3 Metode Sederhana Evaluasi Persediaan, Anda Pakai Yang Mana?
Daftar isi
Metode evaluasi persediaan akan membantu mengidentifikasi dan meng-inventarisir nilai persediaan barang perusahaan.
Apa saja metode evaluasi persediaan itu?
Mari dimulai pembahasannya…
Status Kepemilikan Persediaan Barang Dagang
Apakah Anda pernah berpikir, barang yang ada di gudang jumlahnya banyak namun kenapa nilai persediaan barang perusahaan kecil?
Salah satu penyebabnya alasannya yakni barang yang ada di gudang tidak semuanya milik perusahaan.
Barang di gudang ada yang statusnya barang titipan (consignment).
Sehingga barang itu tidak dimasukkan dalam persediaan perusahaan alasannya yakni status kepemilikannya masih berada pada pihak lain.
Masih ihwal materi persediaan, yuk kita bahas kelanjutan dari materi tersebut ihwal evaluasi persediaan, sehingga kita akan bisa menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:
Apa pengertian evaluasi persediaan?
Mengapa perlu dilakukan penilaian?
Apa saja metode evaluasi persediaan barang dagang?
Yang dimaksud evaluasi persediaan barang yakni memilih nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca.
Persediaan final bisa dihitung harga pokoknya dengan memakai beberapa cara penentuan harga pokok persediaan akhir, tapi nilai ini tidak selalu nampak dalam neraca.
Jumlah yang dicantumkan dalam neraca tergantung pada metode evaluasi yang digunakan.
Metode Penilaian Persediaan
Ada 3 metode evaluasi persediaan berdasarkan PSAK 14 yaitu :
Metode #1. Harga Pokok
Dalam metode ini harga pokok persediaan final akan dicantumkan dalam neraca. Metode ini tidak membedakan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan dalam neraca.
Harga pokok persediaan barang sanggup ditentukan dengan cara LIFO, FIFO atau rata-rata tertimbang atau yang lainnya dan akhirnya dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan.
Metode #2. Harga Pokok atau Harga Pasar yang lebih rendah
Sesuai dengan prinsip akuntansi yang lain, persediaan barang akan dicantumkan dalam neraca dengan nilai sebesar harga pokoknya.
Tapi dalam keadaan-keadaan tertentu penyimpangan dari prinsip harga pokok sanggup dibenarkan.
Apabila pada final periode terjadi perubahan harga persediaan barang di mana nilai pengganti
Atau biaya mereproduksi persediaan bisa lebih rendah dari harga pokok barang-barang tersebut maka sanggup dipakai metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah.
Nilai higienis yang sanggup direalisasikan merupakan batas maksimum yang diperkenankan untuk mencantumkan persediaan dan di sebut batas atas.
Nilai higienis yang sanggup direalisasikan dikurangi keuntungan normal merupakan batas minimum di mana nilai persediaan barang dihentikan lebih rendah.
Untuk memilih dengan nilai berapakah persediaan barang akan dicantumkan dalam neraca, pertama kali dibandingkan antara harga pokok dengan harga pasar, dipilih yang lebih rendah.
Jumlah yang lebih rendah tersebut kemudian dibandingkan dengan batas atas dan batas bawahnya.
Bila jumlah yang lebih rendah tersebut masih dalam batas-batas atas dan bawah maka nilai persediaan dalam neraca yakni jumlah yang lebih rendah tersebut.
Tapi kalau jumlah yang lebih rendah tersebut di luar batas atas atau di bawah batas bawah, maka persediaan akan dinilai dengan batas atas atau batas bawah.
Contoh Penggunaan Metode Penilaian Harga Pokok
Sebagai pola penggunaan metode di atas yakni sebagai berikut :
Biaya penjualan barang X per unit = Rp. 400
Laba normal per unit = Rp. 300
Apabila taksiran harga jual, harga pokok dan harga pasar (harga pokok pengganti) dalam beberapa keadaan menyerupai tabel di bawah ini, maka harga pasar yang lebih rendah ditentukan dengan cara sebagai berikut :
Keterangan :
1. Harga pasar yang dipilih yakni batas atas (Rp. 2.100) alasannya yakni harga pokok pengganti (Rp 2.200) lebih tinggi dari batas atas.
Bila harga pasar yang dipilih ini (Rp 2.100) dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp. 2.050
2. Harga pokok pengganti (Rp 1.950) masih dalam batas atas dan batas bawah, sehingga harga pokok pengganti ini (Rp. 1.950) dipilih sebagai harga pasar.
Bila harga pasar yang dipilih ini (Rp 1.950) dibandingkan dengan harga pokok (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 1.950.
3. Harga pokok pengganti (Rp. 1.750) lebih rendah dari batas bawah (Rp. 1.800) sehingga batas bawah (Rp. 1.800) dipilih sebagai harga pasar.
Bila harga pasar yang dipilih ini (Rp. 1.800) kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp. 1.800.
4. Harga pokok pengganti (Rp. 2.000) lebih tinggi dari batas (Rp 1.950) sehingga yang dipilih yakni batas atas (Rp 1.950).
Bila harga pasar yang dipilih ini kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah yaitu Rp 1.950.
5. Harga pokok pengganti (Rp 1.850) masih berada di antara batas bawah dan batas atas, sehingga harga pokok pengganti ini yang dipilih (Rp 1.850).
Bila harga pasar yang dipilih ini dibandingkan harga pokoknya ( Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah yaitu Rp 1.850.
6. Harga pokok pengganti (Rp 1.600) lebih rendah dari batas bawah (Rp 1.650) sehingga yang dipilih yakni batas bawah.
Bila harga pasar yang dipilih ini dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 2.050) maka dipilih yang lebih rendah yaitu Rp 1.650.
Cara Penerapan Metode Harga Pokok atau Harga Pasar yang Lebih Rendah
Metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah bisa diterapkan kepada masing-masing jenis persediaan, masing-masing kelompok persediaan atau kepada jumlah keseluruhan persediaan.
Di bawah ini yakni pola penerapan untuk ketiga cara di atas.
Misalnya toko MyCom Computer Retail memiliki persediaan barang pada tanggal 31 Desember 2015 dengan harga pokok dan harga pasar sebagai berikut :
( Baca juga : Cara Membuat Jurnal Penyesuaian Akun Persediaan Barang )
Apabila metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah diterapkan kepada :
• Masing-masing jenis persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp. 25.500.000.
• Kelompok-kelompok persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp. 26.500.000
• Keseluruhan persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp. 26.700.000
Dari perhitungan di atas bisa dilihat bahwa penerapan untuk masing-masing jenis persediaan akan menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan cara penerapan yang lain.
Sedangkan penerapan untuk masing-masing kelompok atau keseluruhan persediaan menghasilkan nilai yang mendekati keadaan, alasannya yakni penurunan harga salah satu jenis barang akan diimbangi dengan kenaikan harga barang yang lain.
Masing-masing cara di atas sanggup dipakai untuk menilai persediaan barang dengan batasan hendaknya diterapkan secara konsisten setiap periode.
Metode #3. Harga Jual
Metode evaluasi persediaan harga jual mendasarkan pada prinsip harga pokok untuk evaluasi persediaan yaitu dengan mencantumkan persediaan dengan harga jual bersihnya sanggup diterima asalkan dipenuhi syarat-syarat:
1. Ada kepastian bahwa barang-barang itu akan sanggup segera dijual dengan harga yang telah ditetapkan.
2. Merupakan produk standar, yang pasarnya bisa menampung serta sulit untuk memilih harga pokoknya.
Penyimpangan dengan evaluasi sebesar harga jual biasanya dilakukan untuk produk dari tambang logam mulia (emas dan perak) dan hasil-hasil pertanian atau peternakan.
Apabila persediaan dicantumkan dalam neraca sebesar harga jual bersihanya maka metode evaluasi yang digunakakan hendaknya dijelaskan dalam neraca.
Bagaimana dengan metode evaluasi persediaan barang dagangan di gudang Anda?
***
Sumber https://manajemenkeuangan.net
0 Response to "3 Metode Sederhana Evaluasi Persediaan, Anda Pakai Yang Mana?"
Posting Komentar