Habitat Dan Relung Ekologi Hewan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekologi merupakan kajian ihwal bagaimana tanaman, binatang, dan organisme lain yang saling bekerjasama satu sama lain dalam lingkungan atau “ rumah mereka”. Kata ekologi “ berasal dari bahasa Yunani “ Oikos” yang berarti rumah. Ekologi juga berate kajian ihwal kelimpahan dan distribusi organisme.
Ekologi dalam perkembangannya menjadi semakin dibutuhkan kehadirannya hamper disetiap pemecahan permasalahan lingkungan dan pembangunan. Kondisi ini sangat dimungkinkan lantaran ekologi menjadi dasar yang harus dimiliki dalam menerapkan banyak sekali konsep, terutama penerapan konsep lingkungan, maupun konsep-konsep ihwal insan dan mahluk hidup lain dalam hubungannya dengan lingkungan.
Ahli ilmu lingkungan hidup mempelajari organisme hidup dengan cara atau pendekatan berbeda. Seorang andal ekologi mungkin mempelajari satu populasi binatang yang bisa kawin (interbreed) satu sama lain ; suatu komunitas yang terdiri dari banyak spesies yang menghuni satu areal atau satu ekosistem, satu komunitas dari banyak organism yang hidup bantu-membantu dengan benda-benda tidak hidup dilingkungan mereka. Bagian-bagian tidak hidup, oleh andal ilmu lingkungan hidup dikenal sebagai komponen “ abiotik” yaitu meliputi udara, air, tanah dan cuaca.
Ahli ekologi populasi mempelajari apa yang menciptakan suatu populasi punah, apa yang mengatur populasi berada pada kepadatan yang sedang (intermediate), dan apa menciptakan suatu populasi mengalami peningkatan yang sangat besar. Ahli ekologi komunitas mempelajari hubungan diantara spesies berbeda sebagai contoh, bagaimana kelompok suatu pemangsa dan yang dimangsa saling mempengaruhi satu sama lain.
Kehadiran suatu populasi binatang disuatu tempat dan penyebaran spesies binatang itu dimuka bumi, selalu berkaitan dengan habitat dan relung ekologi yang ditempatinya. Secara umum, habitat mengambarkan corak lingkungan yang ditempati binatang itu dalam kaitan hubungannya dengan factor-faktor lingkungan biotic dan abiotik.
Habitat suatu populasi binatang intinya merupakan totalitas sumberdaya lingkungan baik berupa ruang termasuk, tipe substrat atau medium, cuaca dan iklimnya, serta vegetasi yang terdapat di lingkungan yang menempati populasi binatang itu.
B. Rumusan Masalah
Rumusan duduk kasus dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian dan pembagian habitat dalam ekologi binatang ?
2. Bagaimana pengertian relung dalam ekologi binatang ?
C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dan pembagian habitat dalam ekologi hewan
2. Untuk mengetahui bagaimana pengertian relung dalam ekologi hewan
BAB II
PEMBAHASAN
A. HABITAT
1. Pengertian Habitat
Habitat suatu organisme yaitu tempat organisme itu hidup, atau tempat kemana seseorang harus pergi untuk menemukan organisme tersebut. Istilah habitat banyak digunakan , tidak saja dalam ekologi tetapi dimana saja. Tetapi pada umumnya istilah ini diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk hidup.
Contohnya habitat Notonecta (sejenis binatang air) yaitu daerah-daerah kolam, danau dan perairan yang dangkal yang penuh ditumbuhi vegetasi. Habitat ikan mas (Cyprinus carpio) adalah di perairan tawar, habitat pohon durian (Durio zibhetinus) yaitu di tanah darat dataran rendah. Pohon enau tumbuh di tanah darat dataran rendah hingga pegunungan, dan habitat eceng gondok di perairan terbuka.
Menurut Sambas Wirakusumah dalam Dasar-Dasar Ekologi, habitat yaitu toleransi dalam orbit dimana suatu spesies hiduptermasuk faktor lingkungan yang cocok dengan syarat hidupnya. Orbit yaitu ruang kehidupan spesies lingkungan geografi yang luas, sedangkan habitat menyatakan ruang kehidupan lingkungan lokasinya.
Morrison (2002) mendefinisikan habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang ada di suatu daerah yang berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat merupakan organism-specific: ini menghubungkan kehadiran species, populasi, atau idndividu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah daerah fisik dan karakteristik biologi. Habitat terdiri lebih dari sekedar vegatasi atau struktur vegetasi; merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu species. Dimanapun suatu organisme diberi sumberdaya yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang disebut dengan habitat.
Habitat tidak sama dengan tipe habitat. Tipe habitat merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Doubenmire (1968:27-32) yang hanya berkenaan dengan tipe asosiasi vegetasi dalam suatu daerah atau potensi vegetasi yang mencapai suatu tingkat klimaks. Habitat lebih dari sekedar sebuah daerah vegetasi (seperti hutan pinus). Istilah tipe habitat tidak bisa digunakan ketika mendiskusikan hubungan antara satwa liar dan habitatnya. Ketika kita ingin menawarkan vegetasi yang digunakan oleh satwa liar, kita sanggup menyampaikan asosiasi vegetasi atau tipe vegetasi didalamnya.
Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya menawarkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam habitat tersebut (Wiens 1984:402). Secara teori kita sanggup menghitung jumlah dan jenis sumberdaya yang tersedia untuk satwa; secara praktek, merupakan hal yang hampir mustahil untuk menghitung ketersediaan sumberdaya dari sudut pandang satwa (Litvaitis et al., 1994). Kita sanggup menghitung kelimpahan species prey untuk suatu predator tertentu, tetapi kita tidak bisa menyampaikan bahwa semua prey yang ada di dalam habitat sanggup dimangsa lantaran adanya beberapa batasan, menyerupai ketersediaan cover yang banyak yang membatasi aksesibilitas predator untuk memangsa prey. Hal yang sama juga terjadi pada vegetasi yang berada di luar jangkauan suatu satwa sehingga susah untuk dikonsumsi, walaupun vegetasi itu merupakan kesukaan satwa tersebut. Meskipun menghitung ketersediaan sumber daya konkret merupakan hal yang penting untuk memahami hubungan antara satwa liar dan habitatnya, dalam praktek jarang dilakukan lantaran sulitnya dalam memilih apa yang bergotong-royong tersedia dan apa yang tidak tersedia (Wiens 1984:406). Sebagai konsekuensinya, mengkuantifikasi ketersediaan sumberdaya biasanya lebih ditekankan pada penghitungan kelimpahan sumberdaya sebelum dan sehabis digunakan oleh satwa dalam suatu kawasan, daripada ketersediaan aktual. Ketika aksesibilitas sumber daya sanggup ditentukan terhadap suatu satwa, analisis untuk menaksir kesukaan habitat dengan membandingkan penggunan dan ketersediaan merupakan hal yang penting.
2. Makrohabitat dan Mikrohabitat
Beberapa istilah menyerupai makrohabitat dan mikrohabitat penggunaannya tergantung dan merujuk pada skala apa studi yang akan dilakukan terhadap satwa menjadi pertanyaan. (Johnson, 1980). Dengan demikian makrohabitat dan mikrohabitat harus ditentukan untuk masing-masing studi yang berkenaan dengan spesies spesifik. Secara umum, macrohabitat merujuk pada ciri khas dengan skala yang luas menyerupai zona asosiasi vegetasi (Block and Brennan, 1993) yang biasanya disamakan dengan level pertama seleksi habitat berdasarkan Johnson. Mikrohabitat biasanya menawarkan kondisi habitat yang sesuai, yang merupakan faktor penting pada level 2-4 dalam hierarkhi Johnson. Oleh alasannya itu merupakan hal yang sempurna untuk memakai istilah mikrohabitat dan makrohabitat dalam sebuah pandangan relatif, dan pada skala penerapan yang ditetapkan secara eksplisit.
Batas antara mikrohabitat yang satu dengan mikrohabitat yang lain tidaklah nyata, namun demikian mikrohabitat memegang peranan penting dalam memilih keanekaragaman jenis yang mempengaruhi habitat itu.
Contoh makrohabitat dan mikrohabitat : Organisme penghancur (pembusuk) daun hanya hidup pada lingkungan sel-sel daun lapisan atas fotosintesis, sedangkan spesies organisme penghancur lainnya hidup pada sel-sel daun bawah pada lembar daun yang sama hingga mereka hidup bebas tidak saling mengganggu. Lingkungan sel-sel dalam selembar daun di atas disebut mikrohabitat sedangkan keseluruhan daun dalam lingkungan makro disebut makrohabitat.
Habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan makhluk hidup yang menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan batas atas disebut titik maksimum. Antara dua kisaran itu terdapat titik optimum. Ketiga titik itu yaitu titik minimum, titik maksimum dan titik optimum disebut titik cardinal.
Apabila sifat habitat berubah hingga diluar titik minimum atau maksimum, makhluk hidup itu akan mati atau harus pindah ke tempat lain. Misalnya jikalau terjadi arus terus-menerus di pantai habitat bakau, sanggup dipastikan bakau tersebut tidak akan bertahan hidup . Apabila perubahannya lambat, contohnya terjadi selama beberapa generasi, makhluk hidup umumnya sanggup beradaptasi dengan kondisi gres di luar batas semula.Melalui proses penyesuaian itu bergotong-royong telah terbentuk makhluk hidup yang memiliki sifat lain yang disebut varietas gres atau ras gres bahkan dapat terbentuk jenis baru.
Berdasarkan variasi habitat berdasarkan waktu dibagi menjadi 4 macam (Kramadibrata,1996) yaitu :
a. Habitat yang konstan
Yaitu habitat yang kondisinya terus-menerus relatif baik atau kurang baik.
b. Habitat yang bersifat memusim
Yaitu habitat yang kondisinya relatif teratur berganti-ganti antara baik dan kurang baik.
c. Habitat yang tidak menentu
Yaitu habitat yang mengalami suatu periode dengan kondisi baik yang lamanya bervariasi diselang-selingi oleh periode dengan kondisi kurang baik yang lamanya juga bervariasi sehingga kondisinya tidak sanggup diramal.
d. Habitat yang ephemeral
Yaitu habitat yang mengalami periode dengan kondisi baik yang berlangsung relatif singkat diikuti oleh suatu periode dengan kondisi yang kurang baik yang berlangsungnya usang sekali. ( Kramadibrata, 1996 ).
Habitat sebagai fungsi dari ruang sanggup dikenal dengan :
a. Habitat yang berkesinambungan : meliputi area dengan kondisi baik luas sekali, melebihi daerah yang sanggup dijelajahi hewan.
b. Habitat yang terputus-putus : mengambarkan area yang berkodisi baik dan tidak berselang seling serta binatang dengan gampang sanggup menyebar dari area baik yang satu ke yang lainnya.
c. Habitat yang terisolasi : area yang terbatas dan terpisah jauh dari area lainnya sehingga binatang tidak sanggup mencapainya kecuali bila didukung factor kebetulan.
Habitat makhluk hidup sanggup lebih dari satu, contohnya burung pipit, habitat untuk mencari makannya yaitu di sawah dan habitat untuk bertelur yaitu pohon-pohonan di kampung. Ikan salem yang populer di Eropa dan Amerika utara, waktu remaja memiliki habitat di laut. Waktu akan bertelur ikan itu berenang ke sungai hingga ke hulu. Di daerah hulu ikan bertelur. Anak ikan untuk beberapa tahun tinggal di sungai. Kemudian pergi ke maritim untuk menjadi remaja hingga saatnya ikan akan bertelur.
Istilah habitat sanggup digunakan untuk menawarkan tempat tumbuh sekelompok organisme dari berbagai jenis yang membentuk suatu komunitas. Misalnya, kita boleh mengunakan istilah habitat padang rumput, habitat hutan mangrove, dan sebagainya. Dalam hal ini habitat sekelompok organisme meliputi lingkungan abiotik dan lingkungan biotik.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Habitat)
B. RELUNG
Relung ekologi suatu binatang ( individu, populasi) yaitu status fungsional binatang itu dalam habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi-adaptasi fisiologi, structural dan pola prilakunya.
( Sukarsono, 2009)
Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan Inggris, dengan pengertian relung adalah “status fungsional suatu organisme dalam komunitas tertentu”. Dalam penelaahan suatu organisme, kita harus mengetahui kegiatannya, terutama mengenai sumber nutrisi dan energi, kecepatan metabolisme dan tumbuhnya, dampak terhadap organisme lain bila berdampingan atau bersentuhan, dan hingga seberapa jauh organisme yang kita selidiki itu mempengaruhi atau bisa mengubah banyak sekali proses dalam ekosistem.
Berdasarkan uraian diatas relung ekologi merupakan istilah lebih inklusif yang meliputi tidak saja ruang secara fisik yang didiami oleh suatu makhluk, tetapi juga peranan fungsional dalam komunitas serta kedudukan makhluk itu di dalam kondisi lingkungan yang berbeda (Odum, 1993). Relung ekologi merupakan campuran khusus antara faktor fisik (mikrohabitat) dan kaitan biotik (peranan) yang diharapkan oleh suatu jenis untuk acara hidup dan keberadaan yang berkesinambungan dalam komunitas (Soetjipto, 1992).
Niche (relung) ekologi meliputi ruang fisik yang diduduki organisme , peranan fungsionalnya di dalam masyarakatnya (misal: posisi trofik) serta posisinya dalam kondisi lingkungan tempat tinggalnya dan keadaan lain dari keberadaannya itu. Ketiga aspek relung ekologi itu sanggup dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat, relung trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. Oleh lantaran itu relung ekologi sesuatu organisme tidak hanya tergantung pada dimana ia hidup tetapi juga apa yang ia perbuat (bagaimana ia merubah energi, bersikap atau berkelakuan, tanggap terhadap dan mengubah lingkungan fisik serta abiotiknya), dan bagaimana jenis lain menjadi hambatan baginya. Hutchinson (1957) telah membedakan antara niche pokok (fundamental niche) dengan niche yang sesungguhnya (relized niche). Niche pokok didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memungkinkan populasi masih sanggup hidup. Sedangkan niche sesungguhnya didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh organisme-organisme tertentu secara bersamaan.
Dimensi-dimensi pada niche pokok memilih kondisi-kondisi yang menjadikan organisme-organisme sanggup berinteraksi tetapi tidak memilih bentuk, kekuatan atau arah interaksi. Dua faktor utama yang menetukan bentuk interaksi dalam populasi yaitu kebutuhan fisiologis tiap-tiap individu dan ukuran relatifnya. Empat tipe pokok dari interaksi diantara populasi sudah diketahui yaitu: kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis.
Agar terjadi interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis harusnya ada tumpang tindih dalam niche. Pada masalah simbion, satu atau semua partisipan mengubah lingkungan dengan cara menciptakan kondisi dalam kisaran kritis dari kisaran-kisaran kritis partisipan yang lain. Untuk kompetitor, predator dan mangsanya harus memiliki kecocokan dengan parameter niche supaya terjadi interaksi antar organisme, sedikitnya selama waktu interaksi.
Menurut Odum (1993) tidak ada dua spesies yang adaptasinya identik sama antara satu dengan yang lainnya, dan spesies yang menunjukkan penyesuaian yang lebih baik dan lebih berangasan akan memenangkan persaingan. Spesies yang menang dalam persaingan akan sanggup memanfaatkan sumber dayanya secara optimal sehingga bisa mempertahankan eksistensinya dengan baik. Spesies yang kalah dalam persaingan bila tidak berhasil mendapat tempat lain yang menyediakan sumber daya yang diperlukannya sanggup mengalami kepunahan local.
Berjenis makhluk hidup sanggup hidup bersama dalam satu habitat . Akan tetapi apabila dua jenis makhluk hidup memiliki relung yang sama, akan terjadi persaingan. Makin besar tumpang tindih relung kedua jenis makhluk hidup, makin intensif persaingannya. Dalam keadaan itu masing-masing jenis akan mempertinggi efisiensi cara hidup atau profesinya.Masing-masing akan menjadi lebih spesialis, yaitu relungnya menyempit. Makara imbas persaingan antar jenis yaitu menyempitnya relung jenis makhluk hidup yang bersaing, sehingga terjadi spesialisasi.
Akan tetapi bila populasi semakin meningkat, maka persaingan antar individu di dalam jenis tersebut akan terjadi pula. Dalam persaingan ini individu yang lemah akan terdesak ke bab niche yang marginal. Sebagai efeknya ialah melebarnya relung, dan jenis tersebut akan menjadi lebih generalis. Ini berarti jenis tersebut semakin lemah atau kuat. Makin seorang andal suatu jenis semakin rentan makhluk tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Habitat suatu organisme yaitu tempat organisme itu hidup, atau tempat kemana seseorang harus pergi untuk menemukan organisme tersebut. Istilah habitat banyak digunakan , tidak saja dalam ekologi tetapi dimana saja. Tetapi pada umumnya istilah ini diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk hidup.
Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya menawarkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam habitat tersebut
Pengetahuan ihwal relung suatu organisme sangat perlu sebagai landasan untuk memahami berfungsinya suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat utama. Untuk sanggup membedakan relung suatu organisme, maka perlu diketahui ihwal kepadatan populasi, metabolisme secara kolektif, dampak faktor abiotik terhadap organisme, dampak organisme yang satu terhadap yang lainnya.
Apabila terdapat dua binatang atau lebih memiliki niche yang sama dalam satu habitat yang sama maka akan terjadi persaingan. Dalam persaingan yang ketat, masing-masing jenis mempertinggi efisiensi cara hidup, dan masing-masing akan menjadi lebih seorang andal yaitu relungnya menyempit.
DAFTAR PUSTAKA
Sukarsono.2009. Pengantar Ekologi Hewan. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press
http://id.wikipedia.org/wiki/Habitat
0 Response to "Habitat Dan Relung Ekologi Hewan"
Posting Komentar