iklan

Ketika Cahaya Hati Mulai Redup

 
 Hati insan itu bagaikan cermin yang memantulkan cahaya. Jika cermin itu higienis dari debu dan kotoran yang menghalangi maka apa yang kita lihat akan tampak jernih apa adanya. Hitam putih akan terlihat terang dan nampak perbedaannya. Demikian juga hati, bila hati jernih, kita akan melihat realita itu apa adanya, sementara bila hati kita kotor atau terhalang kabut hawa nafsu, kita akan melihat realita itu tidak ibarat sebenarnya.

عَنْ عَلِيِّى بْنِ أَبِى طَالِبٍ رَضِيَى اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنَ الْقُلُوْبِ قَلَّبَ إِلاَّ وَلَهُ سَحَابَةٌ كَسَحَابَةِ الْقَمَرِ، بَيْنَمَا الْقَمَرُ مضئى إِذْ عَلَتْهُ سَحَابَةٌ فَأَظْلَمَ، إِذْ تَجَلَّتْ عَنْهُ فَأَضَاءَ (البخارى ومسلم
 
Rasulullah saw bersabda: “Tiada satu hati pun yang bergerak kecuali diselimuti kabut, ibarat awan kabut menutupi purnama. Walaupun bulan bercahaya, tetapi alasannya yaitu beliau tertutup awan, maka beliau menjadi gelap, dan saat awannya pergi menyingkir, purnamapun bersinar terang kembali.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib ra.)

Cahaya merupakan simbol dari pencerahan spiritual. Ilmu yaitu cahaya. Iman yaitu cahaya. Bekas-bekas basuhan air wudhu di wajah yaitu cahaya.Alquran yaitu cahaya. Setiap amal saleh yang kita lakukan hakikatnya yaitu cahaya. Sejatinya, cahaya spiritual akan membimbing serta menerangi kehidupan manusia, tidak hanya di dunia saja tapi juga hingga ke darul abadi kelak.
 
Di sana, cahaya terang akan memancar dari wajah setiap hamba-hamba beriman yang senantiasa tunduk dan patuh kepada-Nya. Cahaya inilah yang akan membedakannya dari orang-orang kafir nan ingkar.
 
Allah SWT berfirman, Pada hari saat kau melihat orang Mukmin pria dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): Pada hari ini ada gosip bangga untukmu, (yaitu) nirwana yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kau infinit di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak (QS Al Hadiid [57]: 12).
 

Oleh alasannya yaitu itu, mulia tidaknya seseorang tidak dilihat dari tampilan lahiriahnya tapi dari batiniah atau hatinya.

ِانَّ اللهَ لاَيَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ (اخرجه مسلم)
 
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta-hata kau tapi melihat hati dan perbuatanmu.” (H.R. Muslim).

Al Qurtubi berkata, “Ini sebuah hadits agung yang mengandung pengertian tidak diperbolehkankannya bersikap terburu-buru dalam menilai baik atau buruknya seseorang hanya alasannya yaitu melihat citra lahiriah dari perbuatan taat atau perbuatan menyimpangnya. Ada kemungkinan di balik pekerjaan saleh yang lahiriah itu, ternyata di hatinya tersimpan sifat atau niat jelek yang menjadikan perbuatannya

tidak sah dan dimurkai Allah swt. Sebaliknya, ada kemungkinan pula seseorang yang terlihat teledor dalam perbuatannya atau bahkan berbuat maksiat, ternyata di hatinya terdapat sifat terpuji yang kesudahannya Allah swt. memaafkannya.
 
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan lahir itu hanya merupakan gejala dhanniyyah (yang diperkirakan) bukan qath’iyyah (bukti-bukti yang pasti). Oleh alasannya yaitu itu tidak diperkenankan berlebih-lebihan dalam menyanjung seseorang yang kita saksikan tekun melaksanakan amal saleh, sebagaimana tidak diperbolehkan pula menistakan seorang muslim yang kita pergoki melaksanakan perbuatan jelek atau maksiat. Demikian Imam Qurtubi menjelaskan dalam tafsirnya.
 
*(sedikit perubahan)


Sumber :

Group WA online Tholabul'ilmi

Oleh : Ustadz Aziz


Wallahu a'lam...

Sumber http://annisawally0208.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Ketika Cahaya Hati Mulai Redup"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel