Ristia Bintang Mahkotasejati
Ristia Bintang Mahkotasejati (RBMS) ialah satu dari sekian banyak developer properti seorang hebat perumahan yang listing di BEI, yang sahamnya dalam beberapa tahun terakhir terbilang mati suri sehabis perusahaan membukukan kinerja yang mengecewakan, seiring dengan lesunya industri properti itu sendiri. Namun pada tahun 2017 kemarin RBMS mengakuisisi dua anak perjuangan yang masing-masing bergerak di industri perhotelan dan pembangunan perumahan sederhana, dan pada tahun 2018 ini kesannya mulai kelihatan dimana RBMS per Kuartal I membukukan pendapatan Rp24.5 milyar, melonjak dibanding periode yang sama tahun 2017 yang hanya Rp551 juta, dan demikian pula sahamnya pun mulai bergerak naik, tapi disisi lain valuasinya sekilas masih sangat murah dengan PBV hanya 0.3 kali. Prospek kedepan?
Sejarah RBMS dimulai pada tahun 1994 dengan membangun Perumahan Bintang Metropole di Bekasi, Jawa Barat, seluas 20 hektar. Perumahan tersebut sukses besar, hingga di tahun berikutnya yakni 1995, perusahaan mengerjakan proyek keduanya yakni Perumahan Mahkota Simprug di Ciledug, Tangerang Banten, seluas 45 hektar. Namun entah sebab bencana krisis moneter di tahun 1998 atau lainnya, sehabis proyek keduanya tersebut, RBMS kemudian nyaris berhenti beroperasi (atau tetap beroperasi dengan membangun dan menjual unit-unit rumah gres di komplek perumahan yang sudah ada, namun tidak ada lagi perluasan membangun perumahan baru). Barulah di tahun 2013, RBMS mencoba bangun dengan membangun Perumahan Saung Riung di Karawang, Jawa Barat, tapi lagi-lagi timing-nya tidak sempurna dimana dikala itu booming properti yang sudah terjadi semenjak beberapa tahun sebelumnya justru mulai mereda.
Waktu berlalu, hingga pada tahun 2017, RBMS sekali lagi bergerak maju dengan mengakuisisi developer properti berjulukan PT Alam Indah Selaras (AIS), yang memegang proyek perumahan untuk kelas menengah kebawah. Kaprikornus sebelumnya, semenjak tahun 2015 hingga sekarang, Pemerintah RI meluncurkan kegiatan pembangunan 1 juta rumah per tahun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dengan harga jual Rp250 – 300 jutaan saja per unitnya, yang didukung dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan AIS ialah salah satu developer yang mendapatkan pekerjaan pembangunan tersebut. Selain AIS, RBMS juga mengakuisisi PT Tiara Raya Bali International (TRBI), yang merupakan pemilik dan operator Hotel Le Meridien Jimbaran, Bali. Dengan demikian RBMS melaksanakan diversifikasi, dari tadinya hanya membangun perumahan untuk konsumen menengah, menjadi membangun perumahan untuk konsumen menengah kebawah, dan juga punya perjuangan hotel.
Tapi yang paling menarik ialah akuisisi RBMS terhadap AIS. In fact, dari pendapatan Rp24.5 milyar RBMS di Kuartal I 2018, itu nyaris seluruhnya berasal dari penjualan unit-unit rumah di kompleks Alam Indah Selaras di Karawang, Jawa Barat. Sepanjang tahun 2017, AIS sukses menjual 596 unit rumah sederhana, dan pada tahun 2018 hingga bulan April sudah terjual 199 unit rumah lagi, dimana pembelinya rata-rata ialah karyawan pabrik di banyak lokasi Kawasan Industri di Karawang. Untuk kedepannya AIS masih memegang izin lokasi seluas total 30 hektar, dimana di atas lahan tersebut bisa dibangun rumah type 60 sebanyak kurang lebih 2,500 unit. Dan dengan perkiraan perusahaan bisa menjual 600 – 700 unit rumah per tahun, dimana ini merupakan perkiraan yang realistis mengingat kegiatan rumah murah ini didukung penuh oleh Pemerintah (jadi mau suku bunga KPR naik atau turun, itu gak akan ngaruh sebab rumahnya disubsidi), maka kalaupun kedepannya AIS tidak kembali memperoleh izin untuk lahan baru, masih tersedia cukup lahan untuk dikembangkan hingga tahun 2022 nanti.
Diluar proyek rumah murahnya melalui AIS, pada tahun 2018 ini RBMS juga kembali ‘menghidupkan’ proyek Perumahan Saung Riung, yang sebelumnya pembangunannya berhenti di 212 unit rumah (dari rencana pembangunan sebanyak total 616 unit diatas lahan seluas 7.4 hektar), dimana jikalau semuanya berjalan lancar, RBMS akan menjual dan membangun total 180 unit rumah gres pada simpulan tahun 2018 ini. Kemudian, untuk recurring income alias pendapatan berulang, maka mulai Kuartal II 2018 nanti, RBMS akan mulai mengkonsolidasikan pendapatan dari unit perjuangan hotelnya. Tidak ada informasi spesifik soal berapa kira-kira pendapatan RBMS dari Le Meridien Jimbaran, tapi penulis perkirakan tidak akan terlalu signifikan dibandingkan pendapatan RBMS dari penjualan unit-unit rumahnya.
Hitung-hitungan Pendapatan serta Laba RBMS
Diatas sudah disebutkan bahwa RBMS membukukan pendapatan Rp24.5 milyar pada Kuartal I 2018, dan dengan keuntungan higienis Rp4.4 milyar, which is not a big figure. Tapi jikalau kita lihat laporan cashflow-nya, maka RBMS membukukan penerimaan kas sebesar Rp42 milyar, dimana sehabis dikurangi biaya pemasok dll, diperoleh kas higienis sebesar Rp21.6 milyar (sehingga margin keuntungan operasinya mencapai 50% dari pendapatan). Mengingat diatas juga disebutkan bahwa RBMS melalui AIS menjual 199 unit rumah hingga April 2018, atau kurang lebih 150 unit rumah hingga Kuartal I (Maret 2018), sementara harga jual rumahnya sendiri ialah Rp250 – 300 juta per unit, maka penerimaan kas yang Rp42 milyar tadi menjadi masuk akal. Jika RBMS melalui AIS bisa menjual dan menuntaskan pembangunan total 600 unit rumah saja sepanjang tahun 2018 ini, dimana itu sekali lagi merupakan proyeksi yang realistis, maka total pendapatannya ialah kurang lebih Rp170 milyar, dimana jikalau margin keuntungan bersihnya ialah 20 – 30% (yang 50% tadi margin keuntungan operasional), maka labanya mencapai Rp34 – 50 milyar. Nah! Angkanya mulai kelihatan menarik bukan? Mengingat ekuitas RBMS per Kuartal I 2018 hanya Rp170 milyar, maka ROE RBMS akan mencapai 20 – 30%.
Dan itu gres proyeksi pendapatan dari perumahan milik AIS! Kaprikornus belum menghitung potensi pendapatan dari Perum Saung Riung, dan Hotel Le Meridien. Sekarang kita coba konservatif saja: RBMS sukses menjual 100 unit rumah di Saung Riung (separuh dari targetnya yakni 180 unit rumah), sementara pendapatan dari hotelnya ialah nol. Maka, dengan perkiraan harga rumah di Saung Riung ialah juga Rp300 jutaan per unit (seharusnya bisa lebih mahal, sebab type rumah yang dijual bukan rumah sederhana banget menyerupai yang dijual melalui AIS, tapi kita pake angka Rp300 juta ini saja), RBMS akan memperoleh pelengkap pendapatan Rp30 milyar, sehingga totalnya dengan pendapatan dari AIS tadi mencapai Rp200 milyar, dan simpel labanya juga bisa lebih besar dari Rp34 – 50 milyar tadi. Thus, jika anda mencari saham properti yang mengatakan prospek menarik untuk jangka menengah, atau setidaknya hingga simpulan tahun 2018 ini, maka RBMS sangat layak dipertimbangkan. Karena, tidak hanya prospek tersebut didukung oleh kegiatan Pemerintah, harganya unit propertinya juga sangat murah sehingga pangsa pasarnya sangat luas (dan memang sasaran konsumennya sudah sangat jelas, yakni karyawan pabrik di Kawasan Industri di Karawang), dan jenis propertinya juga mudah banget bikinnya yakni rumah sederhana, bukan perumahan township atau k0nd0minium glamor yang bisa butuh waktu bertahun-tahun untuk dikerjakan. Selain itu administrasi RBMS juga tipe tradisional yang cuma bikin rumah kemudian jual, gak punya banyak utang, dan ownernya masih menempati posisi dirut serta merupakan pemegang saham pribadi perusahaan. Kalau ada yang mengganjal ialah keputusan perusahaan untuk mengakuisisi Hotel Le Meridien, dimana jikalau mereka tidak bisa mengelolanya (karena memang belum berpengalaman) maka bisa saja hotel itu malah bikin tekor perusahaan. Tapi dengan fakta bahwa sepanjang tahun 2017 kemudian tingkat okupansi hotel tersebut mencapai 70%, alias cukup baik, dan perusahaan bekerja sama dengan JW Marriott untuk mengelolanya, maka mari kita lihat saja dulu bagaimana kesannya hingga simpulan tahun 2018 nanti.
Valuasi Saham RBMS
Berdasarkan jumlah saham, nilai ekuitas, serta nilai keuntungan higienis RBMS di Kuartal I 2018, maka pada harga Rp149 per saham, PBV RBMS tercatat 0.3 kali alias unbelievably undervalue, sementara annualized PER-nya juga hanya 2.8 kali. However, pada April 2018, RBMS menggelar right issue dengan menerbitkan 1.18 milyar lembar saham gres pada harga Rp216 per saham, sehingga perusahaan mendapatkan pelengkap ekuitas sebesar Rp256 milyar. Dengan demikian jumlah saham RBMS pasca right issue ialah 1.51 milyar lembar, sementara ekuitasnya naik menjadi Rp426 milyar. Menggunakan data tersebut, maka PBV RBMS menjadi 0.5 kali. Sementara angka ROE-nya juga akan turun, dimana jikalau benar bahwa RBMS akan membukukan keuntungan higienis Rp34 – 50 milyar pada simpulan tahun 2018, maka ROE-nya menjadi hanya 9 – 11%.
Namun balik lagi, semua hitung-hitungan diatas memakai perkiraan yang serba konservatif, dimana kalau kita berpatokan pada sasaran yang ditetapkan oleh administrasi maka angkanya terbilang jauh lebih optimis: Diluar proyek utamanya melalui AIS, dari Saung Riung dan Hotel Le Meridien, RBMS mentargetkan pendapatan total Rp250 milyar per tahun (jadi bukan cuma Rp30 milyar menyerupai yang disebut diatas). Yep, jadi hingga simpulan tahun 2018 nanti, atau paling lambat 2019, perusahaan tetap berpeluang untuk membukukan kinerja yang jauh lebih baik dibanding proyeksi diatas. Dan yang paling penting ialah valuasinya: PBV 0.5 kali terang masih sangat murah, sehingga no way RBMS balik lagi ke level dibawah 100 menyerupai setahunan lalu, terutama sebab kinerja perusahaan juga beneran sudah mulai elok semenjak penghujung tahun 2017 kemudian (pada tahun 2017, RBMS membukukan pendapatan Rp73 milyar dan keuntungan higienis Rp14.5 milyar, meningkat signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya dimana perusahaan hampir selalu merugi). Dan jikalau semua proyeksi diatas teralisasi, atau bahkan lebih baik lagi, maka tentu saja pasar kedepannya akan menghargai saham RBMS pada valuasi yang lebih layak, minimal PBV 1 kali. Jadi, yep, kita punya potensi upside yang sangat besar disini.
Kesimpulannya, RBMS menarik sebab sahamnya murah, model bisnisnya sederhana, manajemennya cukup baik serta fokus, dan prospeknya cerah terkait kegiatan Pemerintah. Namun disisi lain, RBMS merupakan perusahaan kecil dengan brand yang sama sekali tidak populer (dan anda sendiri mungkin gres tahu ada perusahaan properti dengan isyarat saham RBMS?), tidak punya track record kinerja yang meyakinkan, sahamnya fluktuatif (jadi sahamnya bisa berbahaya bagi anda yang masih suka melihat naik turunnya setiap hari), dan ketergantungannya dengan Program Pemerintah justru membuatnya berisiko dimana jikalau Pemerintah, sebab penyebab tertentu, kedepannya menghentikan kegiatan 1 juta rumah ini (karena banyak juga kritikan terhadap kegiatan ini, yang disebut-sebut tidak pernah mencapai target, dan terlalu membebani negara), maka ya sudah RBMS juga bakal wassalam. Kaprikornus jikalau anda belum cukup yakin, maka boleh juga tunggu hingga perusahaan merilis laporan keuangan Kuartal II, simpulan Juli ini, sekalian melihat bagaimana pengaruh right issue-nya terhadap ekuitas perusahaan.
PT Ristia Bintang Mahkotasejati, Tbk
Rating Kinerja pada Kuartal I 2018: A
Rating Saham pada 149: AA
Untuk artikel ahad depan, silahkan anda pilih: 1. Krakatau Steel (KRAS), 2. Update analisa Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA), 3. Update sektor konstruksi, atau 4. Strategi investasi saham jangka panjang untuk dana pensiun, mumpung pasar lagi bearish/lagi ada banyak saham yang murah.
Untuk artikel ahad depan, silahkan anda pilih: 1. Krakatau Steel (KRAS), 2. Update analisa Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA), 3. Update sektor konstruksi, atau 4. Strategi investasi saham jangka panjang untuk dana pensiun, mumpung pasar lagi bearish/lagi ada banyak saham yang murah.
Ebook Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (‘Ebook Kuartalan’) edisi Kuartal II 2018 akan terbit hari Rabu, 8 Agustus 2018. Layanan preorder-nya hari ini sudah dibuka, keterangan selengkapnya baca disini.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Sumber http://teguhidx.blogspot.com
0 Response to "Ristia Bintang Mahkotasejati"
Posting Komentar