iklan

Modul Ham 1 (Hakikat Hak Asasi Manusia)


BAB I
HAKIKAT HAK ASASI MANUSIA

Perhatian terhadap hak asasi insan (HAM) akhir-akhir ini semakin besar. Bahkan, HAM telah menjadi tuntutan di banyak sekali negara seluruh dunia semoga setiap orang menghormatinya, terutama negara dan hukum. Pelanggaran terhadap HAM akan berakibat suatu negara itu akan dikucilkan dari masyarakat internasional. Hal ini dimungkinkan lantaran kemajuan iptek, telekomunikasi dan informasi sehingga masyarakat gampang mengakses banyak sekali informasi yang berkaitan dengan hak-haknya.
Namun demikian, pemahaman setiap orang ihwal HAM majemuk sehingga sering menimbulkan konflik. Nilai-nilai yang mendasari HAM belum dikuasai secara benar, sementara itu nilai-nilai usang sudah ditinggalkan. Akibatnya, terjadi kebingungan dalam memahami HAM. Pada potongan ini Anda diajak untuk memahami konsep, makna, sistem nilai, dan asas-asas HAM. Harapannya, Anda sanggup mempunyai pengetahuan dan pemahaman   secara mendalam dan menyeluruh ihwal HAM.


1.1 Makna Hak Asasi Manusia dan Kewajiban Asasi Manusia
Manusia dilahirkan dalam keadaan bebas. Kebebasan insan sebagai anugerah Tuhan. Kebebasan diberikan insan saat ia bebas memilih pilihan berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk mempertimbangkan sesuatu ia dibekali oleh Tuhan dengan nalar pikir (rasio) dan keyakinan (agama). Kebebasan itu kemudian menjadi tuntutan setiap insan yang dilahirkan dan disebut sebagai hak asasi.
HAM sering disebut sebagai human right, dan dipahami banyak orang secara keliru. HAM itu hanya diartikan secara sempit sebagai kebebasan. Padahal, HAM itu lebih luas dari pada kebebasan atau kebebasan itu hanya sebagian dari HAM.
Secara teoritik HAM lebih gampang dipahami daripada dilakukan dalam perilaku. HAM sanggup diartikan sebagai hak dasar yang dibawa insan semenjak lahir, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak sanggup diganggu gugat atau dicabut oleh siapapun juga dan tanpa hak dasar itu insan akan kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai manusia.
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM ialah seperangkat hak yang menempel pada hakikat keberadaan insan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta derma harkat dan martabat manusia.
Apa saja yang sanggup dikatakan hak dasar insan itu? Hak dasar insan ialah hak-hak yang sifatnya mendasar dan menempel pada manusia. Tanpa hak dasar itu, insan tidak sanggup hidup dan melangsungkan kehidupannya. Sejak dilahirkan, insan telah membawa hak dasar itu. Ketika insan dilahirkan, ia dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Ketidakberdayaan itu menciptakan insan perlu menerima pertolongan dari insan lainnya yaitu melalui pendidikan. John Dewey (1961) menyebut insan itu sebagai homo educandum, artinya sanggup dididik, mendidik, dan perlu dididik. Dikatakan sanggup dididik lantaran insan itu sanggup diubah perilakunya. Mengingat sanggup diubah, maka insan itu sanggup tumbuh dan berkembang. Dikatakan mendidik lantaran insan itu sanggup mengubah sikap diri dan orang lainnya sehingga pengetahuan, sikap, dan keterampilan sanggup ditransformasikan dan diwariskan, serta dikembangkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dikatakan perlu dididik lantaran tanpa pendidikan maka insan tidak sanggup hidup secara layak sebagai manusia. Oleh lantaran itu pendidikan ialah hak setiap orang yang harus dipenuhi semoga kehidupannya layak dan bermartabat.
Sekalipun insan saat dilahirkan dalam keadaan lemah, namun tidak ada satu alasan apapun bahwa hak dasar itu sanggup dicabut oleh siapa pun juga, termasuk oleh negara dan hukum. Justru aturan dan negara diharapkan untuk melindungi dan menjamin semoga hak dasar itu tidak dilanggar oleh orang lainnya. Bagaimana halnya dengan para narapidana yang dieksekusi dan hidup di dalam penjara atau forum pemasyarakatan (LP)? Apakah kebebasannya yang dirampas oleh aturan itu merupakan pelanggaran HAM? Mengapa demikian? Siapakah yang memperlihatkan hak dasar itu kepada manusia? Apakah hak dasar itu diberikan oleh sesama manusia, negara, hukum, ataukah Tuhan? Mengapa demikian? Jika hak dasar itu diberikan oleh sesama manusia, atas dasar apa insan itu memperoleh legitimasi memperlihatkan hak dasar itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, sanggup dikemukakan konsep HAM secara mendasar theologis yang menyampaikan bahwa hak dasar yang dibawa insan semenjak lahir itu ialah anugerah Tuhan.
Konsep HAM ini didasarkan pada keyakinan theistik religius bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu ada. Seluruh insan bergantung dan taat pada ajaranNya semoga sanggup hidup selamat dan sejahtera. Misalnya, hak hidup manusia. Hak hidup ini ialah hak untuk memperoleh kehidupan yang menempel dan dimiliki setiap orang bukan diberikan oleh aturan atau negara tetapi anugerah Tuhan. Ketika seseorang lahir dalam keadaan lemah, ia ditolong oleh orang lain. Pertolongan orang itu untuk menjamin semoga kehidupannya tidak dirampas oleh seseorang.
Konsep HAM tidak hanya berdimensi theologis saja, tetapi juga berdimensi ideologis filosofis, moral, dan yuridis konstitusional (Slamet Marta Wardya dalam Muladi, 2005). Dikatakan bercorak ideologis lantaran konsep HAM itu berkaitan dengan hak dasar insan berlandaskan ideologi yang dianut oleh suatu negara.
Misalnya, ideologi komunisme atau kapitalisme akan selalu memandang HAM sesuai dengan pemikiran ideologi tersebut. Disamping bercorak ideologis, konsep HAM juga dikatakan bersifat filosofis lantaran hak dasar insan itu selalu menyangkut kepentingan mendasar manusia. Oleh lantaran mendasar maka konsep HAM bersifat substansial, esensial, dan abstrak. HAM berkaitan dengan nilai dasar insan dan menyentuh sendi-sendi kemanusiaan. Misalnya tanpa HAM maka harkat dan martabat sebagai insan akan hilang. Dengan kata lain kemanusiaan akan hilang manakala HAM itu dicabut oleh pihak lain. Bagi bangsa Indonesia HAM itu bukan hanya universal berupa hak-hak dasar yang dibawa insan semenjak lahir semata, melainkan diadaptasi dengan kebudayaan dan yuridis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini perlu dipahami semua orang alasannya ialah HAM itu selalu berkaitan dengan doktrin, filsafat, dan wawasan bangsa Indonesia, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
Kehidupan individu maupun masyarakat Indonesia itu berasaskan kekeluargaan. Hal ini berkaitan dengan cara pandang bangsa Indonesia terhadap jati dirinya yaitu hakikat kodrat sebagai manusia. Pada hakikatnya insan Indonesia secara utuh sanggup dikembalikan pada kodratnya yang theistik religius.

1.    Struktur kodrat manusia
Secara struktural insan itu tersusun atas jasmani dan rohani. Sebagai makhluk jasmaniah, fisik insan mengalami pertumbuhan. Jasmani insan terdiri atas unsur unorganis, fisiko-kemis, vegetatif, dan animal (Anton Baker, 1993). Bila dibandingkan dengan makhluk lainnya, jasmani insan itu mempunyai sifat-sifat yang mirip, membutuhkan gerak, masakan dan minuman sebagaimana tumbuhan dan binatang yang tumbuh dan berkembang biak. Bahkan fisik insan kadangkala lebih lemah daripada binatang. Rohani insan terdiri atas unsur pikir, cipta, rasa dan karsa serta budinurani (Noorsyam, 2005). Ketiganya tidak sanggup dipisahkan sekalipun sanggup dibedakan. Kecenderungan pada salah satu aspek menciptakan kehidupan rohaninya tidak seimbang. Bukankah Anda pernah mendengar bahwa orang yang cenderung mengutamakan perkembangan pikirnya, menciptakan kehidupannya menjadi “kering” dari aspek perasaan dan budi pekertinya? Sekarang ini, banyak orang yang sudah berpendidikan tinggi, tetapi mengalami krisis dalam bidang sikap dan pekertinya? Mengapa sanggup terjadi demikian?

2.    Sifat kodrat manusia
Berdasarkan sifat kodratnya, insan itu mempunyai sifat individu dan sosial. Sifat individu tampak dalam perilakunya yang cenderung egois dan mementingkan diri sendiri. Sifat sosial tampak pada sikap yang cenderung untuk berkelompok, berinteraksi, dan membutuhkan orang lain. Dari sifat kodrat ini sanggup diketahui bahwa HAM itu mempunyai dimensi individual dan sosial. Aspek individu dari HAM ialah setiap individu insan itu mempunyai hak-hak dasar sebagai individu yang tidak sanggup dilanggar oleh orang lain.

3.    Kedudukan kodrat manusia
Kedudukan kodrat insan menempatkan insan sebagai makhluk susila. Sebagai  makhluk  yang  otonom  manusia  memiliki  kebebasan  ketika mempertimbangkan pilihan-pilihan yang akan diambil. Pertimbangan itu didasarkan pada kemampuan fisik, berpikir, perasaan, dan kehendak, dan orang lain. Sesudah pilihan diambil, maka ia harus mendapatkan konsekuensi dari pilihannya itu. Selain sebagai makhlum otonom, insan mempunyai ketergantungan pada suatu kekuatan adikodrati, Tuhan Yang Maha Esa. Ketergantungan itu menumbuhkan kesadaran bahwa supaya selamat dunia dan akhirat, ia harus menaati semua perintah Tuhan dan menjauhi semua larangannya. Aturan dari Tuhan itu diajarkan di dalam agama, dan dijadikan pedoman hidup insan sehingga kehidupannya menjadi religius. Orang yang religius cenderung untuk berbuat baik dengan sesama sebagaimana diajarkan Tuhan melalui agama yang diyakini kebenarannya.
Hakikat kodrat insan dijadikan dasar untuk memahami HAM. Konsep HAM di Indonesia sesuai dengan pandangan hidup bangsa (Pancasila) dan Undang-Undang Dasar 1945 (yuridis konstitusional) menempatkan HAM sejajar dengan kewajiban asasi insan (KAM). HAM itu bukan saja menyangkut hak-hak mendasar manusia, tetapi di sisi lain menempel kewajiban mendasar manusia. Kewajiban ialah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan HAM ditegakkan dan dilaksanakan (Kansil, 2003).  Sebagai warga negara Indonesia (WNI), orang mempunyai hak asasi tetapi di sisi lain mempunyai kewajiban asasi. Sebagai WNI, setiap orang wajib mematuhi peraturan perundangan, aturan tidak tertulis (moral), menghormati HAM orang lain, mematuhi HAM internasional yang sudah diterima (diratifikasi) oleh bangsa Indonesia, wajib membela negara, dan lain sebagainya.
Kewajiban asasi sebagai sisi lain yang tak terpisahkan dari HAM sering kali tidak dilihat dan dihormati oleh seseorang. Misalnya, hak hidup (pasal 28 ayat A Undang-Undang Dasar 1945) bersifat universal, tetapi di sisi lain ada kewajiban asasi untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas kehidupannya. Tindakan kekerasan, penyiksaan, dan bunuh diri apalagi membunuh orang lain, sangat bertentangan dengan kewajiban asasi tersebut. Kewajiban asasi bukan hanya menyangkut orang lain saja tetapi juga pada diri sendiri. Setiap orang berhak atas hak-hak  dasar  yang  dimiliki  tetapi yang  bersangkutan  berkewajiban memperjuangkan dan mempertahankan semoga hak dasarnya tidak dilanggar orang lain.
Supaya tidak terjadi saling melanggar hak asasi atas orang lain, maka diharapkan instrumen hukum. Aturan aturan dan perundangan dimaksudkan untuk:
1. ketertiban dan keamanan,
2. keadilan,
3. kesejahteraan,
4. kepastian hukum, dan
5. melindungi hak asasi manusia.

1.2 Sumber dan Nilai Hak Asasi Manusia
Hak asasi sebagai predikat dan martabat insan itu mempunyai sumber nilai tertentu. Sumber nilai itu diyakini kebenarannya dan dijadikan pedoman untuk menuntaskan dilema HAM yang dihadapinya. Adapun nilai-nilai yang dijadikan sumber HAM itu ialah sebagai berikut:
1. Nilai ketuhanan.
2. Nilai kemanusiaan.
3. Nilai kebudayaan.
4. Nilai-nilai moral.
5. Nilai hukum.
6. Nilai keadilan .

1.    Nilai Ketuhanan
Kepercayaan insan terhadap suatu kekuatan adikodrati sudah tumbuh setua usia insan itu sendiri. Sejarah insan dan pemikiran agama senada dalam memperlihatkan klarifikasi bahwa insan itu tidak bisa menuntaskan sendiri dilema yang dihadapinya. Ketidakmampuan insan itu kemudian menciptakan insan mencari penyelesaian melalui kepercayaan. Sistem kepercayaan ihwal suatu kekuatan adikodrati itu kemudian menjadi embrio lahirnya agama. Keyakinan itu kemudian memperoleh penegasan pemikiran agama, baik agama budaya maupun agama langit. Hak-hak dasar yang dimiliki insan itu diyakini sebagai anugerah Tuhan sehingga implementasi HAM dihentikan bertentangan dan harus sesuai dengan pemikiran Tuhan. Bahkan HAM semakin meningkatkan dan memperkokoh rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ajaran Tuhan merupakan sumber nilai yang tak terbatas. Ilmu yang dikembangkan dari nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan tidak ada habisnya. Demikian pula dengan HAM, bersumber pada nilai ketuhanan sehingga HAM yang dikembangkan tidak menyalahi aturan yang ditetapkanNya. Semakin religious seseorang maka ia akan semakin menghargai HAM. Sebab, didepan Tuhan semua insan sama, dan yang membedakan hanya tingkat ketaqwaannya. Bukankah HAM itu menempatkan insan mempunyai kesetaraan sebagai manusia?

2.    Nilai Kemanusiaan
Nilai-nilai kemanusiaan merupakan sumber nilai bagi HAM. Tanpa nilai kemanusiaan HAM akan mengakibatkan insan keluar dari jati dirinya sebagai manusia. Bukankah insan itu dikatakan sebagai insan lantaran kemanusiaannya yang dimiliki? Bila ia telah hilang kemanusiaannya, maka ia tidak lebih tinggi atau bahkan lebih rendah dari binatang. Harkat dan martabat insan terletak pada kemampuan menghargai hak asasinya. Sebutkan banyak sekali pola yang memperlihatkan pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan merupakan pelanggaran HAM.

3.    Nilai Kebudayaan
Nilai-nilai kebudayaan merupakan sumber nilai bagi pengembangan HAM. Semakin tinggi tingkat kebudayaan dan peradaban insan maka semakin tinggi pula kemampuannya untuk melampaui batas-batas alamiahnya. Semakin berbudaya menjadi semakin halus, lembut, dan terdidik kepribadiannya. Orang yang tidak berbudaya sering dikatakan rendah kehidupannya. Melalui kebudayaan insan mengekspresikan seluruh kehidupannya secara simbolik. Di dalam simbol itu ada nilai, dan untuk memahaminya diharapkan interpretasi. Pemahaman insan terhadap segala sesuatu di luar dirinya dilakukan secara tidak pribadi tetapi lewat simbol. Untuk memahami hidupnya maka diharapkan interpretasi. Misalnya, saat seseorang sedang lapar, maka ia tidak ibarat binatang yang pribadi memperlihatkan respon dan memakan apa saja yang dirasa sanggup memenuhi rasa laparnya. Cara makan orang pun juga berbeda dengan binatang. Orang makan dan minum tidak secara pribadi tetapi dimasak dahulu dan diberi banyak sekali bumbu yang disukai semoga lezat cita dan rasanya. Penyajiannya juga dilakukan secara berbudaya, memakai daerah khusus dan ditaruh di meja makan dengan segala kelengkapannya sehingga menjadi semakin menarik. Demikian pula HAM, sekalipun universal, tetapi setiap kebudayaan mempunyai unsur universal pula sehingga antara kebudayaan dan HAM mempunyai keterkaitan yang tidak sanggup dipisahkan, yaitu semakin mempertinggi derajat kemanusiaan. Carilah beberapa pola lain bahwa HAM itu memperlihatkan tingkat kebudayaan seseorang atau suatu masyarakat.

4.    Nilai Moral
Norma moral berupa pemikiran baik dan jelek berdasarkan kebiasaan masyarakat, juga menjadi sumber nilai bagi HAM. Moral itu sifatnya mudah lantaran mengatur sikap baik atau jelek berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Oleh lantaran itu pemikiran moral suatu masayarakat yang satu berbeda dengan masyarakat yang lain. Sekalipun berbeda, tetapi sanggup ditemukan unsur yang sama di dalam setiap moral. Unsur yang sama tersebut ialah pertama, aturan ihwal perbuatan baik dan buruk. Kedua, aturan harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Ketiga, pelanggaran atas aturan menimbulkan hukuman moral berupa perasaan bersalah. Keempat, tujuan moral ialah membentuk insan yang baik berdasarkan ukuran masyarakat.
Ketika pelaksanaan HAM itu bertentangan dengan norma-norma moral, maka akan mengakibatkan HAM tidak sanggup diterima oleh masyarakat. Sebagai contoh, di Eropa orang meminum minuman keras merupakan upaya untuk menghilangkan hawa dingin. Mengkonsumsi minuman keras secara berlebihan akan menciptakan mabuk dan kehilangan kendali dan kesadaran diri. Akibatnya, orang mabuk sanggup melaksanakan perbuatan melanggar aturan dan HAM. Kebiasaan minum minuman keras di Eropa itu apabila dibawa ke Indonesia, akan bertentangan dengan norma moral masyarakat yang religius, bahkan bertentangan dengan aturan yang berlaku.

5.    Nilai Hukum
Pelaksanaan dan derma HAM tidak memperoleh kekuatan yang tetap dan efektif, manakala tidak didasari dengan hukum. Melalui derma aturan itu HAM akan mempunyai kepastian hukum, dan setiap orang cukup umur dianggap tahu ihwal aturan serta wajib menaatinya. Bahkan, negara yang tidak mencantumkan HAM di dalam sistem aturan nasional akan dikatakan kurang serius di dalam menghormati HAM dan akan dikucilkan dari masyarakat internasional.
Hukum merupakan sumber nilai HAM. Di dalam hukum, ada aturan baik dan jelek sikap suatu anggota masyarakat yang bersifat formal dan tegas. Setiap aturan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut.
a.    Aturan ihwal sikap manusia.
b.    Aturan dibentuk oleh forum yang berwenang.
c.    Aturan bersifat formal dan tegas.
d.    Setiap orang wajib tunduk dan patuh terhadap aturan.
e.    Pelanggaran atas aturan akan dikenai hukuman yang tegas.
HAM yang tidak dilandasi oleh aturan akan menimbulkan konflik atau pelanggaran. Bahkan HAM tidak akan mempunyai kekuatan untuk ditegakkan tanpa ada hukum. Hukum itu dibentuk untuk melindungi HAM dan aturan tanpa HAM akan menimbulkan kesewenang-wenangan hukum. Namun demikian HAM tanpa hokum maka HAM itu akan lemah, lantaran aturan itu untuk mengatur semoga HAM sanggup dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

6.    Nilai Keadilan
Pemahaman ihwal keadilan bermacam-macam. Ada orang yang memahami keadilan itu sebagai penyamarataan. Dikatakan adil lantaran setiap orang memperoleh potongan yang sama. Aristoteles membedakan keadilan menjadi tiga macam. Keadilan tersebut ialah keadilan komutatif, distributif, dan legal. Nilai keadilan harus menjadi dasar dalam pengembangan HAM. Tanpa keadilan, HAM menjadikan insan kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Manusia akan adikara dan melanggar HAM insan lainnya. Misalnya, dalam melaksanakan kebebasan orang perlu memperhatikan kebebasan orang lain. Orang boleh mendengarkan musik sekeras-kerasnya selama orang lain tidak terganggu dengan bunyi musik tersebut.

1.3 Asas-asas Hak Asasi Manusia
Pernahkah Anda menyaksikan di media cetak atau elektronik, orang memberikan aspirasi melalui demonstrasi demi HAM dan demokrasi tetapi cenderung melanggar HAM orang lain? Demonstrasi tersebut bergotong-royong untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja, tetapi dilakukan dengan cara anarkhi sehingga mengganggu ketertiban dan kebebasan orang lain, serta merusak banyak sekali akomodasi umum, apalagi saat aspirasinya itu tidak sanggup dipenuhi. Untuk itu di dalam memahami HAM perlu memperhatikan asas-asasnya sebagai berikut.

1.    Asas kemanusiaan
HAM itu ialah potongan tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Semua orang wajib menghormati dan menegakkan HAM. Namun, tidak jarang dalam melaksanakan HAM itu seseorang melanggar HAM orang lain. Bahkan, orang cenderung mengabaikan, melecehkan, dan menindas HAM orang lain. Kekuatan fisik, ekonomi, politik, sosial, dan budaya cenderung menciptakan orang yang memilikinya melaksanakan perbuatan yang hegemonistik dalam melaksanakan HAM. Tanpa HAM kehidupan insan menjadi kurang layak dan bermartabat. Asas kemanusiaan menjadi substansi dari HAM semoga tidak merendahkan derajat dan martabat sebagai manusia. Penghinaan, penyiksaan, penghilangan, dan pembunuhan merupakan perbuatan yang melanggar HAM lantaran bertentangan dengan kemanusiaan. Pelanggaran terhadap kemanusiaan yang merendahkan harkat dan martabat insan itu sanggup dikategorikan pelanggaran HAM berat.

2.    Asas legalitas
Asas legalitas akan lebih menjamin HAM lantaran mempunyai suatu kekuatan aturan yang tetap. Kepastian aturan menciptakan orang lebih gampang memahami HAM dan tidak menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam. Asas legalitas ini menempatkan HAM menjadi salah satu dasar pembentukan supremasi hukum. Implikasinya setiap warga negara dan penyelenggara negara wajib menghormati dan melindungi HAM. Adanya asas legalitas itu memperlihatkan legitimasi pada siapapun, baik warga negara maupun penyelenggara negara untuk menghormati dan melindungi HAM.

3.    Asas equalitas
Keadilan sebagai asas equalitas dalam melaksanakan HAM tidak sanggup diabaikan begitu saja. Keadilan justru menjadi sesuatu yang esensial dalam pelaksanaan HAM. Keadilan telah diperjuangkan insan semenjak lama. Segala bentuk penindasan akan bertentangan dengan keadilan. Aristoteles mengemukakan bahwa keadilan itu sanggup dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, keadilan komutatif, kedua keadilan distributif, dan ketiga, keadilan legalitas. Ketiga bentuk keadilan itu dari masa ke masa menjadi wangsit bangsa-bangsa di dunia untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. HAM tanpa keadilan akan kehilangan jati dirinya.

4.    Asas sosio-kultural
Kehidupan sosio-kultural masyarakat perlu diperhatikan dalam pengembangan HAM. Pendidikan HAM bagi warga negara, khususnya warga sekolah diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang semakin berbudaya. Asas sosio-kultural ini makin penting semoga HAM yang disebarluaskan dari bangsa lain tidak bertentangan dengan kehidupan budaya bangsa Indonesia. Jangan hingga HAM itu menciptakan masyarakat menjadi tercabut dari akar budaya setempat yang theistic religius.




Selengkapnya baca di bawah ini atau downlod di sini






Sumber http://dykaandrian.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Modul Ham 1 (Hakikat Hak Asasi Manusia)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel