Cerita Islami Kerja Ikhlas

Kerja Ikhlas
oleh: Andi Dwi HandokoBaca Juga
Lamunan lelaki itu pun berjalan menembus ruang-ruang imajinasi. Ia teringat anak pertamanya yang akan masuk Sekolah Menengan Atas dan anak keduanya yang akan masuk SMP. Semuanya butuh biaya. Apalagi kini biaya sekolah kian mahal, padahal dulu sempat digembor-gemborkan gratis oleh pemerintah. Sementara kebutuhan hidup bertambah, pemasukannya dari perjuangan tambal ban malah semakin sepi.
Namun sejenak ada secercah harapan. Ia kedatangan seorang perjaka yang menuntun motornya. Agaknya ban depannya kempes.
“Iya Mas, mari silakan duduk, agar motornya saya yang urus.”
“Terima kasih Pak.”
“Bocor di mana Mas?”
“Itu Pak tadi habis ambil uang di bank di sebelah sana itu. Eh, keluar dari parkiran bank, ban
depannya kempes menyerupai itu.”
Kedua orang itu kemudian tak bercakap-cakap. Si perjaka sibuk dengan ponselnya dan lelaki penambal itu sibuk mencari apa yang menyebabkan ban depan motor perjaka itu kempes.
“Wah Mas, ini bannya tertusuk kawat kecil, lubangnya ada dua. Jadi, harus dua kali menambal.”
“Ya enggak apa-apa Pak, saya tunggu.”
Sesaat hening. Hanya terdengar bunyi kendaraan yang kemudian lalang di jalan. Kedua lelaki itu kembali pada kesibukannya masing-masing. Setelah beraktivitas dengan ponselnya, perjaka itu kembali membuka percakapan.
“Bapak sudah usang jadi penambal ban?”
“Kira-kira sudah tiga tahun Mas. Dulu pernah kerja jadi sales obat, sales alat-alat masak, jadi buruh pabrik dan kuli bangunan, tapi sehabis punya sedikit modal saya buka perjuangan ini Mas.”
Kedua lelaki itu pun terlibat dalam pembicaraan. Setelah berkenalan, perjaka itu tahu nama bapak penambal ban itu ialah Pak Bejo. Sedangkan Pak Bejo menjadi tahu bahwa perjaka itu berjulukan Arif.
“Nama Bapak sungguh menarik, niscaya orangtua Bapak ingin Bapak menjadi orang yang selalu beruntung. Bejo kan beruntung. He he he.”
“Ya memang ada benarnya Mas, tetapi saya kok merasa tidak beruntung terus ya? Sudah gonta-ganti pekerjaan tetapi tetap saja miskin.”
“Bapak jangan pesimistis, setiap perjuangan niscaya ada hasilnya.”
“Bayangkan saja Mas, anak pertama mau masuk Sekolah Menengan Atas dan anak kedua mau masuk SMP. Butuh biaya banyak kan? Apalagi, istri beberapa hari ini tidak jualan ke pasar alasannya sakit. Dan herannya, tambal ban juga sepi. Nah ini, Mas Arif ialah pelanggan pertama hari ini. Kalau begini terus, sekolah kedua anak saya bagaimana? Kalau PNS sih sanggup utang di bank.”
“Waduh Pak, kebutuhan Bapak memang tidak sedikit tetapi percayalah Pak, bila bekerja dilandasi dengan ikhlas, niscaya balasannya setimpal dengan perjuangan kita. Bapak tahu aturan kekekalan energi?”
“Apa itu Mas? Bapak saja Sekolah Menengah Pertama tidak lulus. Tidak mengerti dilema menyerupai itu.”
“Jadi begini Pak. Hukum kekekalan energi itu ialah energi yang kita keluarkan sama dengan energi yang kita terima. Ada energi konkret dan ada negatif. Jika bekerja keras disertai nrimo itu energi positif, artinya energi yang baik. Jika mengeluarkan energi yang baik, tentu nanti yang kita terima juga energi yang baik. Begitu juga sebaliknya Pak. Itu berlaku di kehidupan kita Pak.”
“Saya mulai mengerti klarifikasi Mas Arif tetapi saya juga tidak setuju.”
“Kenapa Pak?”
“Mas Arif tadi dari bank ta? Lihat karyawan-karyawannya, mereka kerja duduk-duduk di depan komputer, ruangan mak nyus dinginnya, tetapi gajinya besar. Bandingkan dengan saya, sudah panas-panas, kotor tapi pendapatan pas-pasan. Itu kan tidak sama dengan klarifikasi Mas Arif tadi.”
“Itu beda Pak. Mereka itu sebelumnya sudah menabung energi positif, yaitu mengenyam pendidikan. Pendidikan kan juga usaha, butuh uang dan pikiran. Jadi, mereka sudah memetik usahanya. Bila ada orang yang berpendidikan tapi usahanya dilakukan dengan cara-cara kotor, sama halnya mereka menabung energi negatif Pak. Contohnya koruptor, mereka itu bekerja sedikit, uang banyak. Tapi jadinya apa? Masuk penjara ta? sanggup jadi masuk penjara ialah hasil dari tabungan energi negatif.”
“Oh begitu ya Mas.”
“Iya Pak. Bapak percaya dengan keberuntungan? Misalnya ada orang yang tiba-tiba sanggup hadiah besar?”
“Percaya Mas. Buktinya Karyo tetangga saya sanggup hadiah jutaan rupiah dari bank. Dia itu memang beruntung.”
“Kalau berdasarkan saya, itu bukan keberuntungan Pak. Semua itu hasil tabungan energi positif. Jadi, contohnya orang yang bekerja maksimal dengan dilandasi nrimo tapi hasilnya minimal. Berarti beliau telah menabung energi positif. Energi itu semakin usang semakin menumpuk dan jadinya menjadi hasil yang luar biasa. Jadi, tidak sekadar keberuntungan Pak.”
“Benar juga Mas, berarti saya harus bekerja keras dan ikhlas, agar menabung energi konkret ya Mas?”
“Benar Pak. Niat Bapak menambal ban itu apa?”
“Ya bekerja Mas, untuk mencukupi kebutuhan keluarga.”
“Kalau banyak orang yang ban motornya bocor dan menambal di sini berarti Bapak bahagia alasannya uang yang dihasilkan sanggup lebih banyak?”
“Iya Mas. Kalau ramai saya bahagia alasannya penghasilan bertambah. Otomatis kan sanggup mencukupi kebutuhan keluarga.”
“Wah, itu sama saja Bapak bersyukur di atas penderitaan orang lain dong? Orang lain kena musibah, tetapi Bapak senang. Coba kini niat Bapak itu diubah.”
“Diubah bagaimana Mas?”
“Niat Bapak diubah menjadi ingin menolong orang yang bannya bocor. Menolong kan energi positif. Jadi, selain ingin mencari rezeki juga untuk menolong orang lain Pak. Itu yang dinamakan kerja ikhlas.”
“Wah benar juga Mas. Insya Allah, mulai kini saya coba mengubah niat menyerupai itu. Ini sudah beres Mas. Karena dua yang bocor, biayanya jadi delapan ribu.”
Pemuda itu pun mengeluarkan dompetnya. Ia memperlihatkan uang belahan Rp 100 ribu kepada Pak Bejo. “Waduh Mas, ada yang kecil? Tidak ada kembalian soalnya.”
“Sudah Pak, enggak usah pakai kembalian. Anggap saja ini hasil dari energi konkret alasannya Bapak telah menolong saya.”
“Terima kasih sekali Mas. Nasihat dan kebaikan Mas Arif niscaya tidak akan saya lupakan.”
Senyum kelegaan Pak Bejo mengantar perjaka itu meninggalkan bengkel tambal bannya.
Dimuat Solopos, Jumat, 01 Juli 2011 Halaman : X
Sumber http://dapurimajinasi.blogspot.com
0 Response to "Cerita Islami Kerja Ikhlas"
Posting Komentar