Menskor Test Hasil Berguru (Objektif Dan Non Objektif / Essay)
Beberapa orang beropini bahwa bab yang paling penting dari pekerjaan pengukuran dengan test ialah penyusunan test. Jika alat tesnya sudah disusun dengan sebaik-baiknya, maka anggapannya sudah tercapailah sebagian besar dari maksudnya. Tentu saja anggapan tersebut tidak benar sama sekali. Penyusunan test merupakan satu bab dari serentetan pekerjaan mengetes. Disamping penyusunan dan pelaksanaan test itu sendiri, menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa bagi penilai.
Apa itu menskor dan bagaimana teknik proteksi skor test hasil belajar?
Pemberian skor (scoring) merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil test, yaitu proses pengubahan jawaban-jawaban soal test menjadi angka-angka. Dengan kata lain, proteksi skor itu merupakan tindakan kuantitatif terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh tester dalam suatu test hasil belajar.[1]
Angka-angka hasil penskoran tersebut selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (grade) melalui proses tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil test itu ada yang tertuang dalam bentuk rentangan angka antara 0-10, antara 0-100 dan adapula yang memakai simbol aksara yaitu A, B, C, D dan F (F = Fail, gagal).
Cara menskor hasil test biasanya diubahsuaikan dengan bentuk soal-soal test yang dipergunakan. Apakah test itu objektif atau non objektif (isian). Untuk soal-soal objektif biasanya setiap tanggapan yang benar diberi skor 1 (satu) dan setiap tanggapan yang salah diberi skor 0 (nol). Total skor diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal non objektif (essay) dalam penskoran biasanya dipakai cara proteksi bobot (weighting) kepada setiap soal berdasarkan tingkat kesukuannya atau banyak-sedikitnya unsur tingkat kesukarannya atau banyak-sedikitnya unsur terdapat dalam tanggapan yang dianggap paling benar. Misal soal no.1 diberi skor maksimum 4, untuk soal no.3 diberi skor maksimum 6, untuk soal no.5 skor maksimum 10, dan seterusnya.[2]
Dalam pekerjaan menskor atau menentukan angka sanggup dipakai 3 macam alat bantu :[3]
Apa itu menskor dan bagaimana teknik proteksi skor test hasil belajar?
Pemberian skor (scoring) merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil test, yaitu proses pengubahan jawaban-jawaban soal test menjadi angka-angka. Dengan kata lain, proteksi skor itu merupakan tindakan kuantitatif terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh tester dalam suatu test hasil belajar.[1]
Cara menskor hasil test biasanya diubahsuaikan dengan bentuk soal-soal test yang dipergunakan. Apakah test itu objektif atau non objektif (isian). Untuk soal-soal objektif biasanya setiap tanggapan yang benar diberi skor 1 (satu) dan setiap tanggapan yang salah diberi skor 0 (nol). Total skor diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal non objektif (essay) dalam penskoran biasanya dipakai cara proteksi bobot (weighting) kepada setiap soal berdasarkan tingkat kesukuannya atau banyak-sedikitnya unsur tingkat kesukarannya atau banyak-sedikitnya unsur terdapat dalam tanggapan yang dianggap paling benar. Misal soal no.1 diberi skor maksimum 4, untuk soal no.3 diberi skor maksimum 6, untuk soal no.5 skor maksimum 10, dan seterusnya.[2]
Baca Juga
1. Pembantu menentukan tanggapan yang benar disebut kunci jawaban
2. Pembantu menyeleksi tanggapan yang benar dan yang salah disebut kunci skoring
3. Pembantu menskor tes objektif.
Teknik menskor tes objektif
1. Fill-in dan completion (tes isian dan melengkapi)
Cara menilai tes bentuk ini ada dua pendapat, yang pertama menyampaikan bahwa skor maksimum setiap bentuk fill-in sama dengan jumlah isian yang ada pada test tersebut. Jika pada suatu test bentuk fill-in ada 10 item, dan setiap item berisi satu isian, dua isian atau tiga isian, maka cara menilainya dihitung berdasarkan jumlah isian yang ada pada seluruh item.
Pendapat kedua menyampaikan bahwa skor maksimum test berbentuk fill-in dihitung berdasarkan jumlah itemnya. Tiap item dinilai satu, meskipun mungkin jumlah isiannya tidak sama banyaknya.
Pemakalah beropini bahwa yang lebih baik ialah pendapat yang pertama, alasannya penilaian yang demikian lebih halus dan lebih adil.
Rumus penskoran untuk fill-in dan completion ialah sebagai berikut:
S = R
S : Skor terakhir / yang diharapkan
R : Jumlah isian yang dijawab betul (right)
Contoh penggunaan :
Misalnya sebuah test berbentuk fill-in mengandung 30 isian, Ahmad mengerjakan test tersebut 23 isian betul, 3 isian salah, dan 2 isian kosong (tidak dijawab). Maka skor Ahmad : 23 (tiap isian diberi nilai 1).
2. True-False (tes benar-salah)
Setiap item tes bentuk true false diberi skor maksimum 1 (satu). Kaprikornus apabila suatu item dijawab betul (sesuai dengan kunci jawaban), maka skornya ialah 1 (satu). Akan tetapi, jikalau dijawab salah (tidak sesuai dengan kunci jawaban), maka skornya 0 (nol).
Untuk menghitung skor simpulan dari seluruh item test bentuk true false biasanya dipakai rumus sebagai berikut :
S = Skor terakhir / yang diharapkan
R = Jumlah item yang dijawab betul (right)
W = Jumlah item yang dijawab salah (wrong)
N = Banyaknya option untuk true false selalu dua
1 = Bilangan tetap (konstanta)
Keterangan penggunaan :
Umpamakan jumlah item true-false (B-S) = 20. Seorang siswa berjulukan Ali sanggup menjawab betul 13 item dan salah 7 item, maka skor yang diperoleh Ali ialah sebagai berikut :
Aman sanggup menjawab betul 10 item, dan salah 10 item. Skor yang diperoleh sebagai berikut :
Bakir hanya sanggup menjawab 8 item betul dan 12 item salah, maka skor yang diperoleh Bakir ialah : Dengan memakai rumus tersebut ternyata bahwa siswa yang hanya sanggup menjawab betul setengah dari jumlah item akan mendapat skor 0 (nol). Dan siswa yang menjawab betul kurang dari setengah akan mendapat skor minus.
3. Multiple choice (tes pilihan ganda)
Cara menskor terakhir dari tes yang berbentuk multiple choice dipergunakan rumus sebagai berikut :
Contoh penggunaan :
Umpamakan kita menciptakan test berbentuk multiple choice sebanyak 20 item, dengan item alternatif tanggapan (A, B, C, D) 4 tiap item. Seorang siswa berjulukan Ipung sanggup menjawab betul 14 item dan salah 6 item, maka skor yang diperoleh Ipung dari test tersebut sebagai berikut :
Jika dalam mengerjakan tes berbentuk true false / multiple choice terdapat item yang tidak dijawab (dikosongkan) maka dalam penilaian atau scoring, item yang tidak dijawab itu tidak diperhitungkan (tidak dianggap benar dan tidak dianggap salah).
Sebagai pola :
a. True false
Jumlah 30 item
Dijawab betul 19 item
Dijawab salah 8 item
Tidak dijawab 3 item
Skor yang diperoleh :
Jadi, yang diperhatikan dalam scoring hanya 27 item.
b. Multiple choice
Jumlah 20 item
Yang dijawab betul 16 item
Yang dijawab salah 3 item
Tidak dijawab 1 item
Skor yang diperoleh :
Akan tetapi ada juga yang beropini lain, yaitu semua item yang tidak dijawab (dikosongkan) berarti salah. Jadi, baik item yang dijawab, tetapi salah maupun item yang dikosongkan atau tidak dijawab kedua-duanya dianggap salah. Tentu saja hal ini bergantung pada perjanjian antara pengetes dengan yang di tes. Maka sebelum tes dimulai sebaiknya guru menjelaskan terlebih dahulu bagaimana cara menskor, dan bagaimana siswa menjadi lebih hati-hati dalam mengerjakan test.
4. Matching (test menjodohkan)
Untuk menilai tes yang berbentuk matching diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja, rumusnya sama dengan completion, yaitu :
S = R
Contoh penggunaan :
a. Misalnya berbentuk matching sebanyak 10 item. Hari sanggup mengerjakan test tersebut 7 item betul dan 3 item salah, maka skor yang diperoleh Hari = 10 – 3 = 7
Mira sanggup mengerjakan 5 item betul, 3 item salah, 2 item dikosongkan atau tidak dijawab, maka skor yang diperoleh Mira = 5.
Jadi, dengan rumus penskoran tersebut di atas, item yang di jawab salah dan item yang tidak dijawab atau dikosongkan, kedua-duanya dianggap salah alasannya yang diperhitungkan hanya item yang dijawab betul.
b. Cara lain dalam penilaian test berbentuk matching sanggup juga dilakukan dengan menentukan tingkat kesukaran (difficulty index) dari tes tersebut dibandingkan dengan test-test bentuk lain yang dipakai bersama-sama. Cara lain yang kedua ini perlu dilakukan jikalau kita menganggap bahwa items yang berbentuk matching itu lebih sukar dari pada items bentuk lain yang dipakai bahu-membahu dalam suatu tes.
Misalkan suatu tes terdiri atas tiga macam bentuk yaitu true-false, multiple choice, dan matching kita telah memutuskan bahwa tingkat kesukaran tiap item dari ketiga macam bentuk test tersebut berturut-turut ialah 1,2 dan 4. Ini berarti bahwa nilai tiap item yang betul dari true false, multiple choice, dan matching = 4.
Andaikata tes yang berbentuk matching itu ada 10 item, dan Basir sanggup menjawab betul 7 item, maka skor yang diperoleh Basir = 7 x 4 = 28.
5. Jawaban singkat
Dengan bentuk tanggapan singkat menuntut siswa untuk menemukan sendiri tanggapan singkat atas pernyataan dalam soal test. Test bentuk ini tidak memperlihatkan peluang untuk menebak tanggapan dari kemungkinan tanggapan yang tersedia menyerupai pada bentuk pilihan. Dengan demikian sistem koreksi untuk faktor tebakan pun tidak dikenakan pada test bentuk ini.[4]
Dengan bentuknya yang sangat berbeda dari bentuk pilihan, maka cara penskorannya pun tidak menyerupai bentuk pilihan, yang perlu disiapkan untuk skoring test bentuk tanggapan singkat hanyalah lembaran tidak sanggup dibentuk kunci skoring.
Lembaran kunci tanggapan memuat semua kemungkinan tanggapan yang sanggup dibenarkan atas pernyataan sebuah soal. Apabila terdapat soal sebagai berikut:
Apabila hasil test membentuk kurva juling negatif berarti soal-soal tes itu …………
Butir soal semacam ini mengundang banyak kemungkinan tanggapan yang sanggup diterima alasannya memang benar.
Jawaban atas soal tersebut contohnya :
- Mudah
- Gampang
- Sukar
- Tingkat kesukaran rendah
- Indeks kesukaran diatas 0.85
Dan mungkin ada yang lain lagi.
Untuk soal-soal hitungan lebih banyak lagi kemungkinan, tanpa pembatasan yang tegas, yang harus diterima sebagai tanggapan yang benar. Contoh :
Jawabannya sanggup : 3.33, 3.3, 31/3, 32/6, 33/9 dan seterusnya.
Meskipun tanggapan yang diminta dalam test bentuk ini ialah tanggapan yang singkat, terdapat variasi tanggapan siswa mulai dari yang lengkap hingga dengan yang kurang lengkap, namun masih memperlihatkan bahwa siswa memiliki sedikit pengetahuan mengenai materi yang dinyatakan itu. Oleh alasannya itu kemungkinan-kemungkinan jawabannya perlu diberikan pembobotan. Misalnya dengan pembandingan 3 : 2 : 1 atau 4 : 3 : 2 : 1 atau pribadi saja diberi tingkatan skor 2 yang lengkap sekali, 1.5 yang lengkap dan yang kurang lengkap 1.[5]
C. Teknik menskor test non objektif (essay)
Soal-soal bentuk uraian jikalau direncanakan dengan baik, sangat sempurna untuk menilai proses berfikir seseorang serta kemampuannya mengekspresikan buah pikiran, kelemahan yang sering dirasakan penggunaan soal-soal bentuk uraian ini antara lain terbatasnya lingkup materi pelajaran yang dinilai dan sulitnya mengoreksi tanggapan dengan objektif.[6]
Adapun teknik menskor soal-soal non objektif (essay) ialah sebagai berikut :
1. Nilailah jawaban-jawaban soal essay dalam hubungannya dengan hasil berguru yang sedang diukur.
2. Untuk soal-soal isian dengan tanggapan terbatas (restricted-response questions) berilah tanggapan skor dengan point method gunakan pedoman tanggapan sebagai petunjuk. Tulislah lebih dahulu pedoman jawabannya untuk tiap soal, dan tentukan nilai skor yang dikenakan pada tiap soal atau bab soal (dengan weighting atau pembobotan).
3. Untuk soal-soal isian dengan tanggapan terbuka, nilailah dengan rating method, gunakan kriteria tertentu sebagai pedoman penilaian.
Soal-soal essay berdasarkan tanggapan yang terbuka dan bebas sehingga seringkali mustahil untuk menyiapkan pedoman jawabannya. Oleh alasannya itu, biasanya guru atau pembuat test menilai tiap tanggapan dengan menimbang-nimbang kualitasnya dan hubungannya dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kaprikornus bukan menskor point demi point dengan kunci jawaban, untuk itu bisa dilakukan dengan mengklasifikasikan jawaban-jawaban itu ke dalam 5 tingkat, yang selanjutnya diberi nilai 0, 1, 2, 3, 4 atau A, B, C, D dan E.
4. Evaluasilah semua tanggapan siswa, soal demi soal dan bukan siswa demi siswa. Dengan demikian sanggup dihindarkan terjadinya halo effect.
5. Evaluasilah jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui identitas atau nama murid yang mengerjakan tanggapan itu.
6. Bilamana mungkin, mintalah dua atau tiga orang guru lain, yang mengetahui problem itu untuk menilai tiap jawaban, ini dibutuhkan untuk mengecek keandalan skoring terhadap jawaban-jawaban essay itu.[7]
Tentu hal ini tidak perlu dilakukan pada setiap penilaian, tetapi sewaktu-waktu saja. Misalnya untuk menentukan siswa-siswi yang akan dicalonkan untuk mengikuti latihan tertentu atau untuk menentukan juara sekolah.
Kesimpulan
Dalam menskor test hasil berguru memiliki teknik-teknik tertentu baik test objektif maupun non objektif (essay) diubahsuaikan dengan jenis dan kondisi soal test. Maka guru dalam menskor test hasil berguru harus memakai teknik yang sesuai dengan test yang telah diberikan semoga karenanya adil dan objektif. Sehingga tidak merugikan siswa.
[1] Anas Sujiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 301
[2] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1984, hal. 70
[3] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta, 1987, hal. 223
[4] Ngalim Purwanto, op.cit., hal. 64
[5] Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, PT. Grasindo, Jakarta, 1991, hal. 102
[6] Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, CV. Sinar Baru Offset, Bandung, 1989, hal. 261
[7] Ngalim Purwanto, op.cit., hal. 64
Sumber http://makalah-ibnu.blogspot.com
0 Response to "Menskor Test Hasil Berguru (Objektif Dan Non Objektif / Essay)"
Posting Komentar