengan pelayanan publik.
Tercatat beberapa negara sudah secara luas menerapkan sistem cashless dalam transaksi perdagangan dan perekonomian serta acara pelayanan publik, antara lain Singapura, Swedia, Belgia, Kanada, dan Amerika Serikat.
Di Swedia misalnya, studi menyatakan bahwa pembayaran atas transaksi (payment) yang memakai uang tunai tidak lebih dari 10% dari total pembayaran yang terjadi di negara tersebut. Pemanfaatan sistem cashless di Swedia dipercaya bisa mengurangi risiko dan biaya sosial yang tinggi (Dalebrant, Therese, The Monetary Policy Effects of Sweden’s Transition Towards a Cashless Society: An Econometric Analysis, University of California, Berkeley, 2006).
Sementara di Amerika Serikat, tercatat hanya sekitar 7% transaksi yang memakai media uang fisik, itupun dipakai untuk transaksi yang nominalnya kecil, ibarat untuk membeli surat kabar harian, masakan kecil, dan sebagainya.
Namun demikian, pemanfaatan sistem cashless ini bukan tanpa kelemahan. Beberapa temuan menyatakan bahwa problem utama dari konsep cashless society ialah problem keamanan dan kemungkinan terjadinya kebocoran pada data langsung individu yang bisa menyebar melalui jaringan komputer (internet) yang bisa berdampak negatif, baik secara ekonomi maupun non-ekonomi.
Sebagai kesimpulan, perkembangan dunia yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menggeser cara pandang masyarakat dalam memandang hakikat uang (money) dan penggunaannya sebagai alat tukar dalam transaksi, sehingga melahirkan konsep yang dinamakan cashless society dengan segala manfaat dan kelemahan yang menempel didalamnya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy)
Konsep Purchasing Power Parity dan Pemanfaatannya dalam Perdagangan dan Pasar Uang
Tinjauan perihal Modal Sosial (Social Capital) serta Kaitannya dengan Ekonomi dan Pembangunan Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "Mengenal Konsep Cashless Society"
Posting Komentar