✔ Berguru Dari Pengelolaan Sampah Di Jepang
Persoalan sampah merupakan problem yang terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, kemajuan pembangunan ekonomi, serta perkembangan industri. Setiap wilayah disudut bumi menghadapi kasus sampah; namun demikian tidak sedikit pemerintah suatu negara melaksanakan tindakan serius terhadap hal tersebut, sehingga tidak menjadikan efek negatif yang berkepanjangan. Kali ini kita akan berguru ihwal pengelolaan sampah (waste management) dari negara Jepang.
Pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah industri dan sampah rumah tangga.
Pengelolaan sampah industri menjadi tanggung-jawab pihak terkait di sektor tersebut, baik melalui prosedur pembakaran, pemurnian, atau ekstraksi sampah menjadi energi. Sementara pengelolaan sampah rumahtangga menjadi tanggung-jawab pemerintah setempat.
Ada beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Jepang. Pertama, kesadaran individu mengenai sampah dan dampaknya pada lingkungan. Kesadaran ini muncul dari hal sederhana, contohnya ketika berbelanja di supermarket, hampir setiap orang membawa tas sendiri untuk memuat barang belanjaan, sehingga mengurangi konsumsi kantong plastik dan potensi meningkatnya sampah plastik.
Kedua, budaya untuk memelihara kebersihan lingkungan. Jarang sekali dijumpai penduduk setempat membuang sampah sembarangan, entah di sungai, parit, maupun pojok bangunan. Fasilitas publik menyerupai kereta api, stasiun, terminal, dan taman kota terlihat higienis dari sampah di setiap sudutnya. Menurut pandangan masyarakat setempat, membuang sampah sembarangan merupakan hal yang memalukan. Budaya aib ini dikenal dengan istilah ‘haji no bunka’.
Yang tidak kalah penting yaitu kiprah pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik. Kementerian Lingkungan (Ministry of the Environment) mempunyai hukum ketat ihwal pengelolaan sampah, baik sampah makanan, sampah rumahtangga, material konstruksi, dan sebagainya.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah di Jepang mengalami perkembangan yang signifikan. Seusai perang dunia ke-2, metode pengelolaan sampah yaitu dengan pengangkutan sampah-sampah rumahtangga oleh petugas memakai gerobak menuju kawasan pembuangan selesai untuk dibakar.
Seringkali pengambilan sampah tersebut tidak terencana dengan baik, sehingga sampah menumpuk di rumah-rumah. Disamping itu, tidak jarang pemilik rumah membuang sampah di sungai atau pinggir jalan.
Pada perkembangannya, Jepang menjadi salah satu negara yang mempunyai akomodasi pengelolaan sampah terbaik di dunia. Pada 2009 saja, negara ini telah mempunyai 1,243 akomodasi pengelolaan (pembakaran) sampah yang tersebar diseluruh area.
Fasilitas-fasilitas tersebut memakai metode bermacam-macam dalam pengelolaan sampah, mulai dari pembakaran dengan api, penyemprotan dengan gas, dan lain-lain (Ministry of the Environment, Solid Waste Management and Recycling Technology of Japan: Toward Sustainable Society, Japan Environmental Sanitation Center, 2012).
Lebih lanjut, pemerintah Jepang menerapkan prinsip 3R dalam menanggulangi duduk kasus sampah, yakni Reduce, Reuse, Recycle. Prinsip reduce merupakan upaya untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang suatu ketika akan menjadi sampah. Perilaku belanja di supermarket menyerupai disebutkan diatas merupakan salah satu pola prinsip ini.
Reuse berarti memanfaatkan kembali barang-barang yang masih bisa dipakai. Ada filosofi yang dianut oleh masyarakat Jepang, yakni ‘mottainai’, yang kurang-lebih artinya praktik menghargai dan memakai semua barang yang masih bisa digunakan.
Selain itu terdapat banyak kawasan penjualan barang bekas (second-hand market) atau flea market, baik di lapangan atau gedung serbaguna, sebagai upaya mendukung gerakan pemanfaatan barang bekas yang masih bisa dipakai. Program ini biasanya dilakukan oleh komunitas masyarakat dengan ijin dari pemerintah setempat.
Pemerintah juga menggalakkan sistem recycle atau pengolahan kembali sampah jenis tertentu, menyerupai botol plastik, kaleng minuman, dan kertas pembungkus. Selain itu, membuang sampah produk tertentu akan dikenakan biaya yang relatif mahal, contohnya ban mobil, lemari es, televisi, sepeda, dan sebagainya. Melalui banyak sekali tindakan tersebut, pemerintah Jepang bersama dengan masyarakat berupaya mengelola dan mengatasi duduk kasus sampah dengan baik.
Sebagai penutup, kebijakan dan implementasi yang dilakukan secara serius oleh pemerintah, dengan ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan efek duduk kasus sampah akan bisa menjawab kasus pengelolaan sampah. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Teknologi dan Industrialisasi di Jepang
Mengenal Disaster Management, Melihat Cara Jepang Menangani Bencana Alam
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Faktor Lingkungan Dalam Perekonomian Sumber http://www.ajarekonomi.com
Pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah industri dan sampah rumah tangga.
Pengelolaan sampah industri menjadi tanggung-jawab pihak terkait di sektor tersebut, baik melalui prosedur pembakaran, pemurnian, atau ekstraksi sampah menjadi energi. Sementara pengelolaan sampah rumahtangga menjadi tanggung-jawab pemerintah setempat.
Ada beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Jepang. Pertama, kesadaran individu mengenai sampah dan dampaknya pada lingkungan. Kesadaran ini muncul dari hal sederhana, contohnya ketika berbelanja di supermarket, hampir setiap orang membawa tas sendiri untuk memuat barang belanjaan, sehingga mengurangi konsumsi kantong plastik dan potensi meningkatnya sampah plastik.
Kedua, budaya untuk memelihara kebersihan lingkungan. Jarang sekali dijumpai penduduk setempat membuang sampah sembarangan, entah di sungai, parit, maupun pojok bangunan. Fasilitas publik menyerupai kereta api, stasiun, terminal, dan taman kota terlihat higienis dari sampah di setiap sudutnya. Menurut pandangan masyarakat setempat, membuang sampah sembarangan merupakan hal yang memalukan. Budaya aib ini dikenal dengan istilah ‘haji no bunka’.
Yang tidak kalah penting yaitu kiprah pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik. Kementerian Lingkungan (Ministry of the Environment) mempunyai hukum ketat ihwal pengelolaan sampah, baik sampah makanan, sampah rumahtangga, material konstruksi, dan sebagainya.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah di Jepang mengalami perkembangan yang signifikan. Seusai perang dunia ke-2, metode pengelolaan sampah yaitu dengan pengangkutan sampah-sampah rumahtangga oleh petugas memakai gerobak menuju kawasan pembuangan selesai untuk dibakar.
Seringkali pengambilan sampah tersebut tidak terencana dengan baik, sehingga sampah menumpuk di rumah-rumah. Disamping itu, tidak jarang pemilik rumah membuang sampah di sungai atau pinggir jalan.
Pada perkembangannya, Jepang menjadi salah satu negara yang mempunyai akomodasi pengelolaan sampah terbaik di dunia. Pada 2009 saja, negara ini telah mempunyai 1,243 akomodasi pengelolaan (pembakaran) sampah yang tersebar diseluruh area.
Fasilitas-fasilitas tersebut memakai metode bermacam-macam dalam pengelolaan sampah, mulai dari pembakaran dengan api, penyemprotan dengan gas, dan lain-lain (Ministry of the Environment, Solid Waste Management and Recycling Technology of Japan: Toward Sustainable Society, Japan Environmental Sanitation Center, 2012).
Lebih lanjut, pemerintah Jepang menerapkan prinsip 3R dalam menanggulangi duduk kasus sampah, yakni Reduce, Reuse, Recycle. Prinsip reduce merupakan upaya untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang suatu ketika akan menjadi sampah. Perilaku belanja di supermarket menyerupai disebutkan diatas merupakan salah satu pola prinsip ini.
Reuse berarti memanfaatkan kembali barang-barang yang masih bisa dipakai. Ada filosofi yang dianut oleh masyarakat Jepang, yakni ‘mottainai’, yang kurang-lebih artinya praktik menghargai dan memakai semua barang yang masih bisa digunakan.
Selain itu terdapat banyak kawasan penjualan barang bekas (second-hand market) atau flea market, baik di lapangan atau gedung serbaguna, sebagai upaya mendukung gerakan pemanfaatan barang bekas yang masih bisa dipakai. Program ini biasanya dilakukan oleh komunitas masyarakat dengan ijin dari pemerintah setempat.
Pemerintah juga menggalakkan sistem recycle atau pengolahan kembali sampah jenis tertentu, menyerupai botol plastik, kaleng minuman, dan kertas pembungkus. Selain itu, membuang sampah produk tertentu akan dikenakan biaya yang relatif mahal, contohnya ban mobil, lemari es, televisi, sepeda, dan sebagainya. Melalui banyak sekali tindakan tersebut, pemerintah Jepang bersama dengan masyarakat berupaya mengelola dan mengatasi duduk kasus sampah dengan baik.
Sebagai penutup, kebijakan dan implementasi yang dilakukan secara serius oleh pemerintah, dengan ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan efek duduk kasus sampah akan bisa menjawab kasus pengelolaan sampah. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Teknologi dan Industrialisasi di Jepang
Mengenal Disaster Management, Melihat Cara Jepang Menangani Bencana Alam
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Faktor Lingkungan Dalam Perekonomian Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "✔ Berguru Dari Pengelolaan Sampah Di Jepang"
Posting Komentar