Konsep Dan Duduk Kasus Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan salah satu modal penting bagi pembangunan ekonomi. Terhambatnya pembangunan infrastruktur berakibat negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Pada artikel ini akan dibahas wacana konsep pembangunan infrastruktur (infrastructure development) beserta isu-isu yang terkait didalamnya.
Secara etimologi, kata ‘infrastructure’ terdiri dari kata ‘infra’ yang berarti dibawah atau didalam, dan ‘structure’ yang bermakna suatu metode atau cara bagaimana suatu entitas/bangunan disusun atau diorganisir.
Kaprikornus apabila diterapkan dalam konsep ekonomi, bisa dimaknai bahwa infrastruktur merupakan elemen-elemen yang menjadi pondasi atau kerangka entitas/bangunan. Elemen tersebut bisa berwujud fasilitas, peralatan, serta jasa yang memungkinkan berjalannya pembangunan.
Sementara Singer mengungkapkan bahwa infrastruktur merupakan investasi yang tidak secara eksklusif bersifat produktif, namun berfungsi sebagai media untuk mempercepat proses pembangunan (Singer, HW. Development Projects as Part of National Development Programme, 1951).
Disamping itu, pembangunan infrastruktur juga merupakan salah satu tujuan yang tercantum dalam aktivitas the Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-9, yaitu membanguan infrastruktur yang andal, mempromosikan industrialisasi yang terbuka dan berkelanjutan, serta meningkatkan inovasi.
Adapun beberapa targetnya antara lain:
Lebih lanjut, infrastruktur menghipnotis produktivitas dan output melalui prosedur eksklusif maupun tak langsung. Dalam prosedur langsung, infrastruktur meningkatkan produktivitas sumberdaya, sehingga secara otomatis meningkatkan jumlah output yang diproduksi.
Sementara dalam prosedur tidak langsung, infrastruktur berpotensi mengurangi biaya transaksi dan biaya lain (transportasi, pemeliharaan produk), sehingga mendorong produksi menjadi lebih efisien dan cepat hingga ke pasar/konsumen.
Ketika produksi menjadi lebih efisien, maka akan berdampak faktual terhadap efektivitas tenaga kerja. Selain itu, dikala biaya transportasi menjadi lebih murah, maka akan semakin besar pula kemungkinan peningkatan produktivitas yang dihasilkan.
Dalam salah satu laporannya, the World Bank mencatat bahwa semenjak 1990, terdapat lebih dari US$ 2.5 trilliun di investasikan pada proyek infrastruktur swasta di seluruh dunia. Investasi tersebut antara lain berupa investasi pada telekomunikasi, listrik, dan jalan raya, sebagai pondasi proses industrialisasi, inovasi, dan peningkatan produktivitas.
Namun demikian tidak semua masyarakat menikmati hasil pembangunan infrastruktur. Masyarakat kawasan miskin masih kesulitan memperoleh susukan menuju wilayah yang lebih maju. Dengan kata lain, pembangunan masih terkonsentrasi di perkotaan sebagai pusat industri dan perdagangan (World Bank. World Development Indicators 2016).
Sebagai contoh, di negara-negara Afrika terdapat lebih dari 25% populasi penduduk belum menikmati susukan listrik, sekitar 70% penduduk tidak memperoleh susukan penghubung antar wilayah, tak kurang dari 800 juta jiwa tidak memperoleh susukan ke sumber air bersih, serta lebih dari 2 miliar orang kekurangan susukan pada kesehatan dan sanitasi yang layak.
Masalahnya, negara berkembang dan negara miskin cenderung tidak mempunyai kecukupan sumberdaya modal yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, sehinggga sangat bergantung pada dana tunjangan internasional, contohnya melalui pinjaman Bank Dunia atau melalui bagan Official Development Assistance/ODA (Dethier, J, and Alexander Moore. Infrastructure in developing countries: An overview of some economic issues, ZEF-Discussion Papers on Development Policy No. 165, April, 2012).
Selain tunjangan forum internasional, tidak sedikit pula pembangunan infrastruktur yang melibatkan partisipasi pihak swasta (private sector). Infrastruktur yang didanai oleh sektor swasta biasanya lebih efisien dan menghasilkan lebih banyak keuntungan. Namun begitu, infrastruktur yang dikerjakan pihak swasta biasanya juga lebih mahal daripada kalau didanai pemerintah.
Persoalannya, apabila infrastruktur dikerjakan oleh pemerintah, tidak jarang terjadi penyimpangan (distorsi) pada sumberdaya finansial yang digunakan. Bukan diam-diam lagi bahwa proyek-proyek yang dikerjakan oleh pemerintah sering dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan publik untuk memperkaya diri sendiri, risikonya bisa mereduksi kualitas infrastruktur yang dihasilkan.
Pada intinya, investasi semestinya ditujukan dalam kerangka mewujudkan sustainable infrastructure. Sustainble infrastructure merupakan infrastruktur yang bisa menjawab permasalahan jangka panjang, meliputi aspek sosial, ekonomi, serta lingkungan.
Dari aspek sosial, sustainable infrastructure semestinya berupa infrastruktur yang terbuka untuk publik dan mengutamakan penghormatan pada hak asasi manusia. Infrastruktur ini harus bisa diakses dan dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, terutama kaum miskin, serta bisa berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup kaum marginal.
Sementara dari aspek ekonomi, sustainable infrastructure harus bisa bertahan dalam jangka panjang, dalam arti tidak membebani keuangan pemerintah untuk ongkos pemeliharaan, sehingga dana yang ada bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik lainnya.
Terakhir, dari aspek lingkungan, sustainable infrastructure harus menghasilkan infrastruktur yang ramah lingkungan, rendah emisi gas buang, serta efisien dalam pemanfaatan sumberdaya energi (Bhattacharya, A, Jeremy Oppenheim, and Nicholas Stern. Driving Sustainable Development Through Better Infrastructure: Key Elements of A Transformation Program, Global Economy & Development, Working Paper 91, July, 2015).
Sebagai penutup, tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan infrastruktur menjadi salah satu penentu berjalannya roda perekonomian dan pembangunan suatu negara, sehingga menjadi sangat penting untuk menyadari faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pembangunan tersebut. **
ARTIKEL TERKAIT :
Beberapa Catatan wacana Reklamasi (Land Reclamation)
Problem Ketersediaan Perumahan di Kota Besar
Pembangunan Wilayah Perkotaan (Urban Development)
Hakikat Pembangunan Manusia (Human Development) Sumber http://www.ajarekonomi.com
Secara etimologi, kata ‘infrastructure’ terdiri dari kata ‘infra’ yang berarti dibawah atau didalam, dan ‘structure’ yang bermakna suatu metode atau cara bagaimana suatu entitas/bangunan disusun atau diorganisir.
Kaprikornus apabila diterapkan dalam konsep ekonomi, bisa dimaknai bahwa infrastruktur merupakan elemen-elemen yang menjadi pondasi atau kerangka entitas/bangunan. Elemen tersebut bisa berwujud fasilitas, peralatan, serta jasa yang memungkinkan berjalannya pembangunan.
Sementara Singer mengungkapkan bahwa infrastruktur merupakan investasi yang tidak secara eksklusif bersifat produktif, namun berfungsi sebagai media untuk mempercepat proses pembangunan (Singer, HW. Development Projects as Part of National Development Programme, 1951).
Disamping itu, pembangunan infrastruktur juga merupakan salah satu tujuan yang tercantum dalam aktivitas the Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-9, yaitu membanguan infrastruktur yang andal, mempromosikan industrialisasi yang terbuka dan berkelanjutan, serta meningkatkan inovasi.
Adapun beberapa targetnya antara lain:
- membangun infrastruktur yang berkualitas dan berkesinambungan, sehingga bisa mendukung pembangunan ekonomi dan manusia.
- meningkatkan susukan untuk perjuangan berskala kecil dalam memperoleh dana/modal dan jasa finansial lainnya, khususnya di negara berkembang.
- meningkatkan infrastruktur dan industri yang inovatif biar bertahan dalam jangka panjang, serta mengupayakan teknologi yang ramah lingkungan.
Lebih lanjut, infrastruktur menghipnotis produktivitas dan output melalui prosedur eksklusif maupun tak langsung. Dalam prosedur langsung, infrastruktur meningkatkan produktivitas sumberdaya, sehingga secara otomatis meningkatkan jumlah output yang diproduksi.
Sementara dalam prosedur tidak langsung, infrastruktur berpotensi mengurangi biaya transaksi dan biaya lain (transportasi, pemeliharaan produk), sehingga mendorong produksi menjadi lebih efisien dan cepat hingga ke pasar/konsumen.
Ketika produksi menjadi lebih efisien, maka akan berdampak faktual terhadap efektivitas tenaga kerja. Selain itu, dikala biaya transportasi menjadi lebih murah, maka akan semakin besar pula kemungkinan peningkatan produktivitas yang dihasilkan.
Dalam salah satu laporannya, the World Bank mencatat bahwa semenjak 1990, terdapat lebih dari US$ 2.5 trilliun di investasikan pada proyek infrastruktur swasta di seluruh dunia. Investasi tersebut antara lain berupa investasi pada telekomunikasi, listrik, dan jalan raya, sebagai pondasi proses industrialisasi, inovasi, dan peningkatan produktivitas.
Namun demikian tidak semua masyarakat menikmati hasil pembangunan infrastruktur. Masyarakat kawasan miskin masih kesulitan memperoleh susukan menuju wilayah yang lebih maju. Dengan kata lain, pembangunan masih terkonsentrasi di perkotaan sebagai pusat industri dan perdagangan (World Bank. World Development Indicators 2016).
Sebagai contoh, di negara-negara Afrika terdapat lebih dari 25% populasi penduduk belum menikmati susukan listrik, sekitar 70% penduduk tidak memperoleh susukan penghubung antar wilayah, tak kurang dari 800 juta jiwa tidak memperoleh susukan ke sumber air bersih, serta lebih dari 2 miliar orang kekurangan susukan pada kesehatan dan sanitasi yang layak.
Masalahnya, negara berkembang dan negara miskin cenderung tidak mempunyai kecukupan sumberdaya modal yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, sehinggga sangat bergantung pada dana tunjangan internasional, contohnya melalui pinjaman Bank Dunia atau melalui bagan Official Development Assistance/ODA (Dethier, J, and Alexander Moore. Infrastructure in developing countries: An overview of some economic issues, ZEF-Discussion Papers on Development Policy No. 165, April, 2012).
Selain tunjangan forum internasional, tidak sedikit pula pembangunan infrastruktur yang melibatkan partisipasi pihak swasta (private sector). Infrastruktur yang didanai oleh sektor swasta biasanya lebih efisien dan menghasilkan lebih banyak keuntungan. Namun begitu, infrastruktur yang dikerjakan pihak swasta biasanya juga lebih mahal daripada kalau didanai pemerintah.
Persoalannya, apabila infrastruktur dikerjakan oleh pemerintah, tidak jarang terjadi penyimpangan (distorsi) pada sumberdaya finansial yang digunakan. Bukan diam-diam lagi bahwa proyek-proyek yang dikerjakan oleh pemerintah sering dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan publik untuk memperkaya diri sendiri, risikonya bisa mereduksi kualitas infrastruktur yang dihasilkan.
Pada intinya, investasi semestinya ditujukan dalam kerangka mewujudkan sustainable infrastructure. Sustainble infrastructure merupakan infrastruktur yang bisa menjawab permasalahan jangka panjang, meliputi aspek sosial, ekonomi, serta lingkungan.
Dari aspek sosial, sustainable infrastructure semestinya berupa infrastruktur yang terbuka untuk publik dan mengutamakan penghormatan pada hak asasi manusia. Infrastruktur ini harus bisa diakses dan dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, terutama kaum miskin, serta bisa berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup kaum marginal.
Sementara dari aspek ekonomi, sustainable infrastructure harus bisa bertahan dalam jangka panjang, dalam arti tidak membebani keuangan pemerintah untuk ongkos pemeliharaan, sehingga dana yang ada bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik lainnya.
Terakhir, dari aspek lingkungan, sustainable infrastructure harus menghasilkan infrastruktur yang ramah lingkungan, rendah emisi gas buang, serta efisien dalam pemanfaatan sumberdaya energi (Bhattacharya, A, Jeremy Oppenheim, and Nicholas Stern. Driving Sustainable Development Through Better Infrastructure: Key Elements of A Transformation Program, Global Economy & Development, Working Paper 91, July, 2015).
Sebagai penutup, tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan infrastruktur menjadi salah satu penentu berjalannya roda perekonomian dan pembangunan suatu negara, sehingga menjadi sangat penting untuk menyadari faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pembangunan tersebut. **
ARTIKEL TERKAIT :
Beberapa Catatan wacana Reklamasi (Land Reclamation)
Problem Ketersediaan Perumahan di Kota Besar
Pembangunan Wilayah Perkotaan (Urban Development)
Hakikat Pembangunan Manusia (Human Development) Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "Konsep Dan Duduk Kasus Pembangunan Infrastruktur"
Posting Komentar