Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya
Dalam sejarah Indonesia ada dua kerajaan kuno yang selalu disebutkan sebagai kerajaan-kerajaan yang megah dan jaya, yang melambangkan kemegahan dan kejayaan Indone¬sia di zaman dulu. Kedua kerajaan itu ialah Sriwijaya dan Majapahit.
Lokasi Kerajaan
A. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang bukan saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi dikenal di setiap bangsa atau negara yang berada jauh di luar Indo¬nesia. Hal ini disebabkan letak Kerajaan Sriwijaya yang sangat strategis dan erat dengan Selat Malaka. Telah kita ketahui, Selat Malaka pada ketika itu merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai dan sanggup menghubung-kan antara pedagang-pedagang dari Cina dengan India maupun Romawi.
Dari tepian Sungai Must di Sumatra Selatan, efek Kerajaan Sriwijaya terus meluas yang meliputi Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa penggalan barat, Bangka, Jambi Hulu, dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra. Luasnya wilayah bahari yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang besar pada zamannya.
B. Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari gosip gila dan prasasti-prasasti.
Berita Asing
Mengingat Kerajaan Sriwijaya me¬rupakan kerajaan maritim dengan letak yang sangat strategis, banyak pedagang-pedagang gila yang tiba untuk melaksanakan acara di Kerajaan Sriwijaya. Untuk itu banyak ditemukan informasi mengenai keberadaan Keraja¬an Sriwijaya ini. Berita gila tersebut antara lain sebagai berikut.
Berita Arab Dari gosip Arab sanggup di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melaksanakan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di sentra Kerajaan Sriwijaya ditemukan perkam-pungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tinggal sementara. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya menyerupai Zabaq, Sabay, atau Sribusa.
Berita India Dari gosip India sanggup diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sri¬wijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India menyerupai Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan satu prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan Raja Nalanda yang berjulukan Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak sehabis Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.
Berita Cina Dari gosip Cina, sanggup diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi.
Berita dalam Negeri
Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibentuk oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan karakter Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
Prasasti Kedukan Bukit Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya berjulukan Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukkan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan ialah tempat Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.
Prasasti Telaga Batu Prasasti itu menyebutkan perihal kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melaksanakan tindakan kejahatan.
Prasasti Talang Tuwo Prasasti berangka tahun 684 M. itu menyebutkan perihal pembuatan Taman Srikesetra atas perin¬tah Raja Dapunta Hyang.
Prasasti Kota Kapur Prasasti berangka tahun 686 M. itu menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.
Prasasti Karang Berahi Prasasti berangka tahun 686 M. itu ditemukan di tempat pedalaman Jambi, yang menawarkan penguasaan Kerajaan Sriwijaya atas tempat itu.
Prasasti Ligor Prasasti berangka tahun 775 M. itu menyebutkan perihal ibukota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.
Prasasti Nalanda Prasasti ini menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah jawaban kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda semoga mengakui haknya atas Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang berguru di Nalanda.
B. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Pada awal pertumbuhannya, Kerajaan Sriwijaya mengadakan ekspansi wilayah kekuasaan ke daerah-daerah sekitamya. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindah dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan gampang sanggup menguasai daerah-daerah di sekitamya menyerupai Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tammanegara). Maka dalam kurun ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting menyerupai Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa penggalan barat.
Pada kurun ke-8 M, ekspansi Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap tempat Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai tempat penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipakai oleh para pedagang untuk menye-berang dari perairan Laut Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di sentra Kerajaan Sriwijaya.
Pada simpulan kurun ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Sunda maupun Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan wilayah kekuasaan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Laut terbesar di Asia Tenggara.
C. Kehidupan Politik
Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah memerintah meninggalkan prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya ialah sebagai berikut.
Raja Dapunta Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan semoga Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa ialah raja dari Kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang tidak mempunyai keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami bahaya dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melaksanakan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.
D. Sriwijaya dan Pala
Sekitar kurun ke-8 M hingga kurun ke-11 M tempat Benggala diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Pala. Seorang rajanya yang terbesar berjulukan Raja Dewa Paladewa (abad ke-9 M). Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kera¬jaan Pala amat baik, terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Kedua kerajaan ini menganut agama Buddha. Banyak Bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya berguru agama di sekolah tinggi tinggi Nalanda. Hubungan baik ini dibuktikan dengan Prasasti Nalanda (860 M). Di samping pembebasan lima desa dari pajak, prasasti itu juga berisi pernyataan bahwa Raja Balaputra Dewa terusir dari Kerajaan Syailendra jawaban kalah perang melawan kakaknya Pramo-dhawardani dan kemudian diangkat menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian, hubungan dengan Kerajaan Pala ialah untuk mendapat-kan santunan dalam memperkuat kedudukannya menjadi raja di Sriwijaya.
Sriwijaya dan Cholamandala
Pada awalnya hubungan kedua kerajaan itu amat baik. Raja Sriwijaya yang berjulukan Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan satu biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya.
Persahabatan kedua kerajaan menjelma permusuhan jawaban persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan. Raja Rajendra Chola yang berkuasa di Kerajaan Chola melaksanakan dua kali serangan ke Kerajaan Sriwijaya. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami kegagalan. Namun, serangan kedua (1023/1024 M) berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya/ bahkan Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan.
Serangan itu tidak mengakibatkan terjadinya penjajahan, lantaran tujuannya hanya membinasakan armada Kerajaan Sriwijaya. Jika kekuatan Kerajaan Sriwijaya berhasil ditaklukkan, maka jaringan pelayaran perdagangan di wilayah Asia Tenggara hingga India sanggup dikuasai oleh Kerajaan Chola.
Walaupun serangan Kerajaan Chola tidak mematikan Kerajaan Sriwijaya, tetapi untuk sementara kekuatan Sriwijaya lumpuh. Kelumpuhan Kerajaan Sriwijaya merupakan peluang baik bagi Airlangga di Jawa Timur yang dengan cepat menyusun kekuatan angkatan perangnya, baik di darat maupun di laut. Dalam waktu singkat keruntuhan Kerajaan Dharmawangsa sanggup ditegakkan kembali, sehingga ketika kekuatan Kerajaan Sriwijaya pulih kembali, di Jawa Timur telah bangun negara besar dan kuat, sebagai saingannya.
E. Sriwijaya sebagai Negara Maritim
Berita perihal Kerajaan Sriwijaya berasal dari seorang musafir Cina berjulukan I-tsing (671 M). Berita lain berasal dari tahun 683 M dengan ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit di Bukit Sigutang (dekat Palembang).
Prasasti mi menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usaha besar yang dimaksudkan itu ialah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil dengan gemilang menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).
Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka menyata-kan bahwa penduduk Pulau Bangka tunduk pada Kerajaan Sriwijaya. Diberitakan pula bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melaksanakan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda, yang merupa-kan jalur pelayaran dan perdagangan yang penting. Keberhasilan Kerajaan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikannya sebagai penguasa tunggal jalur acara perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.
Armada Kerajaan Sriwijaya yang besar lengan berkuasa sanggup menjamin keamanan acara pelayaran dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga sanggup memaksa bahtera dagang untuk singgah di sentra atau di bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya acara pelayaran perdagangan mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang atau sentra perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan Sriwijaya semakin besar di laut. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melaksanakan hubungan hingga di luar wilayah Indonesia, hingga ke Cina di sebelah utara/ atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat.
F. Hubungan Luar Negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, menyerupai Kerajaan Pala (Nalanda) di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di pantai timur India Selatan.
G. Mundurnya Kerajaan Sriwijaya
Pada simpulan kurun ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.
Faktor Politik Kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak, lantaran munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga mempunyai kepentingan dalam dunia perdagangan, menyerupai Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
Dari tempat timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari, yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang berdta-cita menguasai seluruh wilayah Nusantara mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak.
Faktor Ekonomi Para pedagang yang melaksanakan acara perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang, lantaran daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke kekuasaan raja-raja sekitarnya. Akibatnya, para pedagang yang melaksanakan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang melaksanakan kegiatan ke tempat Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singasari) tidak lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya. Keadaan menyerupai ini tentu mengurangi sumber pendapatan kerajaan.
Dengan alasan faktor politik dan ekonomi, maka semenjak simpulan kurun ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan daerahnya terbatas pada tempat Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah risikonya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.
Lokasi Kerajaan
Baca Juga
B. Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari gosip gila dan prasasti-prasasti.
Berita Asing
Berita Arab Dari gosip Arab sanggup di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melaksanakan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di sentra Kerajaan Sriwijaya ditemukan perkam-pungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tinggal sementara. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya menyerupai Zabaq, Sabay, atau Sribusa.
Berita India Dari gosip India sanggup diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sri¬wijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India menyerupai Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan satu prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan Raja Nalanda yang berjulukan Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak sehabis Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.
Berita Cina Dari gosip Cina, sanggup diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi.
Berita dalam Negeri
Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibentuk oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan karakter Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
Prasasti Kedukan Bukit Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya berjulukan Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukkan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan ialah tempat Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.
Prasasti Telaga Batu Prasasti itu menyebutkan perihal kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melaksanakan tindakan kejahatan.
Prasasti Talang Tuwo Prasasti berangka tahun 684 M. itu menyebutkan perihal pembuatan Taman Srikesetra atas perin¬tah Raja Dapunta Hyang.
Prasasti Kota Kapur Prasasti berangka tahun 686 M. itu menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.
Prasasti Karang Berahi Prasasti berangka tahun 686 M. itu ditemukan di tempat pedalaman Jambi, yang menawarkan penguasaan Kerajaan Sriwijaya atas tempat itu.
Prasasti Ligor Prasasti berangka tahun 775 M. itu menyebutkan perihal ibukota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.
Prasasti Nalanda Prasasti ini menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah jawaban kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda semoga mengakui haknya atas Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang berguru di Nalanda.
B. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Pada awal pertumbuhannya, Kerajaan Sriwijaya mengadakan ekspansi wilayah kekuasaan ke daerah-daerah sekitamya. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindah dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan gampang sanggup menguasai daerah-daerah di sekitamya menyerupai Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tammanegara). Maka dalam kurun ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting menyerupai Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa penggalan barat.
Pada kurun ke-8 M, ekspansi Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap tempat Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai tempat penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipakai oleh para pedagang untuk menye-berang dari perairan Laut Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di sentra Kerajaan Sriwijaya.
Pada simpulan kurun ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Sunda maupun Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan wilayah kekuasaan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Laut terbesar di Asia Tenggara.
Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah memerintah meninggalkan prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya ialah sebagai berikut.
Raja Dapunta Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan semoga Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa ialah raja dari Kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang tidak mempunyai keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami bahaya dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melaksanakan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.
D. Sriwijaya dan Pala
Sekitar kurun ke-8 M hingga kurun ke-11 M tempat Benggala diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Pala. Seorang rajanya yang terbesar berjulukan Raja Dewa Paladewa (abad ke-9 M). Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kera¬jaan Pala amat baik, terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Kedua kerajaan ini menganut agama Buddha. Banyak Bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya berguru agama di sekolah tinggi tinggi Nalanda. Hubungan baik ini dibuktikan dengan Prasasti Nalanda (860 M). Di samping pembebasan lima desa dari pajak, prasasti itu juga berisi pernyataan bahwa Raja Balaputra Dewa terusir dari Kerajaan Syailendra jawaban kalah perang melawan kakaknya Pramo-dhawardani dan kemudian diangkat menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian, hubungan dengan Kerajaan Pala ialah untuk mendapat-kan santunan dalam memperkuat kedudukannya menjadi raja di Sriwijaya.
Sriwijaya dan Cholamandala
Pada awalnya hubungan kedua kerajaan itu amat baik. Raja Sriwijaya yang berjulukan Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan satu biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya.
Persahabatan kedua kerajaan menjelma permusuhan jawaban persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan. Raja Rajendra Chola yang berkuasa di Kerajaan Chola melaksanakan dua kali serangan ke Kerajaan Sriwijaya. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami kegagalan. Namun, serangan kedua (1023/1024 M) berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya/ bahkan Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan.
Serangan itu tidak mengakibatkan terjadinya penjajahan, lantaran tujuannya hanya membinasakan armada Kerajaan Sriwijaya. Jika kekuatan Kerajaan Sriwijaya berhasil ditaklukkan, maka jaringan pelayaran perdagangan di wilayah Asia Tenggara hingga India sanggup dikuasai oleh Kerajaan Chola.
Walaupun serangan Kerajaan Chola tidak mematikan Kerajaan Sriwijaya, tetapi untuk sementara kekuatan Sriwijaya lumpuh. Kelumpuhan Kerajaan Sriwijaya merupakan peluang baik bagi Airlangga di Jawa Timur yang dengan cepat menyusun kekuatan angkatan perangnya, baik di darat maupun di laut. Dalam waktu singkat keruntuhan Kerajaan Dharmawangsa sanggup ditegakkan kembali, sehingga ketika kekuatan Kerajaan Sriwijaya pulih kembali, di Jawa Timur telah bangun negara besar dan kuat, sebagai saingannya.
Berita perihal Kerajaan Sriwijaya berasal dari seorang musafir Cina berjulukan I-tsing (671 M). Berita lain berasal dari tahun 683 M dengan ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit di Bukit Sigutang (dekat Palembang).
Prasasti mi menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usaha besar yang dimaksudkan itu ialah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil dengan gemilang menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).
Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka menyata-kan bahwa penduduk Pulau Bangka tunduk pada Kerajaan Sriwijaya. Diberitakan pula bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melaksanakan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda, yang merupa-kan jalur pelayaran dan perdagangan yang penting. Keberhasilan Kerajaan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikannya sebagai penguasa tunggal jalur acara perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.
Armada Kerajaan Sriwijaya yang besar lengan berkuasa sanggup menjamin keamanan acara pelayaran dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga sanggup memaksa bahtera dagang untuk singgah di sentra atau di bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya acara pelayaran perdagangan mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang atau sentra perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan Sriwijaya semakin besar di laut. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melaksanakan hubungan hingga di luar wilayah Indonesia, hingga ke Cina di sebelah utara/ atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat.
F. Hubungan Luar Negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, menyerupai Kerajaan Pala (Nalanda) di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di pantai timur India Selatan.
G. Mundurnya Kerajaan Sriwijaya
Pada simpulan kurun ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.
Faktor Politik Kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak, lantaran munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga mempunyai kepentingan dalam dunia perdagangan, menyerupai Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
Dari tempat timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari, yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang berdta-cita menguasai seluruh wilayah Nusantara mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak.
Faktor Ekonomi Para pedagang yang melaksanakan acara perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang, lantaran daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke kekuasaan raja-raja sekitarnya. Akibatnya, para pedagang yang melaksanakan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang melaksanakan kegiatan ke tempat Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singasari) tidak lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya. Keadaan menyerupai ini tentu mengurangi sumber pendapatan kerajaan.
Dengan alasan faktor politik dan ekonomi, maka semenjak simpulan kurun ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan daerahnya terbatas pada tempat Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah risikonya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.
Sumber http://ganangalfianto.blogspot.com
0 Response to "Kerajaan Sriwijaya"
Posting Komentar