iklan

Revaluasi Fix Asset Bank: Sekedar Aliran Sederhana



Telah kita ketahui bersama bahwa belum lama, Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi V dalam rangka transformasi peraturan perundangan perekonomian Indonesia. 

Yang menarik bagi saya yakni ketentuan dalam Paket Kebijakan Ekonomi V tersebut mengenai dispensasi pengenaan pph tamat terkait Revaluasi Aktiva Tetap yang berlaku untuk Wajib Pajak BUMN maupun Swasta yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 191//PMK.010/2015 Tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan Yang diajukan pada Tahun 2015 dan Tahun 2016.

Baca Juga

Kira-kira sudah hampir sebulan ketentuan tersebut dikeluarkan, terkait dengan judul postingan kali ini, apa dampak yang sanggup dirasakan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK - dalam hal ini Bank) terkait dengan dispensasi pph tamat revaluasi aktiva tetap tersebut?  

Saya mempunyai persepsi sebagai berikut : 

1. Pertama-tama marilah kita mencermati tarif dispensasi pajak dalam PMK 191 tersebut : 


Dalam PMK 191 diatur tarif pph tamat untuk Revaluasi Aktiva tetap yakni sebagai berikut : (Pasal 1 ayat 2 PMK 191) 
 Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Pajak Penghasilan yang bersifat           tamat sebesar: 
 a. 3% (tiga persen) , untuk permohonan yang diajukan semenjak berlakunya Peraturan Menteri ini                 hingga dengan tanggal 31 Desember 2015;

 b. 4% (empat persen), untuk permohonan yang diajukan semenjak 1 Januari 2016 hingga dengan 
              tanggal 30 Juni 2016; atau

 c. 6% (enam persen) , untuk permohonan yang diajukan semenjak 1 Juli 2016 hingga dengan                         tanggal 31 Desember 2016,
 yang dikenakan atas selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali atau hasil perkiraan 
 penilaian kembali oleh Wajib Pajak, di atas nilai sisa buku fiskal semula.

Keringanan pajak (perlakuan khusus) yang diatur dalam PMK 191 cukup signifikan, pph tamat untuk revaluasi aktiva tetap yang semula dikenakan tarif 10%. 

Keringan pajak tersebut sanggup dijadikan momentum bagi Wajib Pajak (Bank) untuk menaikkan jumlah assetnya serta menambah leverage Perusahaan. Disisi lain, sanggup dipastikan penerimaan pajak Pemerintah pun akan mengalami peningkatan (menurut informasi yang saya ikuti, beberapa Bank Persero sudah mengambil ancang-ancang untuk melaksanakan revaluasi aktiva tetap - belum lagi BUMN yang lainnya.) 

2. Kedua, saya mencoba melihat dari sudut pandang PUJK (bank) 
terkait PMK 191 ini. Dalam kondisi yang sehat (apalagi Bank Umum golongan BUKU 3, dan 4) PMK 191 ini harus direspon baik dan cepat tanggap (Ingat masih ada waktu sekitar 30 hari untuk mendapat perlakuan khusus pph 3%). Mengapa peraturan ini harus direspon oleh bank? sederhana saja, dengan bertambahnya selisih lebih nilai aktiva tetap maka akan berimbas kepada penambahan Modal Bank (Modal untuk perhitungan KPMM/CAR) yang sanggup meningkatkan jumlah porsi penyaluran kredit yang dibatasi oleh ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Tentu sanggup ditebak, sektor apa yang membutuhkan porsi besar? ya... anda benar, sektor infrastruktur. 


3. Ketiga, "harus diadaptasi dengan kondisi keuangan bank" 

Jika dari awal saya menyebut-nyebut "bank" jangan lupa bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga termasuk Bank. Kenyataannya tidak sedikit BPR yang masih mempunyai asset relatif jauh dibawah bank umum, kita sanggup dengan praktis menemukan BPR dengan asset kurang dari Rp100 miliar. Haruskah BPR melaksanakan Revaluasi Aktiva tetap ? Tentu jawabannya harus diadaptasi dengan kondisi keuangan bank. 

Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi bank umum atau BPR dengan asset relatif "kecil" atau masi dalam tahap berkembang : 

a. Dalam hal Bank Umum atau BPR yang mempunyai Rasio ROA hampir "mepet" antara sehat dan kurang sehat atau apalagi dalam keadaan merugi, dengan melakuan Revaluasi Aktiva Tetap akan menggerus ROA (mengurangi ROA). 

b. Dalam hal Bank Umum atau BPR yang mempunyai rasio BOPO menjurus kearah tidak efisien dan jumlah Aktiva Tetapnya cenderung signifikan (setelah diadakan revaluasi) perlu diperhitungkan lagi beban pph tamat dan penyusutan Aktiva Tetap (setelah direvaluasi) kedepannya.

c. Jika selama pengalaman Bank Umum atau BPR jarang memperlihatkan kredit yang tidak mmenyentuh BMPK, atau dirasa BMPK selama ini sudah cukup. Pertimbangan Revaluasi Aktiva Tetap lebih ditekankan kepada faktor-faktor lain, contohnya tujuan untuk meningkatkan Asset dsb.

d. Kebalikan dari poin c,  jika kondisi pasar yang dihadapi Bank Umum atau BPR selama ini lebih banyak mengharuskan Bank tsb mengucurkan Kredit "hampir-hampir" menyentuh BMPK maka Momen kali ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya (ada perlakuan khususnya loh.. ingat PMK 191). tanpa merogoh kocek pemegang saham BMPK sudah sanggup naik (lebih praktis dikatakan begitu). 


4. Butuh Konsistensi
Saya belum mempelajari secara mendetail dan mengelotok dikepala mengenai pemikiran Akuntansi baik yang berlaku di Bank Umum ataupun BPR namun sepengetahuan saya, Revaluasi Aktiva Tetap tidak diperkenankan hanya untuk tujuan "keuntungan" tertentu (mengapa saya menulis keuntungan, alasannya yakni idealnya Revaluasi Aktiva Tetap dilakukan jikalau nilai buku aktiva tetap lebih rendah dibanding nilai pasar sekarang, atau gampangnya revaluasi aktiva tetap mungkin dilakukan apabila sudah didapat citra ada perbedaan nilai buku dan pasar atas aktiva tetap yang mengalami kenaikan. Perlu diingat revaluasi juga sanggup menghasilkan nilai pasar yang lebih rendah dibanding nilai buku, teladan saja: jikalau anda mempunyai aktiva tetap yang kini sudah tertimbun lumpur?). Kembali lagi kesoal konsistensi, sehabis melaksanakan revaluasi aktiva tetap jikalau saya tidak salah (koreksi ya kalau salah) harus menerapkan revaluasi secara konsisten (ada periodenya, contohnya 5 tahun kedepan harus melaksanakan revaluasi aktiva tetap tsb, dsb). 


Sebagai informasi tambahan, jikalau diatas sudah saya singgung bahwa revaluasi (terjadi selisih lebih harga pasar dan nilai buku) sanggup menambah BMPK Bank. Maksudnya adalah, jikalau terjadi revaluasi dengan selisih lebih harga pasar dengan nilai buku, maka selisih tersebut mesuk kedalam pos surplus revaluasi aktiva tetap (Bagian dari Ekuitas). Selisih lebih revaluasi tidak diakui kedalam komponen laba/rugi tahun berjalan (Lain halnya apabila Aktiva Tetap tersebut dijual, barulah selisih harga pasar dan nilai buku Aktiva Tetap tsb dimasukan dalam pos pendapatan non-operasional yang mensugesti laba/rugi tahun berjalan suatu bank).

Kaprikornus apakah anda akan melaksanakan Revaluasi Aktiva Tetap ??? kalau iya, jangan lewat dari tahun 2016 ya.......

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge

Sumber http://belajarperbankangratis.blogspot.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Revaluasi Fix Asset Bank: Sekedar Aliran Sederhana"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel