Prospek Ipo Garudafood
IPO dari perusahaan consumer goods dengan brand produk yang berpengaruh tentunya selalu menarik perhatian investor, alasannya ialah perusahaan dengan ciri-ciri demikian umumnya mempunyai mendasar yang manis serta cocok untuk investasi jangka panjang. Makara ketika PT Garudafood Putra Putri Jaya mengumumkan bahwa perusahaan akan go public, maka penulis sendiri pribadi meluangkan waktu untuk menganalisanya. However, sesudah membaca prospektusnya, saya malah jadi galau sendiri. Ada apa?
Sejarah Garudafood dimulai pada tahun 1958, ketika Bapak Darmo Putro beserta keluarga memulai perjuangan produksi tepung tapioka di Pati, Jawa Tengah, dan pada tahun 1979 perjuangan tersebut ditempatkan dibawah bendera PT Tudung Putra Jaya. Namun lompatan besar perusahaan terjadi pada tahun 1987, yakni ketika TPJ memproduksi kacang tanah kemasan dengan brand ‘Kacang Garing Garuda’, yang kemudian lebih dikenal sebagai ‘Kacang Garuda’, dan sukses besar di pasaran. Hingga pada tahun 1994, didirikanlah PT Garudafood Putra Putri Jaya, dimana TPJ digabung kedalamnya. Dibawah pimpinan Bapak Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto, yang merupakan generasi kedua pemilik perusahaan (Pak Sudhamek ialah putra dari Pak Darmo), Garudafood kemudian berekspansi dengan meluncurkan produk-produk masakan dan minuman diluar kacang, menyerupai biskuit, pilus, keripik, confectionery, minuman susu, dan serbuk coklat, dengan merk-nya masing-masing menyerupai Gery, Chocolatos, Leo, dan Clevo, dan kesemuanya sukses besar. Thus, saat ini Garudafood tidak lagi hanya dikenal sebagai produsen kacang garing brand Garuda, tapi juga sebagai salah satu perusahaan masakan dan minuman terbesar dan paling terkemuka di Indonesia. Bisa dikatakan bahwa keunggulan perusahaan dibanding perusahaan lain yang sejenis, ialah kemampuan administrasi dalam membuat dan mempopulerkan merk-merk produknya, dan ketika ini produk masakan dan minuman dengan brand ‘Garuda’ dan ‘Chocolatos’ sudah menjadi pemimpin pasar di segmennya masing-masing. Jika dibanding dengan sesama produsen camilan menyerupai Kino Indonesia (KINO), atau Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA), maka cukup terperinci bahwa Garudafood menang telak dalam hal kepemilikan intangiable asset berupa power of brand.
However, sesudah membaca prospektusnya, penulis sempat galau dengan IPO Garudafood ini, tapi ya kini sih saya udah ngerti. Okay, berikut penjelasannya.
MCB Pelican?
Kalau anda baca-baca informasi soal IPO Garudafood ini di internet, maka disebutkan bahwa perusahaan akan menerbitkan 766 juta lembar saham, atau setara 10.34% dari modal ditempatkan dan disetor, dengan nilai IPO yang cukup besar yakni US$ 200 juta, atau sekitar Rp2.8 trilyun. Namun hampir tidak ada wartawan yang menulis lebih rinci lagi, yakni bahwa dari 766 juta lembar saham anyar tersebut, hanya sebagian kecil diantaranya yang benar-benar ‘dikasiin’ ke investor ritel. Yup, jadi pada hajatan IPO-nya kali ini, Garudafood memang menerbitkan 766 juta lembar saham baru, namun dengan rincian sebagai berikut:
Jatah Untuk: | Jumlah Saham (lembar) |
Konversi MCB Pelican | 727,841,290 |
Investor Publik | 35,000,000 |
Karyawan Perusahaan | 3,500,000 |
Total Saham Baru | 766,341,290 |
Jadi dari sekian ratus juta lembar saham gres yang diterbitkan, yang bisa dibeli oleh investor ritel hanya 35 juta lembar saja. Sementara sebagian besar lainnya yakni sebanyak 728 juta lembar, ialah hasil konversi mandatory convertible bonds (MCB), alias obligasi wajib konversi (baca lagi klarifikasi soal OWK ini disini) dari perusahaan berjulukan Pelican Company Ltd, yang otomatis merupakan jatah dari pemegang MCB Pelican tersebut, sehingga tidak bisa diambil oleh investor publik. Nah, galau kan? Tapi supaya kita jelaskan lagi:
Jadi pada tanggal 28 Maret 2018 (baru beberapa bulan lalu), Garudafood menerbitkan obligasi MCB senilai Rp935 milyar di Singapura, yang kesemuanya diambil oleh perusahaan berjulukan Pelican Company Limited, dan uangnya digunakan untuk keperluan umum perusahaan. Tidak ada klarifikasi lebih detil soal Pelican ini siapa, dan apa yang dimaksud dengan ‘keperluan umum’ diatas. Namun yang terperinci obligasi yang kemudian diberi nama ‘MCB Pelican’ ini diterbitkan tanpa bunga, tanpa jatuh tempo, dan tidak bisa ditagih kembali ke perusahaan. Dengan kata lain, Garudafood tidak mempunyai kewajiban untuk membayar kembali Rp935 milyar diatas. Namun pihak pemegang obligasi bisa mengkonversi obligasi tersebut menjadi saham sebanyak total 723 juta lembar, pada harga konversi Rp1,285 per saham, sehingga total nilai saham gres hasil konversi ialah Rp935 milyar, atau sama dengan nilai obligasinya diatas. Thus, jika Pelican Company menginginkan uangnya kembali, maka mereka bisa menjual saham hasil konversi tersebut ke investor publik di pasar, normalnya tentu saja pada harga yang lebih tinggi dari Rp1,285 tadi, atau bahkan sangat tinggi.
Sebab mengingat saham yang dilepas ke publik hanya 35 juta lembar (Seriously? Itu kan berarti cuma 350 ribu lot!), sementara peminatnya membludak, maka harga saham Garudafood di market bisa pribadi terbang menggapai langit, bahkan tanpa perlu digoreng sama sekali. Nah, ketika itulah, ‘investor’ Garudafood yang memperoleh sahamnya dari konversi MCB Pelican diatas bisa pelan-pelan melepas saham mereka ke publik, dan memperoleh laba substansial. Yang penulis khawatirkan ialah tentu saja, jikalau para pemegang MCB Pelican tadi hasilnya selesai jualan dan sudah memperoleh laba yang mereka inginkan, maka tidak ada alasan lagi bagi saham Garudafood untuk lanjut naik, melainkan selanjutnya ia akan turun pelan-pelan, terutama jikalau valuasinya semenjak awal overvalue.
Dan memang valuasi saham Garudafood itu sendiri semenjak awal sudah overvalue, atau paling tidak, tidak bisa disebut murah. Informasi terakhir, saham Garudafood akan dilepas pada harga perdana Rp1,100 – 1,400, dan itu ialah range harga yang masuk akal, mengingat diatas sudah disebutkan bahwa harga konversi MCB Pelican ialah Rp1,285 per saham. Let say, harga IPO Garudafood ialah sama dengan harga konversi MCB-nya: 1,285. Maka perusahaan akan memperoleh dana Rp985 milyar, namun itu sudah termasuk Rp935 milyar hasil penerbitan MCB Pelican diatas, sehingga dana yang benar-benar diperoleh dari investor publik (dan juga karyawan perusahaan sendiri) ialah hanya Rp50 milyar. Per tanggal 30 April 2018, ekuitas Garudafood tercatat Rp2,138 milyar, yang sesudah IPO menjadi Rp2,188 milyar. Karena jumlah saham Garudafood sesudah IPO ialah 7.4 milyar lembar, maka book value Garudafood ialah Rp2,188 / 7.4 = Rp296 per saham. Karena harga sahamnya ialah Rp1,285, maka PBV-nya 1,285 / 296 = 4.3 kali.
Kesimpulannya, jikalau pihak owner Garudafood menggelar IPO dengan cara yang ‘normal’ dimana perusahaan menerbitkan sekian ratus juta lembar saham gres pada harga 1,285, yang kesemuanya dilempar ke publik, maka gotong royong itu saja sudah sangat menguntungkan, dimana nilai pasar/market cap Garudafood akan melonjak menjadi sekitar Rp10 trilyun, dan nama Pak Sudhamek di daftar Majalah Forbes akan pribadi naik beberapa peringkat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. However, pemilik perusahaan mungkin tetap saja nggak puas kalo ‘cuma dapet segitu’, sehingga kemudian dibentuk sedikit pura-pura dengan MCB Pelican ini, dan memang dengan cara inilah mereka bisa memperoleh laba yang lebih besar, yang ironisnya bisa saja berasal dari kerugian investor publik, yakni jikalau investor membeli saham Garudafood di market pada harga 2,000 – 3,000 atau lebih tinggi lagi, tapi sesudah itu sahamnya turun lagi, yakni ketika pemegang MCB Pelican selesai jualan.
Tapi dari sini penulis bisa katakan bahwa, diluar mendasar perusahaannya yang luar biasa serta prospek jangka panjangnya yang cerah (bisnis masakan ringan, selama perusahaannya dikelola secara normal dan tanpa leverage yang berlebihan, akan terus menghasilkan laba dalam jangka panjang tak peduli meski terjadi krisis sekalipun, apalagi jikalau sudah punya merk-merk yang kuat), namun sayangnya manajemen Garudafood tidak berpihak kepada investor, dimana mereka tidak menganggap kita investor publik sebagai kawan pemegang saham dengan posisi setara, melainkan tidak lebih dari komoditas yang mereka bisa mengambil laba darinya. Actually, di prospektus sudah disebutkan bahwa Pelican Company Ltd tidak mempunyai hubungan afiliasi apapun dengan perusahaan, sehingga memang gak ada buktinya kalau penulis katakan bahwa Pelican itu gotong royong juga dimiliki oleh owner-nya Garudafood. Namun entah Pelican itu ialah ada hubungannya dengan perusahaan atau tidak, tapi tetap saja: Dengan investor publik hanya memperoleh jatah saham 350 ribu lot saja, maka itu sangat sangat ridiculous: Elu niat IPO apa kagak sih? Gimana gua bisa dapet jatah IPO-nya kalau saham yang dilepas cuma segitu?? Lu kira Garudafood ini cuma tukang jualan kacang rebus di Istora Senayan waktu Asian Games kemarin? Ini perusahaan gede dan beken cuy! Dan hey, BEI dan OJK! Kenapa kok IPO model gini dikasih pernyataan efektif juga? Ente kira ini tahun 2000-an dimana orang-orang di market cuma trading tik tok gak terperinci tanpa membaca dokumen prospektus sama sekali? Ini sudah tahun 2018!
Kesimpulan akhirnya.. ya sutralah, penulis juga bisa ngomong apa lagi. Karena semenjak awal almost impossible untuk bisa dapet jatah saham IPO-nya, maka satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah biarken saja saham Garudafood melantai di bursa, tanggal 10 Oktober nanti, termasuk biarkan saja kalau kemudian sahamnya benar-benar terbang. Sebab mau ia naik setinggi apapun, pada hasilnya akan turun lagi. Dan sesudah itu tunggu saja barang 2 – 3 tahun, sambil tentunya tetap melihat perkembangan kinerja perusahaan. Jika berkaca pada pengalaman IPO Sido Muncul tahun 2013 lalu, dimana ketika itu sahamnya juga sempat naik banyak dari 400-an hingga 900-an, tapi beberapa tahun kemudian turun lagi ke 400-an (dan sesudah itu naik lagi), dan kita harus tunggu hingga sekitar 4 tahun sebelum hasilnya menyimpulkan bahwa SIDO ini memang layak invest (penulis gres merekomendasikan lagi SIDO ini tahun 2017 kemarin, di artikel ini), maka mungkin untuk Garudafood ini juga sama begitu: Untuk ketika ini kita ignore saja dulu sahamnya, dan nanti kita lihat lagi sekitar tahun 2022.
Dan mudah-mudahan ketika itu kita tidak akan lagi menemukan nama-nama Eagle, Dove, Penguin, Seagull Company Ltd atau semacamnya di laporan keuangan perusahan.
Penulis membuat buku kumpulan analisa saham-saham pilihan, lengkap dengan harga beli yang disarankan, sasaran harga, hingga tingkat risiko untuk tiap-tiap saham. Anda bisa memperolehnya disini.
Jadwal Seminar Value Investing: Basic & Advanced, Jakarta, 6 - 7 Oktober 2018. Pembicara Teguh Hidayat. Info selengkapnya baca disini.
Jadwal Seminar Value Investing: Basic & Advanced, Jakarta, 6 - 7 Oktober 2018. Pembicara Teguh Hidayat. Info selengkapnya baca disini.
Bagi anda dari perusahaan atau institusi tertentu, maka anda bisa mengundang penulis pribadi (Teguh Hidayat) ke kantor anda untuk 'sharing session', yakni sesi dimana saya akan membuatkan pengalaman dan pengetahuan wacana investasi saham, termasuk menjadi narasumber untuk tanya jawab saham. Caranya kirim email ke teguh.idx@gmail.com dengan subjek: Sharing session. Jangan lupa untuk menyebutkan nama anda, nama perusahaan/institusi, serta kapan agenda yang anda inginkan (sebaiknya jangan mendadak, minimal dua ahad sebelumnya). Untuk sharing session ini penulis tidak memungut biaya, kecuali untuk akomodasi.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Sumber http://teguhidx.blogspot.com
0 Response to "Prospek Ipo Garudafood"
Posting Komentar