iklan

Cara Membaca Arah Pasar Kini Ini

Sebagian dari anda mungkin galau dengan kondisi pasar saham dalam satu atau dua ahad terakhir, dimana ada banyak saham yang turun cukup banyak (10% atau lebih), padahal gak ada sentimen atau isu negatif apapun terkait perusahaannya (kecuali mungkin rumor-rumor yang gak terperinci dari mana sumbernya), sementara disisi lain IHSG-nya masih strong di level 6,000-an. Maksud penulis adalah, kalau contohnya sebuah saham turun ketika IHSG-nya lagi turun, atau ada something bad terkait perusahaan, maka penurunan tersebut jadi sanggup dimaklumi, dan terdapat keinginan bahwa saham itu nanti juga bakal naik lagi saat IHSG naik lagi. Tapi bagaimana saat ada sebuah saham yang menyerupai turun sendiri, tanpa ada kejadian apapun yang sanggup menjelaskan penurunan tersebut?

Berdasarkan pengalaman, menyerupai yang sudah disebutkan dalam salah satu artikel di blog ini, kalau anda beli saham namun kemudian turun cukup dalam, contohnya 10 – 15% dari harga belinya (kalau turunnya kurang dari itu, maka itu cuma fluktuasi jangka pendek biasa, yang tidak perlu dikhawatirkan), maka terdapat beberapa kemungkinan:
  1. Anda salah pilih saham,
  2. Pilihan sahamnya udah bener, tapi harga belinya yang salah/kemahalan,
  3. Terjadi kejadian force majeure tertentu yang mengubah mendasar perusahaan, contohnya waktu Tiga Pilar Sejahtera (AISA) kena kasus hukum,
  4. Terdapat berita/rumor/sentimen negatif tertentu yang sifatnya sementara/tidak kuat terhadap mendasar perusahaan, contohnya waktu Februari 2017 kemudian ada rumor bahwa proyek LRT milik Adhi Karya (ADHI) mangrak.
  5. Sahamnya cuma lagi turun aja, nanti juga naik lagi (ini biasanya terjadi pada saham-saham yang semenjak awal mempunyai fluktuasi ekstrim/gorengan, contohnya BCIP, LEAD, atau BUMI), dan
  6. IHSG-nya lagi turun, dimana memang hampir semua saham lagi pada turun/gak cuma saham yang anda beli tersebut.

Okay, katakanlah anda sudah benar pilih saham di harga beli yang juga tepat, gak ada force majeure maupun sentimen negatif apapun, dan saham tersebut juga bukan saham gorengan gak terperinci yang sanggup naik turun belasan persen dalam sehari. Kaprikornus ‘biang kerok’ terakhir mungkin IHSG-nya yang sedang turun/terkoreksi, lantaran nyatanya saham yang lagi turun beberapa waktu terakhir ini gak cuma satu dua, tapi ada banyak! Tapi pertanyaannya sekarang, bagaimana sanggup kita katakan bahwa pasar sedang terkoreksi, lantaran nyatanya IHSG juga sama sekali belum turun dan masih strong di 6,000-an??

Nah, dalam hal ini kita perlu flashback sedikit ke artikel penulis di tanggal 12 September 2017 lalu, yang berjudul Asing Jualan Terus? Di artikel tersebut pada dasarnya penulis memberikan bahwa kita kini ini berada dalam kondisi koreksi IHSG yang tidak kelihatan (kalo belum baca tulisannya, coba baca dulu), terutama lantaran investor absurd terus saja jualan, tapi IHSG-nya tetap saja gak turun lantaran di waktu yang bersamaan, saham-saham blue chips yang kuat besar terhadap IHSG (misalnya ASII, TLKM, BBCA, HMSP GGRM) justru terus naik.

Tapi sayangnya untuk saham-saham mid and small cap, yang pergerakan mereka tidak begitu ngaruh ke IHSG, mereka tetap saja turun. Dan hingga awal Desember ini penurunan tersebut terus berlanjut, lantaran asingnya masih terus mengobral barang. Yup, hingga Senin, 4 Desember 2017, statistik BEI menyebutkan net sell absurd Rp36.4 trilyun semenjak awal 2017, atau jauh lebih jelek dibanding September (tiga bulan lalu), yang gres Rp7 trilyun (sebenarnya net sell Rp36.4 trilyun itu lantaran ditambah transaksi crossing sebesar sekian trilyun dari saham TOWR, SMMA, dan KPIG. Tapi kalo transaksi crossing ini dihilangkan, maka nilai net sell absurd tersebut masih mencapai Rp20-an trilyun, atau tetap cukup besar). Ini artinya kondisi ‘koreksi pasar yang tidak kelihatan’ yang penulis sebut di bulan September lalu, ternyata masih berlanjut hingga Desember ini.

Problemnya, lantaran pergerakan IHSG kini ini tidak lagi mencerminkan kondisi pasar, yakni apakah sedang terjadi bullish, sideways, atau koreksi, maka indikator apa lagi, diluar IHSG, yang sanggup kita lihat untuk membaca arah pasar yang sesungguhnya? Well, terdapat setidaknya dua indikator, dan dua-duanya sanggup kita ambil dari sumber yang sama yakni statistik IDX. Contoh yang akan penulis sampaikan disini mengambil statistik harian IDX, sanggup dilihat disini.

Nah, anda sudah buka link-nya? Okay, perhatikan. Pertama kita lihat stock price movement, yang berbentuk bar dengan warna merah, pink, kuning, hijau, dan hijau tua. Berikut yakni kafe stock price movement yang penulis ambil di statistik harian IDX tanggal 4 Des 2017, klik gambar untuk memperbesar:


Dari gambar diatas sanggup dilihat bahwa pada tanggal 4 Des 2017, dari total 564 saham di BEI, terdapat 223 saham yang turun, 220 saham yang tidak bergerak, dan hanya 121 saham yang naik. Menariknya, pada Senin, 4 Desember tersebut, IHSG ditutup naik cukup signifikan yakni 0.77%. Logikanya kalau IHSG pada satu hari tertentu naik signifikan yakni 0.5 – 1%, atau lebih tinggi lagi, maka pada hari tersebut jumlah saham yang naik harusnya lebih banyak dibanding yang turun, tapi ini justru sebaliknya, dimana jumlah saham yang turun pada Senin, 4 Desember, mencapai hampir dua kali lipat dibanding yang naik.

Kaprikornus menurut jumlah saham yang turun/stagnan dibanding saham yang naik, maka pasar sejatinya sedang terkoreksi/turun. Tapi bagaimana caranya IHSG sanggup tetap naik saat dominan saham turun?? Untuk itu kita sanggup lihat indikator kedua: ‘Jakarta Composite Index Movers’, atau secara harfiah, daftar saham-saham yang berpengaruh paling besar terhadap naik turunnya IHSG.


Sekali lagi, dari gambar diatas sanggup dilihat bahwa IHSG pada hari Senin tetap naik lantaran hampir semua saham big caps, mulai dari HMSP hingga BBNI, semuanya naik signifikan (HMSP bahkan naiknya hingga 5.4%), sehingga totalnya menyumbang kenaikan IHSG (JCI) sebesar total 66.3 point (23.1 + 9.9 + dst). Sementara untuk saham-saham yang turun dan penurunan tersebut kuat signifikan ke IHSG (daftar saham laggard, mulai dari PNBN hingga BJBR), totalnya hanya menyumbang penurunan IHSG sebesar total 15.0 point saja. Hasilnya? Yep, IHSG pada Senin, 4 Desember, ditutup naik 46.1 point (66.3 dikurangi 15.0, dikurangi lagi 5.2 point. Penjelasan angka 5.2 point ini sanggup dibaca dibawah) atau 0.77%.

Yang perlu dicatat disini adalah, diluar saham-saham yang masuk daftar JCI movers tersebut, maka mau mereka naik atau turun, itu hampir gak ada pengaruhnya ke IHSG. Jadi boleh-boleh saja saham yang anda pegang turun hingga diatas 10% sekalipun, tapi bila saham tersebut tidak masuk daftar ‘saham yang kuat terhadap IHSG’, maka IHSG-nya bakal tetap aman. Dari perhitungan diatas, kita sanggup lihat bahwa diluar imbas dari 10 saham leader dan 10 saham laggard, maka penurunan dari ratusan saham lainnya di BEI hanya menyebabkan IHSG totalnya turun 5.2 point saja.

Kesimpulannya, bila anda merasa ada something wrong with the market, dimana pada satu hari tertentu ada banyak saham turun tapi IHSG-nya tetap naik, maka coba cek lagi: 1. Apakah jumlah saham yang naik lebih banyak dibanding yang stagnan dan turun? dan 2. Apakah saham-saham yang kuat besar terhadap IHSG, kalaupun ia naik maka naiknya tetap dalam range yang wajar? (jadi gak hingga 5% menyerupai kenaikan HMSP diatas) Jika jawabannya yakni 1. Tidak, dan 2. Tidak, maka lupakan fakta bahwa IHSG naik, lantaran yang sesungguhnya terjadi adalah, pasar pada hari tersebut gres saja terkoreksi, dan penurunan saham yang anda pegang kemungkinan hanya disebabkan lantaran faktor koreksi pasar tersebut (jadi bukan lantaran perusahaannya ada dilema atau apa, tapi sekali lagi, ini dengan perkiraan bahwa anda membeli saham yang tepat, dan pada harga yang tepat). Kemudian anda selanjutnya sanggup melaksanakan tindakan yang tepat, apakah jual, hold saja, atau justru tambah posisi (penulis sudah banyak menulis artikel perihal taktik investasi saat pasar sedang terkoreksi, terutama saat IHSG drop di tahun 2015 dan 2013. Coba search kemudian baca saja).

Anyway, kalau penulis review lagi kondisi market dalam setahunan terakhir, maka kalau saja saham-saham big caps bergerak sama dengan saham-saham mid and small caps, alias pada turun semua (misalnya ASII turun ke 6,500), maka IHSG seharusnya berada di level yang jauh lebih rendah dibanding posisinya sekarang, mungkin sekitar 5,250 atau lebih rendah lagi. Karena pada tahun 2015 kemudian saat hampir semua saham baik itu big maupun small caps berjatuhan (pada tahun 2015 tersebut, beberapa saham big caps menyerupai ASII, BBNI, BMRI, bahkan hingga KLBF, rata-rata turun 20%), maka IHSG saat itu jeblok 12.1% ke level 4,569. Namun pada tahun 2017 ini kita menyaksikan situasi yang sepenuhnya berbeda, dimana saham-saham mid and small caps cenderung turun (meski memang gak semuanya, lantaran ada juga saham-saham kecil yang naik banyak), tapi saham big caps dikerek naik semua (big caps banking menyerupai BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI, sepanjang 2017 ini sudah melompat hingga 30 – 50%), dan ternyata kesannya IHSG tetap naik cukup signifikan.

Okay, kemudian bagaimana kira-kira dengan 2018 nanti? Yah, we’ll see lah!

Buletin Analisis IHSG & Stockpick saham pilihan edisi Desember 2017 sudah terbit! Anda sanggup memperolehnya disini, gratis konsultasi/tanya jawab pribadi dengan penulis untuk member.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:  Sebagian dari anda mungkin galau dengan kondisi pasar saham dalam satu atau dua ahad  Cara Membaca Arah Pasar Sekarang Ini
Sumber http://teguhidx.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Cara Membaca Arah Pasar Kini Ini"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel