iklan

Parasitologi




Parasitologi yakni suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari ihwal semua organisme parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi sekarang terbatas mempelajari organisme benalu yang tergolong binatang parasit, meliputi: protozoa, helminthes, arthropoda dan insekta parasit, baik yang zoonosis ataupun anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi taksonomi, morfologi, siklus hidup masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya. Organisme benalu yakni organisme yang hidupnya bersifat parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya (hospes).
Predator yakni organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan organisme lain (yang dimangsa). Bedanya, jikalau predator ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari yang dimangsa, bersifat membunuh dan memakan sebagian besar badan mangsanya. Sedangkan parasit, selain ukurannya jauh lebih kecil dari hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, alasannya kehidupan hospes sangat essensial dibutuhkan bagi benalu yang bersangkutan.
Tujuan Pengajaran Parasitologi
Menyadari akhir yang sanggup ditimbulkan oleh gangguan benalu terhadap kesejahteraan manusia, maka perlu dilakukan perjuangan pencegahan dan pengendalian penyakitnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangat diharapkan suatu pengetahuan ihwal kehidupan organisme benalu yang bersangkutan selengkapnya. Tujuan pengajaran parasitologi, dalam hal ini di antaranya yakni mengajarkan ihwal siklus hidup benalu serta aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya. Dengan mempelajari siklus hidup parasit, kita akan sanggup mengetahui bilamana dan bagaimana kita sanggup terinfeksi oleh parasit, serta bagaimana kemungkinan akhir yang sanggup ditimbulkannya. Selanjutnya ditunjang oleh pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan sanggup memilih cara pencegahan dan pengendaliannya.
Istilah dalam Parasitologi dan Pembagian Hewan Parasit
1. Organisme (manusia atau hewan) yang ditempati oleh organisme lain (parasit) di mana organisme tersebut merugikan hospes (inang) yang ditumpanginya lantaran mengambil kuliner disebut hospes.
2. Hospes yang dirugikan itu sanggup digolongkan menjadi 4 macam yaitu hospes definitif, hospes perantara, hospes predileksi dan hospes reservoir. Hospes definitif yaitu hospes yang membantu hidup benalu dalam stadium dewasa/stadium seksual.
3. Berdasar usang waktu hidupnya benalu dibagi menjadi dua yaitu benalu temporer dan stasioner. Parasit temporer disebut juga benalu nonperiodis (nonberkala) yang mengunjungi hospesnya pada waktu-waktu berselang atau benalu tersebut tidak menetap pada badan hospesnya.
4. Pediculus humanus disebut sebagai ektoparasit lantaran hidup di kepala atau hidup pada permukaan luar hospesnya.
Hubungan antara Parasit dengan Inang
Derajat preferensi inang yakni produk pembiasaan biologis dari benalu yang mengakibatkan benalu tersebut secara alami memiliki pilihan terhadap inang dan juga jaringan badan inang. Semakin tinggi derajat preferensi suatu benalu terhadap inang akan mengakibatkan adanya spesifitas inang.
Kekebalan terhadap parasit, Modus dan Sumber Penulurannya
Di dalam badan terdapat suatu prosedur yaitu prosedur tanggap kebal yang akan mengenali dan segera memusnahkan setiap sel yang berbeda/asing dari sel normal tubuhnya sendiri. Seperti pada kekebalan terhadap bakteri, cendawan, dan virus, kekebalan dalam parasitologi terdiri dari kekebalan bawaan yang mungkin disebabkan spesifitas inang, karakteristik fisik inang, sifat biokimia yang khas dan kebiasaan inang serta kekebalan didapat. Kekebalan didapat dibedakan menjadi:
- Kekebalan secara pasif, misalnya ialah kekebalan anak yang didapat dari kolostrum ibunya.
- Kekebalan didapat secara aktif.
Reaksi kekebalan didapat secara aktif timbul sehabis adanya rangsangan oleh antigen. Tergantung dari sifat antigen sehingga terjadi pembelahan limfosit-limfosit menjadi sel-T atau sel B. Sel T memiliki reseptor khusus terhadap antigen tertentu, sedangkan sel B akan mengeluarkan antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin yang akan berikatan secara khas pula dengan antigen. Modus penularan ialah cara atau metode penularan penyakit yang biasanya terjadi. Pada umumnya, cara penularan penyakit benalu yakni secara kontak langsung, melalui verbal (food-borne parasitosis), melalui kulit, melalui plasenta, melalui alat kelamin dan melalui air susu. Sumber penularan bagi penyakit parasit, ibarat halnya bagi penyakit menular lain terjadi dari inang yang satu ke inang yang lain.
Penularan sanggup juga dari sumber penyakit kepada inang baru. Adapun yang sanggup berlaku sebagai sumber penularan penyakit benalu ialah organisme baik binatang maupun tumbuhan dan benda mati ibarat tanah, air, kuliner dan minuman.
Ekologi Parasit
Ekologi benalu yakni ilmu yang mempelajari kekerabatan antara benalu dengan lingkungan habitatnya, terutama mengenai distribusi benalu dengan sumber makanannya dan interaksi jenis-jenis benalu dalam satu habitat. Parasit yang terdapat di dalam badan inang, mungkin terdapat di dalam sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi atau alat-alat dalam badan ibarat hati, ginjal, otak dan limpa. Biometeorologi yakni ilmu ihwal atmosfer dan segala fenomena-fenomenanya/ilmu ihwal cuaca yang berafiliasi dengan data kehidupan. Faktor meteorologi yang kuat pada kelangsungan hidup benalu adalah:
a. Data biometeorologi
b. Penguapan air
c. Kandungan air dalam tanah.
Pengaruh Faktor Cuaca terhadap Siklus Hidup Parasit
Pengaruh jumlah hujan dan temperatur terhadap kelangsungan hidup suatu jenis benalu berbeda, sebagai pola Nematoda benalu membutuhkan lebih sedikit curah hujan dibandingkan dengan Trematoda. Trematoda membutuhkan jumlah air yang lebih banyak dibandingkan dengan Nematoda alasannya untuk menetaskan miracidium diharapkan genangan air.
Demikian juga pada telur cacing nematoda umumnya lebih tahan terhadap temperatur yang lebih tinggi daripada Trematoda dan Cestoda, tetapi sebagai larva infektif sebaliknya, yaitu larva Nematoda lebih tahan masbodoh daripada larva Trematoda dan Cestoda. Diduga kepingan sinar matahari yang kuat besar pada siklus hidup benalu yakni sinar ultraviolet. Dalam bereaksi terhadap tantangan dari faktor-faktor cuaca tersebut benalu bereaksi secara adonan dan bukan bereaksi terhadap faktor itu satu demi satu.
Ruang Lingkup Parasitisme
Dalam mempelajari parasitologi diharapkan pengertian dan pendekatan ekologi serta memahami ekologi benalu yang merupakan dasar pembahasan banyak sekali persoalan antara lain masuknya benalu ke dalam hospes, kepadatan parasit, inang dan sebagainya. Demikian juga untuk memahami penyebarannya perlu dipelajari mikro distribusi parasit. Faktor-faktor yang kuat terhadap kehidupan benalu antara lain air, temperatur, sinar matahari, waktu, tumbuhan dan fauna. Semua makhluk hidup itu bereaksi terhadap banyak faktor-faktor tersebut secara bersama-sama, tidak terhadap faktor satu demi satu. Selanjutnya dalam mencegah dan mengobati penyakit secara umum dengan tindakan praktis, khususnya dalam pencegahan serta pemberantasannya.
Penggolongan Zoonosis dan Aspek yang Mempengaruhinya
Zoonosis yakni penyakit atau penularan-penularan yang secara alamiah terjadi antara binatang dan manusia. Penggolongan zoonosis sanggup didasarkan pada:
(1) tingkat derajat revervoirnya dalam sistem zoologi,
(2) siklus penularan dan prospek pengendaliannya,
(3) taksonomi benalu penyebabnya.
Hal-hal yang kuat terhadap kasus zoonosis parasiter pada insan adalah:
1. aspek sosial budaya atau ekonomi; di antaranya yakni jenis pekerjaan. Sebagai pemburu juga pekerja hutan, mereka lebih terbuka kemungkinannya untuk memperoleh zoonosis parasiter dari binatang buruan dan binatang liar di hutan sebagai reservoirnya. Berbeda dengan pekerja pengalengan susu, daging atau ikan yang secara pribadi lebih terbuka terhadap penularan zoonosis parasiter dari jenis toksoplasmosis, hidatidosis dan larva migran.
2. Aspek ekologi; bertambahnya populasi atau dengan adanya transmigrasi, yang akan mengubah keadaan lingkungan. Perubahan ekologi, ibarat adanya 2 ekosistem yang semula terpisah, kemudian bersatu dan sanggup menjadi fokus gres bagi banyak sekali penyakit zoonosis; di antaranya schistosomiasis, trypanosomiasis, paragonimiasis dan sebagainya
3. Aspek iklim dan cuaca; sebagai contoh: negara Indonesia dengan iklim tropis, panas, tetapi curah hujan cukup sehingga kelembabannya cukup pula. Hal tersebut memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan banyak sekali jenis benalu selagi berada di luar badan hospesnya. Contoh: sporulasi ookista Toxoplasma gondii, pembentukan telur infektif banyak sekali cacing benalu usus, demikian pula bagi kelangsungan hidup banyak sekali vektor dan hospes mediator yang sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Faktor-faktor yang mendukung siklus hidup zoonosis parasiter di kawasan endemis, di antaranya: faktor bangsa, ethnis, agama, populasi geografis.
Protozoa Parasit Usus
Struktur badan protozoa tersusun dari unit-unit (komponen) fungsional yang disebut sebagai organel-organel bukan organ-organ alasannya Protozoa yakni binatang bersel satu atau terdiri dari satu sel saja. Seluruh fungsi kehidupannya dilakukan oleh satu sel tersebut. Sedangkan “organ” terdiri dari banyak sel dan “organel-organel” yakni kepingan sel yang mengalami diferensiasi yang diadaptasi dengan fungsinya. Pengelompokan Protozoa benalu dalam parasitologi dilakukan menurut patologi anatomi hospesnya dengan urutan yang diadaptasi dengan taksonominya. Alasan pengelompokan tersebut, dimaksudkan untuk mempermudah dalam mempelajarinya.
Protozoa Parasit Rongga Tubuh
Protozoa atrial yakni protozoa yang berhabitat pada rongga badan ibarat mulut, hidung, vagina, urethera. Dalam kelompok protozoa atrial yaitu Entomoeba gingivalis (Kelas Sarcodina) dan Trichomonas tenax dan T. vaginalis (Kelas Flagellata), hanya T. vaginalis yang patogen. E. gingivalis hanya diketahui bentuk trophozoit saja yang sangat ibarat dengan E. histolytica. Spesies ini tinggal di dalam gingiva insan bersifat apatogen sama halnya dengan T. tenax. T. vaginalis habitat pada vagina dan glandula prostata. Pada perempuan mengakibatkan vaginistis yaitu sanggup mengeluarkan banyak sekret keputihan yang mengakibatkan keputihan. Infeksi pada pria dirasakan sehabis adanya abses sekunder oleh kuman dan mungkin mengakibatkan uretritis dan prostata.
Protozoa Parasit pada Darah Manusia serta Vertebrata lainnya
Protozoa yang hidup benalu di dalam darah dan jaringan insan meliputi banyak sekali jenis yaitu Trypanosoma spp, Leishmania spp, Plasmodium spp, dan Toxoplasma gondii. Parasit Trypanosoma cukup luas penyebarannya, sebagian tidak patogen, di dalam darah binatang mamalia, reptilia, amfibia, burung, ikan ada ada 3 spesies patogen pada insan yaitu Trypanosoma gambiense, T. rhodesiense dan T. cruzi. Bentuk-bentuk perkembangan familia Trypanosomidae ini yakni Trypomastigot, Epimastigot, Promastigot, dan Amastigot. Bentuk-bentuk perkembangan ini ada yang lengkap dan ada pula yang tidak lengkap. Daur hidup Trypanosoma pada mamalia terjadi berganti-ganti di dalam inang vertebrata dan invertebrata.
Penularan Trypanosoma dan sanggup secara pribadi dan sanggup secara tidak pribadi yaitu mengalami pertumbuhan siklik (mekanik) di dalam serangga pengisap darah sebelum menjadi infektif. Vektor bagi Trypanosoma gambiense dan T. rhodesiense yakni lalat tse-tse, sedangkan Trypanosoma cruzi yakni serangga reduvidae. Klasifikasi Trypanosoma didasarkan atas morfologi, cara penularan dan sifat patogen. Parasit Plasmodium penyebab malaria yang tersebar sangat luas dan banyak menimbulkan ajal pada insan ada 4 spesies yaitu P. vivax, P. malariae, P. falciparum dan P. ovale, sedangkan spesies lainnya sanggup menginfeksi burung, monyet, rodentia dan sebagainya. Pembasmiannya sangat tergantung pada penggunaan insektisida, pengobatan dan faktor-faktor sosio ekonomi yang cukup komplex. Untuk kelangsungan hidup benalu tersebut memiliki fase schizogoni, fase gametogami, dan fase sporogoni.
Patologinya mengakibatkan pecahnya eritrosit, reaksi humoral kelemahan limpa, hati, ginjal dan gangguan peredaran darah. Gejala klinis ialah serangan demam yang intermitten dan pembesaran limpa. Pencegahan meliputi pengurangan sumber infeksi, pengendalian nyamuk malaria. Pengobatan meliputi penghancuran benalu praeritrositik, obat represif, obat penyembuh dan obat radikal untuk bentuk eksoeritrositik, gametositik dan gametastatik.
Protozoa Parasit Pada Jaringan
Protozoa benalu jaringan merupakan protozoa benalu yang hidup berparasit di dalam jaringan hospesnya. Protozoa benalu ini merupakan penyebab penyakit bagi insan dan binatang khususnya dan berperan penting dalam dunia kesehatan pada umumnya. Protozoa yang bersifat benalu pada jaringan hospes ini meliputi 2 kelas yaitu kelas Flagellata dan Sporozoa. Pada kelas Flagellata berupa genus Leishmania sedangkan pada kelas Sporozoa berupa genus Toxoplasma. Dari genus Leishmania ini hanya terdapat 3 spesies penting terutama bagi kesehatan insan yaitu sanggup mengakibatkan penyakit leishmaniasis. Adapun ketiga spesies tersebut yakni Leishmania donovani penyebab leishmaniasis visceral; Leishmania tropica penyebab leishmaniasis kulit dan Leishmania brazilliennis penyebab leishmaniasis muko kutis.
Meskipun ketiga genus Leishmania ini merupakan protozoa benalu pada jaringan, tetapi di dalam daur (siklus) hidupnya masih tetap membutuhkan hospes mediator untuk kelangsungan hidupnya. Adapun sebagai hospes perantaranya yakni lalat Phlebotomus dan darah manusia. Di antara genus Toxoplasma hanya satu spesies saja yang bisa menginfeksi banyak sekali macam hospes yaitu spesies Toxoplasma gondii. T. gondii ini merupakan penyebab penyakit toxoplasmosis pada manusia. Di dalam daur hidupnya memiliki tiga bentuk perkembangan yaitu bentuk zoite, kista dan ookista. Sebagai berikut infektifnya yakni sporozoit, kestozoit dan endozoit. Sedangkan cara infeksinya yakni bukan dengan melalui vektor, tetapi dengan banyak sekali cara yaitu per-os, transplantasi, transfusi ataupun dengan kista, trophozoit atau ookista selama melaksanakan penelitian di laboratorium. Peristiwa ini sanggup menimbulkan toxoplasmosis kongenital dan toxoplasmosis dapatan (perolehan). Penularan dari insan ke insan terjadi dengan melalui plasenta penyebab toxoplasmosis kongenital.
Trematoda Usus
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk ibarat daun, dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di kepingan anterior badan dan batil isap perut di kepingan posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes mediator I dan binatang lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes mediator kedua. Manusia atau binatang Vertebrata sanggup menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam badan hospes definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah.
 Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma, Hypoderaeum dan Gastrodiscus. Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain ibarat mamalia (anjing, kucing) dan burung sanggup menjadi hospes reservoar. Siklus hidup selalu memerlukan keong sebagai hospes mediator I dan hospes mediator II (keong : Echinostoma, tumbuhan air F.buski; ikan H.heterophyes dan M.yokogawai). Patologi penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus disebabkan oleh perlekatan cacing pada mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar ukuran cacing maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah benalu dalam usus, pada abses ringan tanda-tanda tidak nyata, sedangkan pada abses berat tanda-tanda yang timbul yakni sakit perut, diare, dan akhir terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema. Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir sama maka perlu menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk trematoda usus hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.
Cestoda Usus
Cestoda merupakan cacing berbentuk ibarat pita memanjang. badan terdiri dari kepala (skolek), dan proglottid (segmen tubuh) yang terdiri dari: proglottid immature, mature, dan gravid. Proglottid gravid sanggup dipakai untuk identifikasi spesies menurut bentuknya dan bentuk uterus di dalamnya. Terdapat 2 golongan besar Cestoda, yaitu: 1. Pseudophyllidean yang memiliki skolek berbentuk ibarat sendok dengan dilengkapi 2 buah alat isap yang berbentuk celah memanjang yang disebut bothria, pola spesies: Diphyllobothrium latum. 2. Cyclophyllidean yang memiliki skolek dengan alat isap berbentuk ibarat mangkuk yang disebut asetabulum, jumlahnya 4 buah. Diphyllobothrium latum merupakan pseudophyilidean.
Cestoda yang hidup di usus insan sebagai hospes definitifnya. Hospes reservoarnya yakni hewan/mamalia pemakan ikan. Memerlukan 2 buah hospes mediator dalam daur hidupnya yaitu: (1) Cyclops atau Diaptomus di mana larva cacing disebut proserkoid, dan (2) Ikan air tawar dengan larva cacing di dalamnya disebut pleroserkoid. Fam.Taeniidae yang termasuk Cyclophyllidean Cestoda memiliki 3 spesies penting bagi kesehatan insan maupun hewan, yaitu T.saginata, T.solium, dan E.granulossus. Bentuk telur antara ketiga cacing tersebut sukar dibedakan satu sama lain. Ketiganya memiliki skolek yang dilengkapi dengan batil isap berbentuk mangkuk yang disebut asetabulum.
Pada skolek T.solium dan E.granulossus dilengkapi dengan rostellum dan kait-kait . Sedangkan skolek T.saginata tidak ada rostrumnya. T.saginata dan T.solium merupakan cacing pita yang panjang hingga bermeter-meter ukurannya, sedangkan E.granulossus merupakan cacing pita yang terpendek, hanya memiliki 3 buah proglottid saja. Manusia sanggup terinfeksi T.saginata bila makan daging sapi yang mengandung kista yang disebut sistiserkus bovis, dan menderita taeniasis saginata (terdapat cacing cukup umur dalam ususnya). Infeksi T.solium pada insan sanggup terjadi melalui 2 cara yaitu:
1. Bila menelan telurnya akan terjadi larva dalam jaringan badan manusia, disebut menderita sistiserkosis.
2. Bila makan daging babi yang mengandung larva sistiserkus selulose, insan akan menderita taeniasis solium.
Diagnosis taeniasis saginata/solium dengan menemukan telur/proglottid gravid pada tinja penderita. Sedangkan sistiserkosis sanggup diketahui dengan investigasi serologis, CT-scan atau dengan pembedahan (tergantung letak kista dalam jaringan badan manusia). Infeksi E.granulossus pada insan sanggup terjadi bila menelan telurnya, insan akan menderita hidatidosis (terjadinya kista hidatida dalam jaringan badan manusia). Tempat yang sering terjadi kista yakni hati (66%). Diagnosis dengan investigasi serologis, sinar rontgen, dan pembedahan bila letaknya memungkinkan.
Cacing pita yang kecil H.nana hospes definitifnya manusia, dan penularan sanggup terjadi secara pribadi bila insan menelan telur cacing tersebut. H.nana var.fraterna dan H.diminuta yang hospes definitifnya tikus memerlukan hospes perantara, yaitu pinjal tikus, dan kumbang tepung. Hospes mediator bila menelan telur cacing tersebut akan menetas menjadi larva sistiserkoid. Bila insan menelan hospes mediator yang mengandung sistiserkoid akan menderita hymenolepsis.
Cacing pita D.caninum merupakan cacing pita anjing /carnivora lainnya. Habitat dalam hospes yakni dalam usus halus. Manusia terinfeksi secara kebetulan/aksidental terutama terjadi pada belum dewasa yang menelan pinjal anjing/kucing yang mengandung larva sistiserkoid. Akibat abses ini pada belum dewasa tidak begitu kasatmata bila infeksinya ringan namun bila abses berat sanggup terjadi gangguan pencernaan, diare, dan reaksi alergi. Pencegahan dengan meningkatkan kebersihan perorangan serta lingkungan dengan mengobati anjing dari pinjal yang melekat pada tubuhnya. Pengobatan dipylidiasis ibarat pada abses cacing pita lainnya, yaitu dengan: niklosamid, praziquantel, atau kuinakrin
Nematoda Usus
Cacing tambang terdiri dari beberapa spesies, yang menginfeksi insan yakni N.americanus dan A.duodenale, yang menginfeksi binatang (anjing/kucing) baik liar maupun domestik yakni A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan sanggup menjadi cukup umur dalam usus halus insan dan tidak pernah mengakibatkan creeping eruption, A.caninum dan A.braziliense yang tidak sanggup menjadi cukup umur dalam usus halus insan dan mengakibatkan creeping eruption pada manusia.
Perbedaan morfologi antar spesies sanggup dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. Akibat utama yang ditimbulkan bila menginfeksi insan atau binatang yakni anemia mikrositik hipokromik, lantaran cacing tambang mengakibatkan perdarahan di usus akhir luka yang ditimbulkan juga cacing tambang mengisap darah hospes. Penyakit cacing tambang tersebar luas di kawasan tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan menggunakan ganjal kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang hidup benalu pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang. Manusia sanggup terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama ibarat cacing tambang.
Obat yang efektif untuk strongyloidiasis yakni thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan yakni peradangan pada usus, disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut kepingan kanan atas. Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi insan maupun hewan. Nematoda usus terbesar yakni A.lumbricoides yang gotong royong dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering menginfeksi insan lantaran telur cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang tercemar sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths. A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis memiliki stadium infektif yaitu telur yang mengandung larva. Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit lantaran melewati siklus paru-paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak. Gejala klinis penyakit cacing ini bila abses ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak yummy pada perut kadang kala mual.
Infeksi askariasis yang berat sanggup mengakibatkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis berat biasanya sanggup terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis tanda-tanda yang khas yakni gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari ketika cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan telunya di kawasan perianal. Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis sanggup ditegakkan dengan anal swab lantaran telur E. vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja penderita. Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik kawasan tropis maupun sub tropis.
Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang cukup umur lantaran kebiasaan main tanah dan kurang/belum sanggup menjaga kebersihan sendiri. Semua abses cacing usus sanggup dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tumbuhan dan mencuci higienis sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat cacing, ibarat piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain sanggup diberikan dengan hasil yang cukup memuaskan.
Trematoda dan Cstoda yang Hidup Parasit pada Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan
Spesies trematoda hati yang sanggup menginfeksi insan yakni C. sinensis dan O. viverini, sedangkan O. felineus, F. hepatica dan F. gigantica lebih banyak menginfeksi hewan. Stadium infektil cacing hati yakni metaserkaria. Telur dari C. sinensis dan Opistorchis pada waktu dikeluarkan sudah mengandung mirasidium, ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan telur Fasciola yang besar dan tidak berembrio pada waktu dikeluarkan bersama tinja. Habitat cacing-cacing tersebut terutama yakni di jalan masuk empedu, kecuali F. gigantica yang habitatnya di hati. Hospes mediator I cacing-cacing tersebut yakni keong, namun hospes mediator II C. sinensis dan Opistorchis yakni ikan air tawar dan hospes mediator II Fasciola yakni tumbuh-tumbuhan air. Patologis dan tanda-tanda klinis terutama lantaran peradangan yang disebabkan oleh hasil metabolisme cacing yang bersifat toksin. Gejala utama dalah demam, sakit kawasan perut, pembesaran hati yang lunak, diare dan anemia. Diagnosis dengan menemukan telur dalam tinja penderita.
Pencegahan dengan memasak ikan dan tumbuhan air yang akan dimakan. Pengobatan dengan bithionol. Paragonimus westermani merupakan trematoda yang menginfeksi paru-paru insan dan binatang (mamalia). Stadium infektifnya yakni metasekaria yang mengkista dalam badan ketam atau udang (HP perantar II). Keong merupakan hospes mediator I nya. Patologi dan tanda-tanda klinis disebabkan oleh cacing cukup umur dalam alveoli paru-paru dan mengeluarkan telur yang mengakibatkan tanda-tanda batuk dengan bercak ibarat serbuk besi dan sputum yang mengandung telur. Diagnosis dengan menemukan telur dalam sputum atau tinja penderita. Pencegahan dengan memasak dengan baik ketam atau udang yang akan dimakan. Trematoda darah pada insan yakni Schistosoma japonicum, S. haematobium dan S. mansoni. Infeksi terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes. hanya memiliki 1 hospes mediator yaitu keong Oncomelania (S. japonicum); Biomphalaria (S. mansoni) dan Bulinus (S. mansoni).
 Berbagai binatang sanggup terinfeksi oleh cacing ini dan menjadi hospes reservoarnya. Habitat S. japonicum dan S. mansoni yakni pada vena meseterika dan cabang-cabangnya, telur yang dikeluarkan oleh cacing cukup umur sanggup ditemukan dalam tinja penderita (untuk diagnosis). Sedangkan habitat S. haematobium yakni pada vena kandung kencing, sehingga untuk diagnosis dengan menemukan telur dalam urin penderita. Pencegahan dengan perbaikan irigasi, pemberantasan keong dan pengobatan dengan kalium ammoniumnitrat, nitridazole dan astiban.

Nematoda Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan
Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, mengakibatkan penyakit kaki gajah atau elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini yang dikenal juga sebagai cacing filaria limfatik, alasannya habitat cacing cukup umur yakni di dalam sistem limfe (saluran dan kelenjar limfe) insan yang menjadi hospes definitifnya, maupun dalam sistem limfe binatang yang menjadi hospes reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies cacing filaria yang ada di Indonesia adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektomya. Filariasis bancrofti memiliki 2 tipe, yaitu: 1.Tipe urban, atau terdapat di kawasan perkotaan, vektornya nyamuk Culex quenquefasciatus/C. fatigans. 2.Tipe rural, vektornya nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes tergantung pada daerahnya. Periodisitasnya yakni periodik nokturna, di mana mikrofilaria banyak ditemukan dalam darah tepi penderita pada waktu malam hari.
Filariasis malayi lebih banyak terjadi di kawasan rural, vektornya yakni nyamuk Mansonia yang tempat perindukannya di rawa-rawa bersahabat hutan dan beberapa jenis dari nyamuk Anopheles sanggup pula menjadi vektor penyakit ini. Perbedaan nyamuk yang menjadi vektornya tergantung pada kawasan geografis. Periodisitas filariasis malayi yakni subperiodik nokturna, artinya mikrofilaria sanggup ditemukan dalam darah tepi penderita pada waktu siang dan malam hari, meskipun jumlahnya lebih banyak pada malam hari. Bila mikrofilaria dalam darah tepi penderita masuk ke dalam badan nyamuk vektor pada waktu nyamuk rnengisap darah, maka akan bermetamorfosis larva stadium I-III (L1-L2-L3). L3 bila nyamuk mengisap darah insan akan terbawa masuk ke dalam badan dan menuju jalan masuk limfe serta menjadi cukup umur dalam kelenjar limfe. Gejala utama filariasis adalah: limfangitis, limfadenitis, limfedema, yang bisa terjadi berulang-ulang hingga akhimya bila sudah kronis (bertahun-tahun) akan terjadi elefantiasis.
Pada abses W. bancrofti biasa menyerang ekstremitas kepingan atas, alat genital, yang bisa menimbulkan hidrokel dan juga buah dada, namun juga bisa menyerang kaki. Filariasis malayi lebih banyak menyerang kepingan kaki. Diagnosis dengan menemukan mikrofilaria dalam darah tepi penderita, tergantung periodisitasnya maka biasanya investigasi dilakukan pada malam hari untuk menemukan mikrofilarianya. Lalu sediaan darah dicat dengan Giemsa, sehingga sanggup dilihat perbedaan bentuk mf-nya untuk memilih spesiesnya. Pengobatan filariasis hingga ketika ini yang efektif yakni sumbangan DEC (dietil karbamasin). Pencegahan terutama menjaga diri semoga tidak digigit nyamuk, dengan menggunakan kelambu waktu tidur atau menggunakan repelen. Membasmi tempat perindukan nyamuk vektor, namun untuk yang habitatnya di rawa-rawa akan sulit dilakukan. Nematoda jaringan yakni beberapa spesies cacing Nematoda yang hospes yang definitifnya hewan, di mana cacing cukup umur hidup dalam usus halus binatang tersebut. Bentuk larvanya yang menginfeksi jaringan badan insan dan menimbulkan persoalan penyakit. Tiga jenis cacing tersebut adalah: Trichinella spiralis yang hospes definitifnya yakni babi dan binatang lain (tikus, beruang, anjing liar dll), juga manusia. Habitat cacing cukup umur dalam usus halus hospes. Manusia terinfeksi lantaran makan daging babi yang mengandung sista yang berisi larva di dalamnya. Daging tersebut bila dimakan tanpa dimasak dengan baik, maka larva akan menetas dalam usus dan menjadi dewasa. Cacing betina yang bersifat vivipar, menghasilkan larva yang akan menembus mukosa usus terbawa aliran darah hingga ke jaringan otot dan mengakibatkan trikhinosis.




Sumber http://rizalsuhardieksakta.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Parasitologi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel