Bagaimana Sih Pesta/Acara Etika Dalam Pandangan Islam ??
Topik pembicaraan saya bersama teman kali ini ihwal pesta adat di kampungnya. Berhubung masing-masing dari kami masih sangat kurang akan pengetahuan ihwal topik ini, kami menentukan untuk berbincang mengutarakan pendapat masing-masing lalu mencari rujukan biar pembahasan lebih berfaedah.
Berbicara ihwal adat maka, aspeknya akan luas hal ini menjadikarena akan sangat dekat kaitannya dengan kebiasaan masyarakat, dan kebiasaan itu sulit untuk dihilangkan. Adat salah satu dari kepercayaan masyarakat yang dilakukan tanpa ada penjabarannya.
Nah.. bagaimana cara kita menyikapi program adat yang sudah menjadi tradisi?
Berbicara ihwal adat-istiadat (tradisi) bukan lagi sesuatu yang langka bagi masyarakat Indonesia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah adat istiadat mengacu pada tata kelakuan yang abadi dan turun temurun dari generasi ke generasi lain sebagai warisan sehingga berpengaruh integrasinya dengan pola-pola sikap masyarakat (Kamus besar bahasa Indonesia,1988:5,6).
Adapun makna lainnya adat-istiadat disebut sebagai suatu hal yang dilakukan berulang-ulang secara terus menerus sampai alhasil melekat, dipikirkan dan dipahami oleh setiap orang tanpa perlu penjabaran. Di dalam adat-istiadat itulah kita akan menemukan tiga wujud kebudayaan sebagaimana dijelaskan oleh pakar kebudayaan Koentjaraningrat dalam bukunya; pertama wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai atau norma. Kedua, wujud kebudayaan sebagai acara atau contoh tindakan insan dalam masyarakat. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Adanya syariat tidak berupaya menghapuskan tradisi/adat –istiadat, Islam menyaringi tradisi tersebut biar setiap nilai-nilai yang dianut dan diaktualisasikan oleh masyarakat setempat tidak bertolakbelakang dengan Syariat. Sebab tradisi yang dilakukan oleh setiap suku bangsa yang nota bene beragama Islam tidak boleh menyelisihi syariat. Karena kedudukan nalar tidak akan pernah lebih utama dibandingkan wahyu Allah Ta’ala. Inilah pemahaman yang esensi lagi krusial yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.
Keyakinan Islam sebagai agama universal dan mengatur segala sendi-sendi kehidupan bukan hanya pada relasi transendental antara hamba dan Pencipta tetapi juga aspek hidup lainnya ibarat ekonomi, sosial, budaya, politik dan lain sebagainya. Kadangkala pemahaman parsial inilah yang masih diyakini oleh ummat Islam. Oleh alasannya yaitu itu, sikap syariat Islam terhadap adat-istiadat senantiasa mendahulukan dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Hadist dibanding adat atau tradisi.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا [٣٣:٣٦]
“Dan tidaklah patut bagi pria yang mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain ihwal urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka bersama-sama beliau telah tersesat, sesat yang nyata.” (QS.Al-Ahzab:36)
kita sanggup mengetahui bahwa Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan insan yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya. Oleh alasannya yaitu itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab yang ada sebelum datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang budaya-budaya yang mengandung unsur syirik, ibarat pemujaan terhadap leluhur dan nenek moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan pedoman Islam, silakan melakukannya. Namun kalau bertentangan dengan pedoman Islam, ibarat memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau mempunyai asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan selain Allah, maka budaya ibarat itu hukumnya haram.
Oleh alasannya yaitu itu, hendaklah kaum muslimin secara cermat meneliti asal usulnya, apakah budaya itu mengandung unsur yang tidak boleh dalam agama atau tidak?
Sebab, kita harus mengakibatkan syariat Islam sebagai barometernya, bukan sebaliknya. Karena sebaik-baik petunjuk yaitu petunjuk Rasulullah, dan sebenar-benar pedoman yaitu pedoman para salaf.
Sumber utama :
Al Wajiz Fi Idhahi Qawaid Al-Fiqh Al Kulliyyah, Oleh Dr.Muhammad Shidqi Al Burnu 276.
Sumber utama :
Al Wajiz Fi Idhahi Qawaid Al-Fiqh Al Kulliyyah, Oleh Dr.Muhammad Shidqi Al Burnu 276.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press
Miftah Dar As Sa’adah oleh Ibnul Qayyim 2/14
Sumber web : (diakses pada Sabtu, 17 Nopember 2018
http://wahdah.or.id/menyikapi-tradisi-adat-istiadat-dalam-perspektif-islam/
Read more https://almanhaj.or.id/2643-pandangan-islam-terhadap-kebudayaan.html
Wallahu a’lam...

0 Response to "Bagaimana Sih Pesta/Acara Etika Dalam Pandangan Islam ??"
Posting Komentar