iklan

Prospek Saham Properti

Di artikel ahad lalu, penulis menyebutkan bahwa ketika IHSG naik 20.0% sepanjang tahun 2017, namun terdapat dua sektor yang justru tumbuh negatif, yakni agriculture atau perkebunan, dan properti & konstruksi. Nah, alasannya biasanya value opportunity terletak di sektor-sektor yang ‘ketinggalan kereta’ ini, maka dua sektor tersebut menarik untuk dibahas. Untuk sektor perkebunan sudah kita bahas, jadi kini giliran sektor berikutnya: Properti & konstruksi. Kebetulan, seiring dengan situasi market bullish sepanjang awal tahun 2018 ini, saham-saham konstruksi kelihatannya sudah pada naik semua. Tapi bagaimana dengan properti?

Penulis pertama kali melirik kembali sektor properti pada Juli 2017, ketika itu alasannya melihat bahwa IHSG sudah naik 16.6% dalam setahun terakhir, sementara indeks properti & konstruksi (anda sanggup lihat di Yahoo Finance, kodenya ^JKPROP) justru drop 9.0%, dan alasannya ketika itu saham-saham properti sudah banyak yang PBV-nya kurang dari 1 kali, atau sudah menyerupai valuasi saham-saham batubara ketika mereka berada di titik terendahnya, pertengahan 2016 lalu. Setelah mempertimbangkan dan menganalisis banyak faktor, penulis kemudian memberikan bahwa, yup, memang ada value opportunity disini, dimana saham-saham properti berpeluang untuk naik banyak menyerupai hal-nya batubara. Anda sanggup baca lagi ulasan  selengkapnya disini.

Waktu berlalu. Dan pada hari ini, atau setengah tahun kemudian, saham-saham properti ternyata masih belum naik signifikan, padahal saham dari sektor-sektor lain sudah menyerupai kejar-kejaran, termasuk batubara juga melaju kencang kembali, demikian pula dengan saudaranya yakni konstruksi. So what’s wrong? Nah, dalam hal ini penulis mungkin sanggup mengulang kembali apa yang sering saya sampaikan di kelas-kelas seminar: Dalam value investing, kita sanggup 1. Menyaring/screening saham berfundamental manis dari yang jelek, dan 2. Menilai apakah valuasi dari saham hasil screening ini terbilang murah atau mahal. Tapi yang tidak sanggup kita lakukan adalah: 1. Menebak kapan persisnya saham itu akan naik, 2. Apakah saham tersebut akan eksklusif naik atau malah turun dulu, dan 3. Kalau nanti saham tersebut jadinya naik, maka naiknya hingga berapa.

Karena itulah, berdasarkan pengalaman penulis sendiri selama ini, saham-saham yang kita beli kadang ada yang eksklusif naik, kadang ada juga yang agak usang kemudian baru naik. Tapi dengan sedikit kesabaran, maka selama saham yang kita beli memang sempurna (bahwa ia berfundamental bagus, dan valuasinya beneran murah/bukan murahan), dan tidak terjadi force majeure (seperti kasus AISA, atau koreksi IHSG), maka pada jadinya anda tetap akan profit lumayan. Lebih terperinci soal ini sanggup dibaca lagi di artikel ini.

Okay, jadi balik lagi ke sektor properti. Bagaimana dengan kinerja mendasar dari sektor ini? Well, berdasarkan kinerja BSDE dkk hingga Kuartal III 2017, sanggup penulis katakan bahwa para emiten properti melaporkan kinerja yang bervariasi: Ada yang manis banget, ada yang biasa saja, dan ada juga yang labanya masih turun. Tapi secara valuasi, maka menyerupai yang sudah disebut di artikel Juli 2017 lalu, ada banyak pilihan undervalue stock di sektor ini, dan hingga kini pilihannya masih banyak, alasannya memang sektor ini belum naik signifikan dalam enam bulan terakhir, meski disisi lain juga sudah tidak turun lebih dalam lagi/downtrend-nya sudah berhenti. Malah kalau secara teknikal jangka menengah (pake chart minimal 6 bulan), ada banyak saham-saham properti yang kelihatannya sedang ‘ancang-ancang’ untuk naik.

Dua Faktor Penting

Pertanyaannya sekarang, kenapa sektor properti ini masih belum jalan hingga sekarang, bahkan saham-saham batubara dll sudah pada berangkat? Apakah mungkin itu alasannya ada something wrong terkait outlook industrinya itu sendiri, menyerupai yang Pak Teguh bahas kemarin terkait sektor perkebunan kelapa sawit dimana ternyata ada persoalan terkait harga CPO yang gak mau naik-naik? Untungnya, untuk sektor properti so far nggak ada problem apa-apa. You see, berkaca pada pengalaman lesunya sektor properti pada krisis tahun 2008, dan pada periode economic slowdown di tahun 2013 – 2015, maka problem terbesar sektor properti yaitu 1. Perlambatan (atau penurunan) makroekonomi Indonesia secara umum, dan 2. Tingginya suku bunga perbankan. Karena kalau ekonomi melemah apalagi hingga krisis, maka orang-orang masih akan beli beras, mandi pake sabun mandi, merokok, dll, tapi mereka akan mikir-mikir kalo ditawari beli rumah. Demikian pula kalau bunga bank tinggi, yang otomatis menurunkan penyaluran kredit perbankan itu sendiri termasuk untuk KPR, padahal lebih banyak didominasi orang beli rumah ya pake KPR ini.

Okay, kemudian bagaimana dengan kondisinya sekarang? Nah, anda sendiri mungkin sanggup mencicipi bahwa kondisi ekonomi dikala ini terbilang baik, sangat baik malah, meski mungkin belum merata (ketika Nadiem Makarim sukses besar dengan Gojek-nya, tapi di tempat lain tetap ada saja orang-orang yang kesulitan mencari kerja), tapi itu sesuatu yang normal, yang niscaya terjadi di negara manapun. Tapi yang penulis perhatikan, kini ini iklan-iklan penjualan rumah, apartemen dll mulai rame lagi, dan kawasan-kawasan township di Serpong, Cikarang, hingga Cibubur mulai banyak pembangunan perumahan. Lalu bagaimana dengan bunga bank? Well, juga lagi murah-murahnya! Seiring dengan benchmark BI 7-day rate yang terakhir berada di level 4.25%, yang merupakan salah satu level terendahnya dalam sejarah.
 
Posisi BI Rate dalam sepuluh tahun terakhir, perhatikan bahwa level dikala ini (4.25%) itu bahkan lebih rendah dibanding ketika booming properti tahun 2009 - 2012 lalu. Sumber: www.tradingeconomics.com

Makara kalau melihat environment dari sektor properti itu sendiri, maka kondisi sektor ini sangat menyerupai dengan sektor batubara pada Semester II 2016 lalu: Meski ketika itu Harum Energy dkk masih belum membukukan kinerja bagus/laba mereka masih pada turun, tapi alasannya harga batubara mulai merangkak naik, maka outlook sektor tambang otomatis menjadi cerah, dan alhasil saham PTBA dkk sudah naik duluan bahkan ketika perusahaan belum benar-benar membukukan kenaikan profit.

Okay, tapi kenapa saham-saham properti, meski tadi dikatakan outlook-nya cerah, tetap saja belum naik setinggi batubara? Well, pertama, kalau dikatakan sektor ini belum naik maka itu kurang sempurna juga, alasannya nyatanya beberapa saham penulis perhatikan sudah naik 20 – 30% dalam enam bulan terakhir, dan itu merupakan kenaikan yang signifikan (tapi kadang orang gak memperhatikan hal ini, alasannya keburu silau sama saham/sektor lain yang naiknya lebih tinggi). Kedua, berbeda dengan perusahaan batubara yang hampir niscaya bakal cuan asalkan harga batubara naik, maka tidak semua emiten properti bakal profit bahkan meski kondisi ekonomi lagi baik, dan suku bunga bank turun. Karena diluar dua faktor penting tersebut, maka tiap-tiap perusahaan secara individual mempunyai faktor-faktor lainnya lagi yang mempengaruhi kinerja mereka, mulai dari lokasi proyek (perusahaan properti dengan lokasi proyek di Serpong tentu lebih berpeluang profit ketimbang perusahaan properti dengan lokasi proyek di Balikpapan, misalnya), kualitas infrastruktur/akses jalan di lokasi properti, jenis properti yang dijual (landed house akan lebih mudah terjual ketimbang k0nd0minium), hingga kualitas/reputasi manajemen. Sebagai contoh, beberapa tahun kemudian saham Sentul City (BKSL) turun sendiri dari 300-an hingga dibawah 100, dan itu cuma gara-gara owner-nya diciduk oleh KPK, dimana sehabis itu perusahaan simpel kehilangan arah, sama sekali.

Karena itulah, pergerakan saham properti ini mirip-mirip dengan saham perkebunan kelapa sawit: Sahamnya biasanya gres akan naik signifikan sehabis perusahaan yang bersangkutan confirm membukukan profit besar di laporan keuangannya. Problemnya, kalo kita gres masuk sehabis laporan keuangan keluar, maka terdapat risiko ketinggalan kereta disini. Nah, jadi selain melihat outlook dari sektor properti itu sendiri, anda harus menyeleksi lagi: Dari sekian banyak saham properti, yang mana yang manajemennya bagus? Kinerja historisnya bagus? Dan seterusnya. Dan saham properti itulah yang anda beli.

But anyway, itu gak terlalu sulit kok :) Nah, jadi berdasarkan anda sendiri, saham-saham properti apa saja yang dikala ini menarik untuk dikoleksi?

Untuk artikel ahad depan kita akan membahas update sektor konstruksi.

Buletin Bulanan yang berisi analisis IHSG, investment planning, & stockpick saham pilihan edisi Februari 2018 sudah terbit! Anda sanggup memperolehnya disini, gratis konsultasi saham eksklusif dengan penulis untuk member.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:  penulis menyebutkan bahwa ketika IHSG naik  Prospek Saham Properti
Sumber http://teguhidx.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Prospek Saham Properti"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel