Belajar Memahami Etika Siswa Dengan Santunan Buku Personality Plus By astagadragon Kamis, 09 Agustus 2018 Add Comment Edit Olimpiade Mathematic Science Competition [MSC] 2015 menyatukan kami kurang lebih selama 2 hari. Dalam 2 hari ini pula dalam keadaan serius, santai, lelah, emosi, murung dan tertawa kami lalui bersama. Semuanya simpulan dengan baik dan kami harap semua pengalaman yang kami peroleh sanggup kami ambil jadi pembelajaran untuk hari ini dan besok yang lebih baik. Cerita wacana "tersenyum sendiri" itu yaitu penggalan dari kiprah guru yaitu menjadi seorang pengamat dan psikologi. Saya pernah membaca buku Personality Plus karangan Florence Littauer yang menceritakan bahwa ada empat contoh tabiat dasar manusia. Sebagai seorang guru, sudah mengertikah kita bagaimana cara membangkitkan motivasi para anak didik kita?. Banyak guru [saya juga] sering gundah dan tidak habis pikir dan kadang hampir stress lantaran tabiat keras anak didik kita. Bahkan lantaran tidak mengertinya guru akan tabiat anak didik para guru sering menjadi apatis atau tidak perduli terhadap perkembangan anak didiknya terkadang juga guru beranggapan bahwa anak didiknya sudah kelewatan, tidak bisa diajari lagi dan harus dikeluarkan dari sekolah. Keadaan ibarat ini sudah sering kita jumpai di sekolah-sekolah. Apabila kita lakukan penelitian fundamental ibarat apa yang disampaikan Florence Littauer pada bukunya mungkin bisa kita jadikan suatu pembelajaran atau catatan suplemen dalam menengenali anak didik kita. Bagaimana Florence Littauer bercerita dibukunya, berikut kita ambil garis besar yang mungkin sanggup kita jadikan catatan ibarat disebutkan diawal. Ketika mengamati tabiat siswa kita akan tersenyum sendiri lantaran kita sudah menemukan cara bagaimana untuk menyenangkan anak didik kita tersebut atau kita tahu siswa kita masuk kategori tabiat yang mana. Florence Litteur, pada buku Personality Plus menguraikan, ada empat contoh tabiat dasar manusia; Sanguinis, “yang populer”Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka bahagia sekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu dikala ia berteriak kegirangan, dan beberapa dikala kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu. Namun, orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir ‘pendek’, dan hidupnya serba tak beraturan. Jika suatu kali Anda lihat meja kerja anak didik Anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang bisa berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji, apalagi bikin planning/rencana. Namun, kalau disuruh melaksanakan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat tampaknya betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak lakukan apa pun juga. Melankolis, “yang sempurna”Agak berseberangan dengan si sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, dan tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka, dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan. Namun, orang melankolis cenderung menganalisis, memikirkan, dan mempertimbangkan. Lalu, kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul merupakan hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali. Orang melankolis selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. Karena itu jangan heran jikalau ada penerima didik kita yang buku catatan harus tertata denganrapi gres beliau bisa belajar. Begitu juga dengan meja mencar ilmu orang ‘melankolis’ akan betul-betul ia tata apik sekali, sehingga warnanya, jenisnya, dan pembagian terstruktur mengenai pemakaiannya sudah ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak setiap jenis buku-buku di lemarinya. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu tiba-tiba jadi lain. Koleris, “yang kuat”Mereka ini suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada penonton dalam aktivitasnya. Bahkan, tamu pun bisa saja ia ‘suruh’ melalukan sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang ‘bossy’ itu menciptakan orang-orang koleris tidak punya banyak teman. Orang-orang berusaha menghindar, menjauh semoga tak jadi ‘korban’ karakternya yang suka ‘ngatur’ dan tak mau kalah itu. Orang koleris bahagia dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, “Hanya saya yang bisa menuntaskan segalanya; tanpa saya berserakan semua.” Karena itu mereka sangat goal oriented, tegas, kuat, cepat, dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin. Seorang perempuan koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “Ya niscaya jadi...!” maka hampir sanggup dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai ibarat yang ia katakan. Sebab ia tak gampang menyerah, tak gampang pula mengalah. Flegmatis atau “cinta damai”Kelompok ini tidak suka terjadi konflik, lantaran itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri tidak suka. Baginya kedamaian yaitu segala-galanya. Jika timbul persoalan atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang hening tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya tidak terus berkepanjangan. Kaum flegmatis kurang bersemangat, kurang teratur, dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan persoalan umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka pastilah para pendengar yang berkerumun itu orang-orang flegmatis. Sedang yang bicara tentu saja sang sanguinis. Kadang sedikit serba salah berurusan dengan para flegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Kaprikornus kalau Anda punya siswa flegmatis, Anda harus rajin memotivasi hingga ia termotivasi sendiri. Sekarang Anda masuk golongan mana? Coba ingat-ingat anak didik kita yang suka mengatur waktu diskusi, yang membisu saja atau yang suka tertawa. Apakah Anda kini mulai mengerti mengapa anak didik kita bertingkah laris “seperti itu” selama ini. Dan, Anda pun akan tertawa sendiri mengingat-ingat banyak sekali sikap dan insiden selama ini. Tapi apakah persis begitu? Tentu saja tidak. Florence Litteur, berdasarkan penelitiannya bertahun-tahun telah melihat bahwa ternyata keempat tabiat itu intinya juga dimiliki setiap orang. Yang beda hanyalah ‘kadarnya’. Oleh alasannya itu muncullah beberapa kombinasi tabiat manusia. Koleris - SanguinisArtinya kedua tabiat itu mayoritas sekali dalam menghipnotis cara kerja dan contoh hubungannya dengan orang lain. Di sekitar kita banyak sekali orang-orang tipe koleris-sanguinis ini. Ia suka mengatur-atur orang, tapi juga bahagia bicara [dan gampang juga jadi pelupa]. Koleris - MelankolisMungkin Anda akan kurang suka bergaul dengan dia. Bicaranya dingin, kalem, baku, suka mengatur, tak mau kalah dan terasa kadang menyakitkan [walaupun bekerjsama ia tidak bermaksud begitu]. Setiap balasan Anda selalu ia kejar hingga mendalam. Sehingga kadang serasa diintrogasi, alasannya memang ia ingin sempurna, tahu secara lengkap dan agak dingin. Menghadapi orang koleris-melankolis, Anda harus pahami saja sifatnya yang memang ‘begitu’ dan tingkatkan kesabaran Anda. Yang penting kini Anda tahu, bahwa ia bekerjsama juga baik, namun tampak di permukaan kadang kurang simpatik, itu saja. Flegmatis - MelankolisPembawaannya diam, tenang, tapi ingat… semua yang Anda katakan akan ia pikirkan, ia analisis. Lalu, dikala mengambil keputusan pastilah keputusannya berdasarkan perenungan yang mendalam dan ia pikirkan matang-matang. Banyak lagi tentunya kombinasi yang ada pada anak didik kita. Akan tetapi yang penting yaitu bagaimana memanfaatkannya dalam banyak sekali acara pembelajaran. Jika para guru mengerti sifat dan tabiat ini, mereka akan cenderung berusaha untuk menyikapinya perbedaan tabiat itu secara bijaksana. Begitulah, insan memang amat beragam. Muncul sedikit tanda tanya, di antara semua tabiat itu, mana yang paling baik? Jawabannya, berdasarkan Florence, tak ada yang paling baik. Semuanya baik. Tanpa orang sanguinis, dunia ini akan terasa sepi. Tanpa orang melankolis, mungkin tak ada kemajuan di bidang riset, keilmuan, dan budaya. Tanpa kaum koleris, dunia ini akan berserakan tanpa arah dan tujuan. Tanpa sang flegmatis, tiada orang bijak yang bisa mendamaikan dunia. Yang penting bukan mana yang terbaik. Sebab kita semua bisa mengasah keterampilan kita bekerjasama dengan orang lain [interpersonal skill]. Seorang yang hebat dalam berurusan dengan orang lain, ia akan gampang mengikuti keadaan dengan banyak sekali tabiat itu. Ia tahu bagaimana menghadapi sifat pelupa dan tabiat acaknya kaum sanguinis, contohnya dengan memintanya untuk selalu buat planning dan memintanya melaksanakan segera. Ia jago memanas-manasi [menantang] potensi orang koleris mencapai goal-nya, atau `membakar’ sang flegmatis semoga segera bertindak dikala itu juga. “Inilah seninya dalam berinteraksi dengan orang lain,” kata Florence. Tentu saja awalnya adalah, “Anda dulu yang harus berubah.” Belajarlah jadi pengamat tingkah laris manusia…[lalu tertawalah]! Semoga dongeng dari buku Personality Plus itu menambah pengetahuan kita, dan apa yang disampaikan disini hanya sebagian kecil dari isi bukut itu. Sehingga untuk memahami lebih jauh wacana empat contoh tabiat diatas sebaiknya Anda segera membeli bukunya dan mempelajarinya. Permainan Tangram bisa meningkatkan imajinasi dan budi anak, Punya anak atau saudara yang duduk di dingklik SD atau SMP, coba berikan permainan tangram siapa tahu beliau suka; Sumber http://www.defantri.com Share this post Berlangganan update artikel terbaru via email:
0 Response to "Belajar Memahami Etika Siswa Dengan Santunan Buku Personality Plus"
Posting Komentar